Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Sejumlah jenama produk perawatan dan kecantikan lokal menawarkan produk yang ramah lingkungan.
Sustainable beauty termasuk pembuatannya tak mengeksploitasi kelompok tani, buruh, dan pekerja anak.
Sejumlah perempuan mengklaim produk ramah lingkungan tetap dapat membantu penggunanya tampil segar dan cantik.
MASYARAKAT urban modern makin memiliki kesadaran akan pelestarian alam dan lingkungan, termasuk dalam pemilihan produk perawatan dan kecantikan. Sejumlah perempuan muda mulai beralih ke jenama yang mengusung produk ramah lingkungan—lebih sering disebut sustainable beauty atau kecantikan berkelanjutan. Mereka melihat produk tersebut tak hanya ditujukan untuk menunjang penampilan, tapi juga sebagai bentuk keberpihakan pada alam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Salah satunya Purnama Ayu Rizky, yang mulai menggunakan produk perawatan tubuh ramah lingkungan dua tahun terakhir. Dia memakai beberapa jenis serum, pembersih wajah, dan tabir surya dari produk perawatan tubuh lokal, Avoskin. Dia mengatakan pemilihan brand dan jenis barang berlangsung lama karena ia mencari yang sesuai dengan karakter kulitnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kulit saya sensitif. Saya sendiri juga pemilih, jadi sudah melewati banyak trial and error, baca dan coba lagi. Hingga cocok dengan produk lokal ini,” kata Ayu, dosen 30 tahun, kepada Tempo, Senin, 5 Desember lalu.
Ayu mengaku boleh dibilang cukup telat beralih ke produk perawatan yang juga mengusung kesadaran merawat lingkungan dan makhluk hidup. Kesadaran itu tumbuh perlahan seiring dengan rutinitas dan kegiatannya sebagai penulis. Dia sering menulis dan menyunting artikel tentang kondisi krisis iklim—ancaman dampak pemanasan global yang mendorong banyak aksi mitigasi agresif terhadap perubahan iklim.
Ayu pun melihat dan merasakan kondisi krisis tersebut secara langsung dan melalui media massa. Sederet persoalan terjadi hampir di setiap sisi bumi, dari banjir bandang, suhu panas ekstrem, badai, hingga rentetan kebakaran hutan tiba-tiba. Kondisi ini kemudian memicu berbagai persoalan lain, seperti kehancuran ekosistem, krisis air, krisis pangan, gejolak ekonomi dan politik, serta konflik.
Purnama Ayu Rizky. Dok Pribadi
“Makin banyak baca, makin tahu. Saya pun bisa melakukan perubahan mulai dengan langkah-langkah kecil dari diri sendiri. Termasuk memilih produk yang ramah lingkungan,” ujarnya.
Awalnya, dia mengungkapkan, keputusannya itu cukup sulit dijalani. Dia mulai mengumpulkan nama dan jenis produk sustainable beauty melalui media sosial dan platform digital lain. Dia pun harus mencoba satu per satu produk tersebut pada tubuhnya.
Dia mengatakan menghabiskan waktu cukup lama hingga menemukan merek dan jenis barang yang sesuai dengan kondisi kulitnya. Sejak saat itu, upayanya turut menjaga bumi mulai makin mudah.
Meski begitu, Ayu mengaku belum sepenuhnya konsisten hanya menggunakan produk ramah lingkungan. Dia masih sering cheating dengan menggunakan krim berbahan kimia dan menjalani layanan facial. “Hanya kalau ada keperluan tertentu,” tuturnya.
Ayu mengatakan kondisi tubuh dan kulitnya menjadi lebih sehat dua tahun terakhir. Misalnya, kulitnya sudah jarang menunjukkan gejala kerusakan meski ia tetap melakukan kegiatan di luar ruangan.
"Saya sering kena paparan sinar matahari langsung. Setiap hari, tujuh hari dalam satu pekan, itu selalu ada kegiatan di luar ruangan. Seperti naik transportasi umum atau ojek online,” kata warga Depok, Jawa Barat, ini.
Dia pun mengajak rekan-rekannya secara pribadi atau melalui media sosial ikut berpindah ke produk ramah lingkungan. Dia ingin kesadaran akan gaya hidup baru untuk mencegah krisis iklim tersebut meluas.
Meski demikian, Ayu tak berkampanye atau menyodorkan merek produk perawatan tertentu. Menurut dia, setiap perempuan memiliki karakter dan kondisi tubuh yang berbeda.
•••
TREN produk perawatan ramah lingkungan memang tengah berkembang. Industri kosmetik Indonesia pun mulai berjalan linier dengan banyak brand internasional yang lebih dulu mengusung keberpihakan pada lingkungan. Kampanye sustainable beauty sendiri berjalan sangat beragam, tak hanya tentang penggunaan bahan alami.
Beberapa jenama mengusung gerakan yang bahkan jauh dari komponen produknya. Sebut saja merek asal Prancis, Chantecaille, yang membuat 13 kampanye filantropi di Asia dan Afrika untuk melindungi jerapah, macan Suján, macan kumbang, gajah, kupu-kupu, juga koral. Lalu ada Caudalie yang menanam lebih dari 8 juta pohon di delapan kawasan. Juga brand Amerika Serikat, Kiehl’s, yang turut dalam pembiayaan konservasi orang utan di Kalimantan.
Sejumlah merek skincare dan kosmetik dalam negeri juga mulai mengambil bagian dalam kampanye mengurangi potensi krisis iklim. Beberapa produk berkomitmen turut menanam pohon atau menyumbangkan sebagian hasil penjualan untuk sejumlah kegiatan konservasi. Beberapa lainnya mengusung produk antiplastik yang dipadukan dengan kegiatan mengembalikan kemasan kosong ke gerainya.
Amara, pengguna skincare ramah lingkungan. Dok Pribadi
Sustainable beauty adalah gerakan produk ramah yang berfokus pada tiga hal pokok, yaitu kulit, lingkungan, dan sosial. Produk ini biasanya menghindari penggunaan bahan sintetis yang berasal dari olahan minyak bumi, seperti paraben dan fragrance. Tak ada pula penggunaan bahan minyak kelapa sawit konvensional (palm oil free) yang pembukaan lahan dan penanamannya diduga melalui mekanisme pembabatan dan pembakaran hutan. Biasanya mereka menggunakan minyak sawit berlabel “RSPO”.
Brand perawatan ramah lingkungan juga berupaya melindungi alam dengan mengurangi jumlah sampah, terutama yang berbahan plastik. Sebagian produk menggunakan kemasan kertas, kayu, plastik biodegradable, logam, atau kaca. Jenama itu pun memberikan layanan penggunaan kemasan ulang saat produk habis.
Tak hanya mesti melindungi alam, produk kecantikan berkelanjutan juga dituntut memastikan pembuatannya memenuhi kaidah etika. Termasuk memastikan pengupahan yang layak dan tak melibatkan pekerja rentan seperti anak-anak atau orang berisiko tinggi. Selain itu, produk harus cruelty-free atau tak menggunakan hewan sebagai bahan uji coba.
•••
ASTRID Wahono menggunakan produk perawatan berbahan organik sejak masih duduk di bangku sekolah menengah atas pada 1998. Dia membuktikan tetap bisa tampil cantik dan menarik sambil konsisten terhadap keberpihakan pada lingkungan.
Astrid menggunakan produk perawatan alami karena memiliki konsep kecantikan yang general. Dia mengaku terpengaruh tagline sebuah jenama jam tangan asal Italia, Benetton, yang berbunyi, “United Colors of Benetton”. Arloji dari perusahaan fashion ternama itu mengusung konsep kecantikan yang beragam. Dia pun mulai memiliki pemahaman bahwa tak ada patokan kecantikan di dunia.
“Beauty is you. Selain itu, saya suka membaca majalah yang mulai membahas gaya hidup organik. Saat itu saya berpikir, organic is me,” ucap perempuan 39 tahun ini.
Perjalanannya menggunakan produk organik tak mudah. Pada saat itu, tak banyak brand lokal yang berani dan konsisten menghindari bahan seperti paraben dan pewangi kimia. Dia pun konsisten hanya menggunakan satu jenama yang sudah cukup terkenal dalam kampanye produk alaminya.
Namun Astrid kemudian mendapat informasi tentang perlakuan tak adil yang dilakukan produk kesayangannya terhadap para petani. Kabarnya, perusahaan merek tersebut membeli semua bahan baku dengan harga yang sangat murah. Mereka kemudian menjualnya sebagai barang jadi dengan harga tinggi berlabel organik. Dia langsung berhenti membeli dan memakai produk perawatan tersebut.
Adhya Larasati. Dok Pribadi
Selama beberapa tahun, Astrid mencoba beberapa produk perawatan luar negeri yang juga giat dalam kampanye ramah lingkungan. Namun dia merasa kewalahan karena harga tiap barang sangat mahal.
Dia lantas mencoba beberapa alternatif tradisional, seperti madu, bedak dingin, dan kencur serta rempah lain, sebagai masker. Namun semua cara tersebut tak cukup ampuh menjaga kulitnya yang cukup sensitif. Selain itu, dia cukup sering berkegiatan di luar ruangan dengan tingkat paparan sinar matahari dan polusi udara yang tinggi.
Astrid pernah mencoba produk perawatan yang menggunakan bahan kimia meski kadarnya rendah. Dia tak menafikan dampak brand tersebut yang mampu membuat wajahnya tampak bersih, mulus, putih, dan cantik. Dia juga kepincut lantaran harganya yang murah dan layanan tokonya yang ramah. Namun dia menjadi kecanduan karena saat berhenti memakai produk itu wajahnya justru makin berjerawat.
Meski demikian, Astrid tetap melirik dan mencari informasi tentang produk sustainable beauty lokal. Hingga akhirnya dia mendapat kabar tentang penggantian kebijakan perusahaan produk perawatan kesayangannya yang kini lebih adil membeli bahan baku dari para petani. Perusahaan tersebut juga mulai melaporkan secara transparan kegiatan produksinya dan tak melakukan uji coba terhadap hewan.
“Sampai saat saya hamil pada 2013, dokter kandungan menyarankan saya memakai kosmetik organik lagi. Tanpa berpikir panjang, saya kembali ke produk awal,” kata Astrid.
Dia mengatakan salah satu alasannya menggunakan produk ramah lingkungan adalah ia tak merasa khawatir. Dia pun mengklaim wajahnya lebih sehat dan segar meski tak sekinclong ketika menggunakan produk kimia.
Selain itu, Astrid menambahkan, perawatan sustainable beauty membuat hormonnya lebih seimbang terutama ketika mengalami menstruasi. “Jadi lebih percaya diri, selaras dengan alam,” ujarnya.
•••
BEBERAPA pengguna muda lain lebih berfokus pada kampanye pengurangan sampah plastik—isu besar yang cukup dominan menjadi bahasan beberapa tahun terakhir. Salah satunya model Angela Gilsha Panari yang tertarik pada program The Body Shop mengembalikan ke toko semua bekas kemasan produknya. Semua kemasan yang sebelumnya hanya berakhir menjadi sampah bisa digunakan atau diproduksi ulang.
Seperti Astrid Wahono, dia mengenal dan mulai menggunakan produk ramah lingkungan pada masa sekolah. Angela memulai langkahnya dengan menggunakan lip balm dan hand cream. Saat ini dia tertarik pada produk sampo dengan varian aroma yang lebih aman bagi tubuh karena tak memakai pewangi kimia. Dia memang gemar berganti aroma produk tiap periode tertentu.
Menurut Angela, mayoritas masyarakat modern sudah mengetahui kondisi bumi yang tengah terancam krisis iklim. Tapi banyak yang belum memahami cara terlibat dalam pencegahannya. Padahal upaya itu bisa dilakukan dari hal kecil, seperti mengurangi sampah dan penggunaan bahan kimia.
Hal itu kerap ia suarakan melalui akun pribadinya di sejumlah platform media sosial. “Setidaknya hindari penggunaan kemasan sekali pakai,” tutur perempuan 28 tahun asal Bali tersebut.
Amara, mahasiswi di Jakarta Timur, juga mulai berpindah ke produk perawatan ramah lingkungan empat-lima bulan lalu. Saat itu dia tak sengaja melihat iklan sebuah jenama sustainable beauty yang menampilkan produk dalam kemasan kertas dan kaca. Merek tersebut juga menawarkan hadiah jika pengguna menyerahkan kembali kemasan produk yang telah kosong atau terpakai.
“Salah satu masalah dari produk perawatan itu sampah kemasannya. Apalagi banyak produk yang justru menawarkan kemasan mini. Itu kan pasti akan menghasilkan banyak sampah,” ujar Amara.
Perempuan 21 tahun ini mengklaim merasa lebih tenang karena tak menjadi bagian dari pola konsumsi masyarakat modern yang memproduksi banyak sampah plastik. Walau begitu, dia memilih brand ramah lingkungan yang tetap memiliki manfaat kecantikan. Meski mengusung bahan alami, menurut dia, produk sustainable beauty dapat memberi efek signifikan pada penampilan hariannya.
Amara menuturkan, mayoritas temannya juga sudah menggunakan produk perawatan dan kosmetik ramah lingkungan meski berbeda merek dengannya. Dia bahkan bisa mengetahui jenama lain yang juga mengusung produk sustainable beauty dari teman-teman kuliahnya.
Suasana toko The Body Shop di Bintaro Jaya Xchange Mall, Tangerang Selatan, Banten, 12 Oktober 2022. TEMPO/M Taufan Rengganis
“Saya rasa mereka sudah tahu (kecantikan berkelanjutan). Mereka juga sedang merasa excited, sama dengan saya,” ucapnya.
Hal serupa disampaikan pelatih yoga, Adhya Larasati, yang bahkan menggunakan tiga brand perawatan ramah lingkungan. Dia mengatakan produk-produk pilihannya itu memiliki program kampanye berkelanjutan yang berbeda. Namun semuanya mengusung gerakan pengurangan sampah, terutama plastik.
Sampah plastik memang sudah menjadi persoalan serius masyarakat modern. Selain sulit terurai, sampah plastik kerap menimbulkan permasalahan lain saat masuk ke suatu ekosistem, seperti sungai atau laut. Beberapa laporan dan berita berulang kali menampilkan sampah plastik melukai hewan dan merusak habitat.
Belakangan, sampah plastik berukuran mikro yang bisa terserap makhluk hidup menjadi ancaman baru karena berpotensi menimbulkan penyakit serius pada manusia. “Saat saya memesan, mereka pun mengirimnya tanpa kemasan plastik,” katanya.
Astrid Indrasari, Product Manager The Body Shop, membenarkan adanya program pengurangan sampah plastik dalam kampanye besar perusahaan terhadap produk ramah lingkungan. Program bertajuk Bring Back Our Bottle tersebut mengajak para pengguna tak membuang sisa kemasan produk perawatan ke tempat sampah. Mereka bisa membawa kemasan kosong tersebut kembali ke toko.
Semua botol tersebut kemudian akan diolah dan didaur ulang sehingga menjadi produk baru, seperti botol atau kemasan lain. “Dengan ini, angka waste (sampah) berkurang,” ujarnya.
FRANSISCO ROSARIANS, ECKA PRAMITA, FELIN LORENSA (MAGANG)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo