Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

hukum

Operasi di Probolinggo Pernah Bocor

Komisi Pemberantasan Korupsi sudah menerima informasi perkara dagang jabatan yang melibatkan Bupati Probolinggo dan suaminya, Hasan Aminuddin, sejak dua tahun lalu. Gagal operasi karena sering bocor.

4 September 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pegawai KPK tak lolos tes wawasan kebangsaan di balik operasi tangkap tangan Bupati Probolinggo.

  • Mereka berstatus non aktif.

  • Berjanji bisa dengan mudah menyeret Harun Masiku.

DARI Ibu Kota, Harun Al Rasyid dan Farid Andhika ikut begadang bersama mantan anak buahnya yang sedang berada di Probolinggo, Jawa Timur, akhir Agustus lalu. Meski keduanya berstatus nonaktif, tujuh personel Satuan Tugas Penyelidik dan Pengaduan Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi—kedua tim ini pernah dipimpin Harun dan Farid—kerap berkonsultasi perihal tahap operasi tangkap tangan (OTT) Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari dan suaminya, Hasan Aminuddin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bimbingan itu membuahkan hasil. Satgas KPK menangkap Puput dan Hasan dengan tuduhan menerima uang suap pengangkatan kepala desa pada Senin dinihari, 30 Agustus lalu. Setelah operasi itu, Harun—yang dijuluki “Raja OTT”—mengaku lega. “Tim di lapangan sempat waswas karena berbagai hal,” katanya kepada Tempo di Bogor, Jawa Barat, pada Kamis, 2 September lalu. Apa saja hal itu?

Bagaimana Anda dan Farid membantu operasi tangkap tangan di Probolinggo?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Keduanya bagai raja kecil di sana. Citranya bagus, tapi sebenarnya banyak main. Makanya operasinya sedikit berisiko. Tim yang turun (Satgas Penyelidik dan Tim Pengaduan Masyarakat) itu mantan anak buah saya dan Farid. Kami berperan sebagai konsultan karena mereka meminta bimbingan. Kami tidak bisa terlibat langsung karena berstatus nonaktif lantaran KPK menganggap kami tak lulus tes wawasan kebangsaan.

Apa benar OTT ini mendadak?

Tim KPK baru turun pada Rabu, 25 Agustus lalu. Namun kasus Probolinggo eskalasinya sudah tinggi. Makanya tinggal menunggu saat yang tepat. Menurut pengalaman saya, hanya butuh satu-dua hari sampai seminggu lalu kasus bakal dibungkus. Tapi saya tidak bisa memberikan perintah karena status nonaktif. Jadi tim lapangan saya beri contoh OTT di Nganjuk, Jawa Timur, Mei lalu. Tim mengikuti pergerakan lalu dijelaskan bagaimana membungkus karena kasus ini sudah voltooid (tindak pidana yang sudah sempurna).

Harun Al Rasyid/Dok. Harun Al Rasyid

Kabarnya penyelidikan di Probolinggo sempat bocor?

Iya, pernah bocor sebulan sebelumnya. Kasus jual-beli jabatan juga, kala itu kepala dinas. Kali ini, saya bilang ke anak-anak, kalian sudah berhari-hari di situ, jangan sia-sia. Itu sebabnya saya sampaikan ke tim bahwa kalian sudah berbulan-bulan bekerja, tapi kalau terlalu banyak orang tahu, kasus ini akan berantakan.

Siapa yang membocorkan?

Sudahlah, lupakan saja masa lalu itu.

Benarkah ada upaya dari pihak lain agar Bupati Puput tidak menjadi tersangka?

Saya tidak tahu hasil pemeriksaannya. Saya dan Farid juga tidak boleh turun ke lapangan, melakukan gelar perkara, ataupun memeriksa. Saya sempat mengirim pesan WhatsApp ke Direktur Penyelidikan dan pemimpin KPK lain agar minta dilibatkan karena eskalasi kasus ini tinggi. Pak Direktur melarang karena mempertimbangkan aspek formal, rawan dipermasalahkan.

Bagaimana awal penyelidikan kasus ini?

Aduan soal lelang jabatan ini sudah dua tahun lalu disampaikan saat saya masih aktif. Ada uang yang sudah masuk juga untuk jabatan kepala dinas. Teman-teman di daerah juga bercerita soal permainan di pengadaan, diduga sudah diatur Hasan dan kelompoknya.

Ada info bahwa mereka juga memainkan bantuan sosial nontunai?

Kabarnya demikian, saya juga baru tahu. Bisa saja nanti penyidik membuka kasus baru.

Soal TWK, apakah Anda dan pegawai lain yang tak lulus masih ingin bertahan di KPK?

Kami sebenarnya hanya ingin prosesnya dilakukan secara benar dan bertanggung jawab, tidak sewenang-wenang dan mengabaikan hak asasi. Itu sebabnya kami tetap berharap Presiden Joko Widodo turun tangan.

Apa yang akan Anda dan teman-teman lakukan setelah berhenti pada November mendatang?

Ya, pergi masing-masing. Dari 57 orang ini memang tidak sama. Sebenarnya bisa kalau diangkat atau ditempatkan di instansi lain. Cuma misi kami yang utama adalah menggagalkan rencana buruk dari pihak lain.

Kali ini soal perburuan Harun Masiku. Bagaimana perkembangannya?

Aku ingin segera aktif. Setidaknya meskipun belum dilantik, tapi aktif, itu Harun Masiku pasti aku geret.

Tapi pimpinan KPK mengatakan Harun Masiku di luar negeri dan tak bisa mengirim tim karena pandemi?

Bukan seperti itu. Harun Masiku ada, kami tahu posisinya. Tinggal keseriusan pimpinan.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus