Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

hukum

Hakim Tunggal Putusan Janggal

Hakim Pengadilan Negeri Surabaya, Itong Isnaeni Hidayat, menjadi tersangka suap gugatan pailit PT Soyu Giri Primedika. Kerap memberikan vonis ringan.

 

29 Januari 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Hakim Pengadilan Negeri Surabaya, Itong Isnaeni Hidayat, diduga menerima suap dengan memanfaatkan peran hakim tunggal.

  • Pernah dihukum dalam modus yang sama pada 2011.

  • Panitera pengganti diduga menjadi perantaranya dengan pengacara penggugat.

HAKIM tunggal Pengadilan Negeri Surabaya yang menangani gugatan pailit terhadap PT Soyu Giri Primedika, Itong Isnaeni Hidayat, tak muncul di ruang sidang pada Kamis, 20 Januari lalu. Padahal para pengacara perusahaan manajemen rumah sakit itu sudah menunggunya. “Saya dapat kabar sidangnya ditunda,” kata Michael Christ Hariyanto, pengacara PT Soyu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tak ada penjelasan dari panitera atau petugas pengadilan tentang penundaan sidang itu. Michael, yang membawa lengkap timnya, pun bersiap meninggalkan pengadilan. Beberapa jam kemudian ia mendengarkan hakim Itong ditangkap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi. “Ternyata dia memainkan gugatan ini,” ucapnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tak hanya Itong yang tercokok. Petugas KPK pun menangkap Hamdan, panitera pengganti perkara ini, juga Achmad Prihantoyo dan Abdul Madjid serta kuasa hukum mereka, Hendro Kasiono. Rupanya, sebelum Itong membacakan putusan, ketiganya bertemu untuk memberikan uang suap. KPK menangkap mereka dalam operasi tangkap tangan (OTT).

Prihantoyo dan Madjid menggugat Muhammad Sofyanto dan Yudi Her Oktaviano, pemilik saham PT Soyu Giri. Keduanya meminta hakim membubarkan perusahaan ini karena urusan bisnis. Prihantoyo adalah mantan direktur PT Soyu Giri.

Penangkapan hakim Itong itu tergolong senyap dan singkat. Sehari sebelum penangkapan, penyidik KPK mendapatkan informasi bakal ada penyerahan uang tunai dari Hendro Kasiono kepada Hamdan di area parkir pengadilan di Jalan Arjuno 16. Dua jam kemudian, petugas KPK meringkus keduanya dengan barang bukti uang Rp 140 juta.

Dari interogasi kepada keduanya, penyidik KPK secara paralel menjemput Itong, Prihantoyo, dan Dewi, anggota staf Hendro. Mereka dibawa ke kantor Kepolisian Sektor Genteng. Dari sana KPK menerbangkan mereka ke Jakarta.

Menurut Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango, duit Rp 140 juta itu merupakan uang muka dari Rp 1,3 miliar yang dijanjikan Hendro kepada Itong yang akan diberikan melalui Hamdan. Besel itu adalah suap agar Itong mengabulkan gugatan Prihantoyo dan Madjid membubarkan PT Soyu Giri Primedika.

Jika Itong Isnaeni membubarkan perusahaan itu, keduanya bakal ketiban aset rumah sakit di Pasuruan, Jawa Timur. Nilai aset rumah sakit yang dikelola PT Soyu Giri sekitar Rp 50 miliar. 

Hamdan dan Itong setuju atas permintaan itu. Mereka bahkan sesumbar bisa mengawal perkara ini hingga tingkat Mahkamah Agung. “IHH lalu meminta imbalan uang,” kata Nawawi.

Secara bukti hukum, gugatan keduanya lemah. Menurut Michael Christ, permintaan pembubaran perusahaan tak bisa diajukan lewat pengadilan, tapi melalui rapat umum pemegang saham. Sementara itu, gugatan pokok Prihantoyo adalah tentang kepemilikan saham yang sudah ia jual kepada Yudi Her Oktaviano pada 7 Januari 2019 senilai Rp 6,25 miliar. Michael mengaku punya bukti guna mematahkan tuduhan Prihantoyo terhadap Yudi dan Sofyanto yang tak menyetor modal ke perusahaan.

Itu sebabnya Michael dalam eksepsinya meminta hakim membawa perkara ini ke ranah sengketa, bukan gugatan perdata seperti yang diajukan Hendro Kasiono. “Hakim Itong menolak dan tetap melanjutkan sidang ini sebagai gugatan perdata dengan hakim tunggal,” tutur Michael. Menurut hukum acara, kata dia, penanganan gugatan perdata juga tak bisa memakai hakim tunggal, karena minimal harus ada tiga hakim.

Rupanya, bukan perkara hukum PT Soyu Giri saja yang ia tangani sendiri. Hakim Itong Isnaeni kerap menangani perkara perdata dengan pemutus satu hakim. Karena itu, menurut juru bicara Mahkamah Agung Andi Samsan Nganro, hakim Itong Isnaeni pernah kena sanksi pada 2011. 

Kala itu, Itong bertugas di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Lampung. Dia menjadi pengadil seorang diri untuk perkara berat itu. Menurut Andi Samsan, seharusnya perkara narkotik ditangani oleh majelis hakim. Badan Pengawasan Mahkamah Agung merekomendasikan Itong dijatuhi sanksi nonpalu selama satu tahun. “Sanksi berupa pemindahan ke Pengadilan Negeri Bengkulu,” tutur Andi Samsan.

Saat masih bertugas di Lampung pada 2011 itu juga Itong membebaskan mantan Bupati Lampung Timur, Satono, dan mantan Bupati Lampung Tengah, Andy Achmad Sampurna Jaya. Satono didakwa terlibat korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Lampung Timur 2008 senilai Rp 119 miliar. Sedangkan Andy diduga menggangsir dana APBD Lampung Tengah 2008 senilai Rp 28 miliar.

Mahkamah Agung menganulir putusan Itong itu. Hakim agung di tingkat kasasi menghukum Andy 12 tahun penjara dan Satono 15 tahun bui.

Rekam jejak Itong juga menunjukkan ia kerap menjatuhkan putusan ringan selama bertugas di Pengadilan Negeri Surabaya. Misalnya, ia pernah menghukum notaris Musdalifah satu tahun bui dalam perkara pemalsuan akta autentik. Untuk perkara tiga terdakwa mafia tanah, Itong hanya menghukum mereka 6 bulan penjara.

Komisi Yudisial juga beberapa kali menerima aduan ihwal putusan janggal hakim Itong Isnaeni. “Satu di antaranya pernah dijatuhi rekomendasi sanksi Y pada 2016,” ujar juru bicara Komisi Yudisial, Miko Ginting.

Rekomendasi sanksi ini berkaitan dengan penanganan perkara di Pengadilan Negeri Bengkulu pada 2015. Komisi Yudisial menilai putusan Itong tidak adil. Sayangnya, Miko enggan menjelaskan lebih detail semua laporan yang menyeret Itong Isnaeni sehingga Komisi perlu mengganjarnya dengan sanksi karena tidak semuanya disertai bukti. 

Dua pengacara yang biasa bersidang di Pengadilan Negeri Surabaya mengatakan para hakim tak terlihat aktif meminta uang kepada para pihak yang beperkara. “Biasanya panitera pengganti yang vulgar menerima pemberian di salah satu tempat makan di belakang pengadilan,” ucap salah seorang pengacara.

Michael Christ berharap pengadilan meninjau ulang perkara yang ditangani Itong dalam gugatan kepemilikan saham dan pembubaran PT Soyu Giri setelah KPK menangkapnya. “Kami sudah mengajukan ke pengadilan untuk ditinjau ulang. Mau sidang ulang atau apa pun mekanismenya, kami siap mengikuti putusan,” tutur Michael.

Saat pengumuman tangkap tangan hakim Itong Isnaeni, KPK menghadirkannya di muka wartawan. Ia membantah jika disebut menerima suap dalam pengaturan putusan PT Soyu Giri. Mengenakan rompi oranye dan berdiri menghadap ke tembok, Itong tiba-tiba berbalik badan.

Ia membantah pernyataan Nawawi Pomolango yang saat itu sedang menyampaikan kronologi operasi tangkap tangan dan detail penerimaan suap. “Maaf, ini tidak benar. Saya tidak pernah menjanjikan apa pun,” ujar Itong.

Hakim Itong Isnaeni Hidayat dengan tegas membantah semua penjelasan Nawawi Pomolango dengan menyebutnya “omong kosong.” “Ndak benar semua,” katanya.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus