Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Kendari - Penyidik Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara (Sultra) kembali menetapkan dua tersangka dugaan korupsi pertambangan jual beli ore nikel PT Antam (Persero) di Blok Mandiodo-Tapunggaya-Tapumeya Kabupaten Konawe Utara. Kedua tersangka itu yakni AS selaku kuasa Direktur PT Cinta Jaya, dan RC, Direktur PT Tristaco Mineral Makmur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Dua perusahaan berperan menyediakan dokumen terbang alias “dokter” kepada PT Lawu Agung Mining (LAM)," ujar Asisten Intel Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra, Ade Hermawan, di Gedung Kejati Sultra, Rabu, 16 Agustus 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Peran AS dan RC yakni telah menerbitkan dokumen ore nikel yang berasal dari penambangan IUP PT Antam seolah-olah berasal dari wilayah izin penambangan dari kedua perusahaan tersebut. Akibat perbuatan tersangka tersebut, hasil penambangan nikel di wilayah IUP Antam yang dilakukan oleh Lawu Agung Mining tidak diserahkan ke PT Antam. Akan tetapi, ore nikel dijual ke pemilik smelter yang ada di Morosi dan Morowali yang hasilnya dinikmati oleh PT Lawu Agung Mining sehingga menimbulkan kerugian negara.
Tersangka AS sebelumnya diperiksa sebagai saksi oleh penyidik kemudian ditingkatkan statusnya sebagai tersangka. AS akan ditahan selama 20 hari ke depan. “Sedangkan RC tidak memenuhi panggilan penyidik. Namun penyidik sudah memiliki alat bukti yang cukup sehingga RC ditetapkan sebagai tersangka,” ucap Ade.
Penyidik kembali menjadwalkan memanggil RC sebagai tersangka pada Rabu, 23 Agustus 2023. Menurut Ade, penyidik terus mengembangkan perkara dugaan korupsi pertambangan ini. Sejak kasus ini bergulir pada Februari lalu, total sudah ada 12 tersangka dugaan korupsi tambang yang kerugiannya menurut perhitungan sementara mencapai Rp 5,7 triliun.
Sekitar 12 tersangka kini mendekam di hotel prodeo itu berasal dari kalangan pengusaha yakni, pemilik PT Lawu Agung Mining Windu Aji Sutanto, OFS dan GS selaku Direktur Lawu Agung Mining, serta pelaksana lapangan GS.
Selanjutnya perusahaan penyedia dokumen terbang, Direktur Utama PT Kabaena Kromit Pratama AA. Kemudian Manajer PT Antam UPBN Konawe Utara HW. Lalu ada dari Kementerian ESDM yakni SM dan EVT. SM adalah Kepala Geologi Kementerian ESDM sementara EVT menjabat sebagai Evaluator RKAB dan Anggaran Biaya.
Pada 2 Agustus 2023, Kejati menetapkan YB selaku koordinator RKAB di Kementerian ESDM sebagai tersangka. Sepekan berikutnya pada 9 Agustus, Ridwan Jamaludin selaku eks Direktur Jenderal Mineral Batubara Kementerian ESDM dan HJ sebagai sub-koordinator RKAB Kementerian ESDM juga ditetapkan sebagai tersangka.
Sejak disidik pada Februari lalu, total hampir 100 orang telah diperiksa. Kejati Sultra mengungkap terus mengembangkan penyidikan sehingga kemungkinan tersangka masih bisa bertambah.
Pilihan Editor: Pencahar Nikel Ilegal