Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif PARA Syndicate sekaligus pendiri Kawal Bansos Ari Nurcahyo mengatakan pendataan Bantuan Sosial yang tidak satu pintu membuat celah-celah bagi politisasi bansos. Salah satu bantuan sosial yang bermasalah adalah kasus penyewelengan dana bantuan sosial Covid-19. Ditambah rumitnya proses penerimaan bansos menurutnya yang membuka peluang itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Skema bansos itu dari Pemerintah Pusat ada 7 jenis. Empat existing program dan tiga tambahan bantuan," kata Ari, dalam diskusi daring, Senin 20 Juli 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ari mengatakan di luar tujuh hal tersebut pun, masih ada bansos lain yang dikeluarkan oleh Pemerintah provinsi dan kabupaten/ kota.
Seluruh bansos tersebut, kata dia, yang bisa menyalurkannya adalah kepala daerah masing-masing. Sehingga Gubernur, Bupati, atau Walikota adalah pihak yang mendata siapa saja warga yang mendapatkan Bansos dan yang tidak.
"Kepala daerah yang melakukan assesment, mana data yang bisa direkomendasikan ke Mensos atau mana data yang layak menerima bantuan baik oleh provinsi kabupaten/ kota," ujarnya.
Ari mengatakan hal tersebut menimbulkan konflik kepentingan. Membuka celah dari unsur pendataan yang kisruh jadi ruang intervensi mempolitisasi Bansos.
Ia mengatakan seharusnya ada managemen tunggal terkait pendataan penerima Bansos. Ari menyarankan, bisa juga tekoneksi dengan Kementerian Dalam Negeri karena penerima Bansos berdasarkan Kartu Keluarga.
"Seharusnya (pendataan) satu pintu, dan terkoneksi dengan Kemendagri misalnya. Karena satuan penerima bansos itu Kartu Keluarga."
FIKRI ARIGI