Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa lima saksi dugaan korupsi di lingkungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan wilayah Semarang, Jawa Barat. Kelima saksi diperiksa untuk tersangka Yofi Oktarisza (YO).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Pada Kamis, 3 Oktober, pemeriksaan dilakukan di Gedung KPK Merah Putih," kata juru bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto dalam keterangan resmi, Jumat, 4 Oktober 2024. Tessa menyebut para saksi diperiksa untuk didalami pengetahuan dan peran saksi dalam pengaturan lelang dan pemberian fee pada dugaan korups di lingkungan DJKA.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adapun kelima saksi yang diperiksa, yakni Eko Budiono selaku wiraswasta, Yulari Pramuraharjo selaku karyawan BUMN/Kepala Divisi pada PT PP (Persero), Sabdoyono Wiyasa H. W. selaku karyawan BUMN/PT Wijaya Karya (Persero), Wicaksono Indarto, ST selaku ASN Kemenhub, serta IR Dadan Fuad Hamdani selaku karyawan swasta.
Bekas Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) asal Balai Teknik Perkeretaapian Kelas 1 Jawa Bagian Tengah atau BTP Semarang periode 2017 sampai 2021, Yofi Oktarisza, menjadi tersangka kasus korupsi proyek DJKA. Direktur Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Asep Guntur Rahayu mengatakan Yofi diduga menerima fee dari rekanannya untuk pemenangan lelang barang dan jasa dalam proyek jalur kereta api.
"Dengan besaran 10 sampai 20 persen dari nilai paket pekerjaan yang diperuntukkan,” ujar Asep saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kamis, 13 Juni 2024. Yofi sebagai PPK diduga terlibat mengatur rekanan tertentu untuk menjadi pemenang lelang. Sebelum lelang, kata Asep, para calon pemenang dikumpulkan oleh PPK baik di kantor PPK maupun lokasi tertentu seperti di hotel.
PPK memberikan arahan tertentu kepada rekanan lelang, seperti metode pekerjaan, alat, dan dukungan lain-lain dalam proyek. Setelah itu PPK akan memberikan arahan khusus kepada staf dari masing-masing rekanan.
Kemudian, PPK diduga memberikan arahan kepada rekanan lain agar saling mendukung satu sama lain. “Misalnya dengan ikut sebagai perusahaan pendamping dan tidak saling bersaing karena sudah diberikan jatah masing-masing,” kata Asep Guntur.
Dalam pengumpulan fee, Yofi Oktarisza, diduga menunjuk pengusaha bernama Dion Renato Sugiarto untuk mengumpulkan fee atau sebagai pengepul uang dari rekanan lain yang ikut dalam pengerjaan paket proyek DJKA ini. Dion diketahui memiliki tiga perusahaan, yaitu PT Istana Putra Agung, PT Prawiramas Puriprima, dan PT Rinenggo Ria Raya, yang ikut dalam proyek di lingkungan Direktorat Prasarana DJKA Kemenhub, termasuk di BTP Wilayah Jawa Bagian Tengah.
Setelah itu, fee yang masuk dicatat oleh Suyanto dan Any Sisworatri. Mereka berdua merupakan karyawan bagian keuangan dari perusahaan milik Dion Renato.
Dion sendiri sudah dihukum tiga tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider lima bulan kurungan oleh hakim Pengadilan Negeri Semarang. Kasus yang menjerat Yofi Oktarisza ini pun sebagai tindak lanjut dari kasus suap terhadap PPK di BTP Semarang atas nama Bernhard Hasibuan dan Kepala BTP Kelas 1 Semarang Putu Sumarjaya.
Asep Guntur Rahayu mengatakan, Yofi selama menjabat PPK menangani 32 paket pekerjaan barang dan jasa. “18 Paket pekerjaan barang dan jasa lanjutan dari PPK sebelumnya dan 14 paket pekerjaan pegadaan barang dan jasa baru di lingkungan BTP Wilayah Jawa Bagian Tengah,” ucapnya.