Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PENGESAHAN revisi kedua Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) pada 4 Januari 2024 memantik sejumlah kontroversi. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 itu dituding mengancam kebebasan berekspresi masyarakat karena masih mencantumkan pasal pencemaran nama.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Revisi undang-undang yang diusulkan pemerintah itu pun dianggap tak mengakomodasi usul sejumlah pihak. Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Semuel Abrijani Pangerapan mengklaim sudah menemui banyak pihak sebelum mengusulkan draf itu ke Dewan Perwakilan Rakyat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berikut ini penjelasan pria yang juga mendapat mandat sebagai ketua panitia kerja pemerintah itu kepada wartawan Tempo, Riky Ferdianto dan Avit Hidayat, di kantornya pada 12 Januari 2024.
Kenapa pemerintah merevisi Undang-Undang ITE?
Inisiatif itu beranjak dari kasus Baiq Nuril di Mataram pada 2019. Dia itu kan sebenarnya korban, bisa bebas jeratan hukum karena adanya pemberian grasi dari presiden. Tapi peradilan tetap menyatakan dia bersalah. Padahal kami sudah memberi pembelaan kesaksian dalam persidangan. Dari situ kami menganalisis di mana letak rumusan pasal yang bermasalah. Dalam undang-undang yang baru, korban tidak boleh dikriminalisasi.
Bagaimana awalnya rancangan revisi Undang-Undang ITE itu diajukan pemerintah?
Kami mendapat penugasan mewakili pemerintah setelah terbit surat presiden pada November 2021. Ketika itu pemerintah baru saja menerbitkan surat keputusan bersama pedoman implementasi Undang-Undang ITE. Prosesnya cukup panjang. Pembahasan draf tersebut sebelumnya sudah diawali dengan pertemuan yang difasilitasi Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan. Semua stakeholder kami undang.
Mengapa prosesnya baru dikebut menjelang akhir 2023?
Maunya dipercepat, tapi pemerintah dan DPR bersepakat mendahulukan pembahasan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Karena undang-undang lain nanti harus selaras dengan ketentuan KUHP. Tahun 2023 kami sepakati jadi batas akhir. Kalau gagal disepakati, harus di-roll over dan masuk antrean program legislasi nasional lagi. Khawatir tenaga dan semangat teman-teman habis.
Kenapa pasal pencemaran nama masih ada?
Di banyak negara penerapan pasal ini masih ada. Yang membedakan adalah mekanisme penyelesaiannya, pidana atau gugatan ganti rugi. Pasal ini tidak bisa hilang karena sudah diatur dalam KUHP yang bakal efektif berlaku pada 2026. Undang-Undang ITE hanya menyelaraskan norma yang ada. Tapi kami batasi untuk pencemaran nama terhadap pribadi, bukan jabatan atau institusi.
Koalisi masyarakat sipil memprotes karena usul mereka tidak diakomodasi. Apa tanggapan Anda?
Kami paham tuntutan mereka. Kebebasan berpendapat dalam iklim demokrasi memang harus dijaga. Protes dan demonstrasi tidak boleh dipidana. Tapi kami juga tidak bisa menutup begitu saja dan menyediakan jaring regulasi bagi mereka yang punya niat jahat dengan sengaja menyebarkan fitnah dan merendahkan martabat seseorang. Makanya, dalam pembahasan, pasal itu tetap dipertahankan.
Kenapa pemerintah dan DPR tak transparan saat proses pembahasan?
Pelibatan masyarakat sipil dilakukan setengah kamar, baik oleh pemerintah maupun DPR. Kami menerima masukan dari semua pemangku kepentingan, tidak hanya dari masyarakat sipil. Kalangan industri dan asosiasi yang menjadi obyek regulasi ini juga kami akomodasi. Tapi rumusan akhir bergantung pada mekanisme pembahasan bersama DPR. Prosesnya panjang. Ada 14 kali pertemuan, bahkan harus menginap di hotel.
Kenapa ada pasal yang memberi kewenangan pemerintah memblokir saluran informatika?
Proses blokir berbeda dengan pengaturan konten berita. Pasal ini berlaku untuk menjerat pelaku kriminal seperti penyedia platform judi online atau situs porno.
Apakah pasal itu akan ditujukan kepada media massa?
Mekanisme penyelesaian produk berita menggunakan rezim hukum yang berbeda. Prosedur penyelesaiannya harus lewat Dewan Pers dulu. Saya pastikan undang-undang ini tidak mengadopsi gagasan pembredelan terhadap media massa.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Revisi Undang-Undang ITE Bukan untuk Membredel Media Massa"