Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

hukum

Sumber Uang Suap Syahrul Yasin Limpo: Saweran Para Pejabat Kementerian Pertanian

Pejabat Kementerian Pertanian diduga rutin menyawer Syahrul Yasin Limpo selama 2020-2023. Menggunakan duit kas bendahara.

19 Mei 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
material-symbols:fullscreenPerbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERJALANAN dinas Menteri Pertanian kala itu, Syahrul Yasin Limpo, ke Brasil membuat jajaran Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian pontang-panting mencari uang pada Mei 2022. Mereka mencari cara singkat mendapatkan Rp 300 juta untuk mengganti uang kas bendahara. Sebelumnya, mereka berutang kepada bendahara untuk membiayai kebutuhan Syahrul selama di luar negeri.

Mereka sebenarnya rutin mengumpulkan uang setiap bulan untuk biaya operasional menteri. Tapi fulus yang dikumpulkan kerap kurang. Itu sebabnya mereka selalu menggunakan uang kas sebagai dana talangan. “Karena permintaan itu seringnya mendadak,” kata Kepala Bagian Umum Sekretariat Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Edi Eko Sasmito kepada Tempo pada Jumat, 17 Mei 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sejak Februari 2024, Syahrul menjalani sidang perkara pencucian uang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Penggunaan anggaran negara di Direktorat Jenderal Tanaman Pangan itu menjadi salah satu temuan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi dalam surat dakwaan Syahrul. KPK menahan pria 69 tahun itu dalam kasus pemerasan dan gratifikasi sejak Oktober 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jaksa menampilkan catatan saweran Direktorat Jenderal Tanaman Pangan tersebut serta direktorat lain dalam persidangan Syahrul pada Rabu, 15 Mei 2024. Dari paparan jaksa, terungkap duit Rp 300 juta yang dikeluarkan bendahara Direktorat Jenderal Tanaman Pangan untuk kebutuhan Syahrul dikirim pada 24 Mei 2022. Tiga hari berikutnya, mereka kembali mengirimkan uang sebesar Rp 275 juta.

Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Suwandi di Kementerian Pertanian, Jakarta, 9 Oktober 2023./Antara/Farhan Arda Nugraha

Edi Eko Sasmito menjadi salah satu saksi dalam persidangan hari itu. Saat bersaksi, Edi mengatakan Sekretaris Direktorat Jenderal Tanaman Pangan kala itu, Bambang Pamuji, memanggil para direktur untuk mengikuti rapat. Solusi yang diambil adalah mereka menunjuk penanggung jawab di lima direktorat untuk membahas pengganti duit di kas yang sudah digunakan untuk membiayai perjalanan Syahrul di luar negeri. “Kami harus mengumpulkan iuran sekitar Rp 100 juta,” ujar Edi.

Itu bukan saweran perdana Direktorat Jenderal Tanaman Pangan untuk Syahrul. Mereka pernah menyetor Rp 600 juta untuk membiayai kunjungan Syahrul ke Belgia pada September 2021. Saweran itu lagi-lagi kurang. Sebulan berikutnya, mereka kembali mengirim uang untuk menutup kekurangan biaya perjalanan Syahrul. “Setelah perjalanan dinas, ada kekurangan dana Rp 173 juta,” ucap Bambang Pamuji, yang turut menjadi saksi pada hari itu.

Edi mengatakan permintaan uang itu acap kali disampaikan mendadak. Meski memprotes, mereka tetap mematuhi kebutuhan Syahrul. Sialnya, uang yang diminta kerap lebih besar daripada iuran yang sudah dikumpulkan. “Terpaksa pinjam uang di bendahara,” tutur Edi. Masalahnya, uang itu harus segera dikembalikan ke bendahara. Sementara itu, iuran yang dikumpulkan hanya Rp 30 juta per bulan.

Direktur Jenderal Tanaman Pangan Suwandi mengatakan perintah mengumpulkan iuran berasal dari eks Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian, Kasdi Subagyono. Kasdi juga menjadi terdakwa dalam kasus ini. Suwandi mengatakan Kasdi mengancam para direktur jenderal agar mau mengumpulkan saweran. Jika tak dipatuhi, akan ada risiko yang harus ditanggung. Sepanjang 2020-2023, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan sudah menyetor Rp 6,55 miliar untuk Syahrul.

Surat dakwaan jaksa KPK juga mengungkap para pegawai eselon I yang ikut menyawer Syahrul berasal dari sepuluh direktorat dan unit. Total uang yang dinikmati Syahrul selama 2020-2023 mencapai Rp 44,5 miliar. Selain menahan Kasdi, KPK sudah menahan kaki tangan Syahrul yang lain, yaitu bekas Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Muhammad Hatta.

Uang pungutan turut dinikmati istri dan anak Syahrul. Istrinya dituding menerima barang senilai total Rp 938,94 juta. Anak Syahrul disebut menikmati uang Rp 992,29 juta. Putra Syahrul yang bernama Kemal Redindo juga pernah meminta uang kepada Direktur Jenderal Perkebunan Sukim Supandi untuk membeli aksesori mobil.

Di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Sukim mengatakan bertemu dengan Kemal saat bertandang ke Makassar, Sulawesi Selatan, kota asal Syahrul Yasin Limpo. Ia kemudian menghubungi dan meminta persetujuan Sekretaris Direktorat Jenderal Perkebunan Heru Tri Widarto. Heru juga memberi persetujuan. Pejabat di Direktorat Jenderal Perkebunan lantas mulai memberi urunan hingga terkumpul Rp 111 juta. Uang itu akhirnya diserahkan kepada ajudan Kemal. “Diterima oleh pria bernama Aliandri di Makassar, orang yang bekerja dengan Kemal,” ucap Sukim.

Tempo berupaya menyambangi kantor Kemal di Dinas Ketahanan Pangan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan di Jalan Dr Ratulangi, Makassar, pada Kamis, 16 Mei 2024. Namun Sekretaris Dinas Ketahanan Pangan Sulawesi Selatan itu tak berada di ruangan kantornya. 

Pegawai di sana mengatakan Kemal tidak pernah berkantor dalam sepekan ini karena ada urusan di luar kota. Dua rumahnya di Jalan Pelita Raya, Rappocini, dan perumahan Griya Panakkukang Indah, Kota Makassar, juga tak berpenghuni. Kuasa hukum Syahrul, Djamaludin Koedoeboen, membantah dugaan bahwa uang itu dinikmati Kemal. Dia menjelaskan, uang tersebut dipakai untuk perbaikan tiga-empat mobil milik Kementerian Pertanian di Makassar.

Penyanyi Nayunda Nabila selepas memenuhi panggilan penyidik sebagai saksi perihal aliran uang dari mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 13 Mei 2024./Tempo/Imam Sukamto 

Anak Syahrul lain yang diduga menikmati aliran uang itu adalah Indira Chunda Thita, anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat, yang antara lain menangani bidang energi, dari Fraksi NasDem. Namanya turut disebut berkali-kali dalam sidang Syahrul.

Mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian, Bambang Pamuji, mengakui pihaknya pernah mengumpulkan uang untuk keperluan Indira. Bendahara Direktorat Jenderal Tanaman Pangan mencatat adanya transfer dana Rp 21,5 juta untuk biaya perangkat sistem suara dan sewa vila di Bali senilai Rp 32,5 juta pada 2021 kepada Indira.

Bukan hanya itu, bendahara mentransfer uang Rp 20 juta ke rekening bank cucu Syahrul, Andi Tenri Bilang Radisyah Melati. Setahun kemudian, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan mengeluarkan biaya Rp 12,5 juta untuk pembelian tiket dan Rp 200 juta guna keperluan suntik stem cell bagi Indira. Bambang menyebutkan semua permintaan uang datang dari Panji Harjanto, ajudan Syahrul. Total iuran yang diminta mencapai Rp 1,1 miliar.

Dihubungi lewat akun WhatsApp-nya, Panji tak mau menjawab pertanyaan Tempo. “Maaf, saya sedang dinas ke luar kota,” kata Panji pada Kamis, 16 Mei 2024.

Laporan pemeriksaan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan juga menemukan adanya aliran uang yang janggal di rekening Indira Chunda Thita dan Andi Tenri Bilang Radisyah Melati. Indira tercatat pernah menerima kiriman uang dari pegawai Kementerian Pertanian. Panji mengirimkan total Rp 120 juta, sementara Muhammad Hatta senilai Rp 106 juta. Hatta pun mengirimkan dana Rp 40 juta ke rekening Andi, anak perempuan Indira.

Kuasa hukum Syahrul dan keluarga, Djamaludin Koedoeboen, tak membantah kabar bahwa saweran pejabat eselon I Kementerian Pertanian ini digunakan untuk membayar keperluan anak kliennya. Namun Syahrul disebutkan tak tahu-menahu soal aliran dana iuran ke kantong anak-anak ataupun cucunya. “Mana ngurusi dia hal-hal begituan,” ucap Djamaludin.

Uang yang dikumpulkan juga diduga mengalir ke Partai NasDem, partai asal Syahrul. Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian mengirimkan dana ke Partai NasDem sebesar Rp 40,12 juta pada 2020-2022. Pada Maret 2024, Bendahara Umum Partai NasDem Ahmad Sahroni membenarkan adanya aliran dana Rp 40 juta dari Syahrul ke rekening partai. Uang itu diklaim sebagai dana sumbangan untuk korban gempa Cianjur, Jawa Barat. Uang tersebut sudah dikembalikan ke KPK.

Sebelumnya, Partai NasDem juga mengembalikan Rp 820 juta ke komisi antirasuah. Dalam persidangan, terungkap mantan staf khusus Syahrul, Joice Triatman, meminta uang tersebut kepada eks Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian, Kasdi Subagyono. Kasdi meneruskan permintaan ini kepada Direktorat Jenderal Perkebunan.

Jaksa KPK, Meyer Volmar Simanjuntak, menyebutkan dana Rp 820 juta diberikan kepada Joice. Selanjutnya, Syahrul mengirimkan uang tersebut ke Partai NasDem sebanyak tiga kali pada 2023. Dalam kuitansi yang dipegang jaksa tertera bahwa uang itu ditujukan untuk keperluan administrasi dan pendaftaran bakal calon legislatif. “Tanda terimanya sebagai pencalonan bakal calon legislatif, Pak SYL,” tutur Meyer.

Joice Triatman juga meminta Direktur Jenderal Tanaman Pangan Suwandi membeli lukisan yang dijual dalam acara amal di Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat, pada Agustus 2023. Suwandi berujar, lukisan itu dibanderol lebih dari Rp 200 juta. Sementara itu, uang yang diminta Joice Rp 100 juta. Padahal saat itu uang iuran pejabat Direktorat Jenderal Tanaman Pangan sudah habis.

Sekretaris Jenderal Partai NasDem Hermawi Taslim memastikan Indira dan Joice masih tercatat sebagai anggota partai. Hermawi enggan mengomentari perkara yang menimpa para kader NasDem ini. “Tidak elok mengomentari proses persidangan yang sedang berlangsung,” katanya. Meyer Volmar Simanjuntak mengatakan sebagian besar iuran pejabat eselon I mengalir ke Syahrul dan Partai NasDem.

Bekas Koordinator Substansi Rumah Tangga Kementerian Pertanian, Arief Sopian, turut bersaksi pernah diminta mentransfer uang Rp 30 juta ke rekening Bank Mandiri milik penyanyi Nayunda Nabila pada 25 November 2022. Meyer memaparkan, sekretaris jenderal hingga beberapa direktorat di Kementerian Pertanian sering mentransfer sejumlah uang kepada Nayunda. “Sesuai dengan perintah Pak SYL,” ujarnya.

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri menduga aliran dana dari pejabat Kementerian Pertanian ke keluarga Syahrul, partai politik, dan Nayunda adalah pencucian uang. Ia menuturkan, komisi antirasuah masih memproses penyidikan kasus dugaan pencucian uang Syahrul. “KPK terus mengembangkan penelusuran aset dan aliran uang Kementerian Pertanian,” katanya.

Anggota IV BPK Haerul Saleh (kiri) saat memberikan laporan laporan hasil pemeriksaan keuangan Kementerian Pertanian tahun 2022 kepada Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo di Balai Embrio Ternak Cipelang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, 25 Juli 2023./Antara/HO-Kementan.

Salah satu informasi yang terungkap dalam persidangan Syahrul adalah rencana pemberian pin emas kepada semua pejabat eselon I pada 2022. Direktur Jenderal Hortikultura Prihasto Setyanto mengatakan pin itu diberikan untuk merayakan pemberian predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan.

Pin berbentuk bintang tiga ini menjadi salah satu barang bukti yang dipegang jaksa untuk mengusut kasus dugaan pemerasan oleh Syahrul. “Kami mendapatkan informasi ternyata untuk membuat pin ada sharing iuran dari masing-masing eselon I,” tutur Prihasto saat bersaksi dalam pengadilan. Pihaknya pun terpaksa membayar iuran sesuai dengan perintah.

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan juga harus menyawer guna membayar pin yang dibagikan mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian, Kasdi Subagyono, pada 2022. Uang yang dikucurkan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan mencapai Rp 20 juta. “Ada pembelian pin emas di Makassar dan kami diminta mengganti,” ucap Kepala Bagian Umum Sekretariat Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Edi Eko Sasmito.

Cerita di balik pemberian predikat WTP itu juga mencuat di pengadilan. Salah seorang saksi mengatakan ada permintaan uang dari auditor BPK, Victor Daniel Siahaan, kepada Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Hermanto. Nama Anggota IV BPK Haerul Saleh juga terseret. Hermanto bersaksi uang Rp 12 miliar itu diperlukan guna memuluskan langkah BPK memberikan opini WTP untuk laporan keuangan Kementerian Pertanian tahun anggaran 2022. Sebab, BPK menemukan kejanggalan dalam anggaran proyek food estate di Kementerian Pertanian.

Hermanto lantas menyampaikan permintaan ini kepada Muhammad Hatta. Alasannya, Hermanto merasa Hatta yang memiliki akses komunikasi dengan Syahrul. Belakangan, Hermanto memperoleh informasi bahwa pemberian uang itu benar adanya. Kementerian Pertanian hanya sanggup membayar uang pelicin senilai Rp 5 miliar.

Kuasa hukum Hatta, Nursal, membenarkan bila kliennya disebut pernah dititipi pesan oleh direktur dan Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian. Hatta kemudian berupaya mencari sumber pendanaan uang pelicin untuk BPK tersebut. “Saya belum tanya persis dari mana alokasi pembayaran itu,” ujar Nursal.

Djamaludin Koedoeboen menyampaikan BPK pernah mengundang Kementerian Pertanian untuk menghadiri pertemuan di kantor lembaga audit keuangan negara itu pada 2022 atau 2023. BPK mengingatkan ada beberapa program Kementerian Pertanian yang harus diperbaiki lantaran tidak terealisasi sesuai dengan tenggat. Djamaludin tak mendetailkan program yang dimaksud. 

Syahrul Yasin Limpo ditengarai bertemu dengan Haerul. Tapi mereka tak membahas predikat WTP. Syahrul mengaku tak tahu-menahu mengenai pembahasan uang untuk BPK. “Saya enggak ngerti, dibawa-bawa gitu,” katanya kepada Tempo selepas menjalani sidang.

Dalam keterangan tertulis, BPK menyatakan audit laporan keuangan di Kementerian Pertanian sudah sesuai dengan standar dan pedoman pemeriksaan. BPK memiliki sistem untuk menangani laporan dugaan pelanggaran etik dan program pengendalian gratifikasi. Tujuannya adalah mencegah auditor dan pimpinan BPK melanggar kode etik. “Oknum di BPK yang terbukti melanggar kode etik akan diberi hukuman melalui Majelis Kehormatan Kode Etik,” tulis BPK dalam situs webnya. Anggota Majelis Kehormatan Kode Etik BPK, Agus Surono, menyatakan belum ada proses pemeriksaan dugaan pelanggaran etik terhadap Haerul Saleh ataupun Victor Daniel.

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan pihaknya sudah memeriksa Syahrul ihwal dugaan suap ke BPK. Muhammad Hatta dan Kasdi Subagyono juga telah dimintai keterangan. Ali menerangkan, ketiga terdakwa kasus pemerasan ini diperiksa untuk mengusut dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan pemeriksa BPK pada Auditorat Utama Keuangan Negara IV. “KPK memfasilitasi pemeriksaan saksi,” tuturnya.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Fajar Pebrianto, Mutia Yuantisya, dan Didit Hariyadi dari Makassar berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Saweran Dirjen untuk Pak Menteri"

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus