Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PERSIDANGAN kasus pencucian uang eks Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta mengungkap sejumlah kesaksian baru. Dalam surat dakwaan yang dibacakan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), uang yang dikumpulkan mencapai Rp 44,5 miliar. Saksi mengatakan, selain digunakan untuk kepentingan pribadi anak dan istri Syahrul, uang tersebut diduga mengalir ke anggota Badan Pemeriksa Keuangan. Nama anggota BPK, Haerul Saleh, ikut terseret.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ditemui di sela persidangan pada Rabu, 15 Mei 2024, Syahrul mengaku tidak mengetahui adanya uang pelicin untuk auditor BPK. “Saya tidak mengerti.” Pengacara Syahrul, Djamaludin Koedoeboen, juga membantah dugaan kliennya pernah memerintahkan penyerahan uang kepada BPK. Tapi ia membenarkan kabar bahwa Syahrul pernah menjamu Haerul. Berikut ini petikan wawancara Djamaludin dengan wartawan Tempo, Lani Diana, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta selepas persidangan Syahrul pada Rabu itu.
*
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Benarkah Syahrul Yasin Limpo memerintahkan penyuapan anggota BPK?
Sejujurnya, Pak Syahrul enggak tahu. Itu kreasi pegawai di bawah saja. Coba lihat di persidangan, siapa bertemu dengan siapa, kemudian hal itu didiskusikan dengan pejabat eselon I. Awalnya memang ada undangan dari BPK dalam rangka memverifikasi kegiatan di Kementerian Pertanian. Ada program yang menurut BPK harus berjalan lebih cepat karena range waktu mau akhir tahun tapi belum berjalan.
(Catatan: Dalam keterangan tertulis, setelah sidang Syahrul Yasin Limpo, BPK menyatakan akan menindak pihak yang terlibat melalui sistem penegakan kode etik bila memang ada kasus pelanggaran integritas.)
Program apa?
Ada beberapa di direktorat jenderal. Makanya Pak Menteri meminta pejabat eselon I memberi atensi untuk mengadakan perbaikan berdasarkan apa yang disampaikan BPK.
Benarkah ada pertemuan antara BPK dan Kementerian Pertanian?
Betul, diundang ke kantor BPK sekitar 2022 atau 2023. Ada Pak Menteri dan Pak Haerul Saleh juga.
Apakah ada pembicaraan soal predikat wajar tanpa pengecualian?
Tidak ada. Kemarin, saya khusus bertanya kepada Pak Syahrul dan dijawab tidak ada urusannya, karena itu hal teknis.
Kenapa para pegawai Kementerian Pertanian patungan menyetor uang kepada Syahrul?
Ketika itu masih masa Covid-19, lalu mereka urunan untuk memperlancar kerja Kementerian karena anggarannya justru turun.
Atas perintah Syahrul?
Perintah dari Pak Menteri tidak ada. Ini kreasi pegawai eselon I untuk menunjang kinerja. Anggaran tidak ada, sementara harus menyewa pesawat ke Papua dan Aceh. Ketika itu tidak ada pesawat reguler ke sana.
Uang dari mana?
Memang bukan dari duit pribadi mereka, itu anggaran program.
Syahrul tahu ada iuran ini sejak kapan?
Dia baru tahu ketika ada masalah di KPK.
Kenapa uang setoran itu juga dinikmati keluarga Syahrul?
Ini yang saya cecar kepada saksi di persidangan. Siapa yang punya inisiatif memberi duit kepada anak beliau? Melalui siapa? Mereka selalu katakan ini atas perintah pimpinan.
Pimpinan itu maksudnya Menteri Pertanian?
Bukan, pimpinan di atas mereka, yakni kepala bagian, kepala biro, sekretaris direktorat jenderal, baru kemudian direktur jenderal. Makanya saya tanyakan kepada para dirjen yang bersaksi, kenapa tidak melapor ke menteri padahal bisa bertanya langsung?
Syahrul tidak tahu ada uang masuk ke anak-anaknya?
Mana dia urus hal-hal seperti itu? Kalau Pak Menteri mau, proyek di Kementerian Pertanian itu ratusan triliun rupiah. Kenapa tidak ambil dari proyek saja?
Siapa yang meminta uang kepada pejabat untuk anak Syahrul?
Itu si Panji Hartanto, ajudan Pak Syahrul. Dia nakal.
Nakal bagaimana?
Itu sudah banyak terbuka di persidangan. Dia yang berinisiatif mengambil duit dari mana-mana. Seperti dulu Pak Menteri dapat hibah senjata dan pistol dari orang, lalu malah dia remburs ke Kementerian Pertanian dan ketahuan. Ada lagi misalnya disuruh beli handphone dua, dibeli tiga, lalu dia pakai yang satu.
(Catatan: Dihubungi lewat WhatsApp, Panji Hartanto mengatakan tak bersedia diwawancarai karena sedang berada di luar kota.)
Masak, dia seberani itu?
Kenapa tidak berani kalau sudah kalap dengan duit? Sekarang gini, dia tidak diancam siapa-siapa, lalu kenapa berlindung di Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban? Seolah-olah dia yang paling bersih, lalu dia yang buka ini kasus. Jangan begitu, lah.
(Catatan: Sejak April 2024, Panji Hartanto, mantan sopir dan kepala rumah tangga Syahrul Yasin Limpo, mendapat perlindungan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban.)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini berjudul "Pegawai Eselon I yang Memerintahkan Setor Uang"