Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di Moon Restaurant di ÂkawaÂsan Jalan Pasar Wetan, ÂSurabaya, Susi (bukan nama sebenarnya), siswa SMA kelas I, diperkenalkan dengan Mochamad Hasan Ahmad pada 5 April lalu. Datang bersama Nita, 16 tahun, temannya, pelajar tersebut dibawa oleh Dea Ayu Setya alias Lia dan Dini Rahmawati. Dua perempuan berumur 22 tahun itu lebih dulu mengenal anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sampang dari Partai Persatuan Pembangunan yang biasa dipanggil Ihsan ini.
Setelah bersantap, bersama Lia, Susi diajak Ihsan bersenandung di tempat karaoke yang letaknya tak jauh dari Moon Restaurant. Di sana Ihsan memperkenalkan Susi dengan seorang pria yang dipanggil Mohdin. Bersama Mohdin, dengan mobil Honda Odyssey berpelat nomor L-1824-QR milik Ihsan, mereka berkeliling Kota Surabaya.
Namun ini bukan sekadar pelesir. Di dalam mobil, Ihsan meminta Susi menikah siri dengannya. Adapun yang bertindak sebagai "wakil" Susi, ya, sang Mohdin. Ihsan memberikan uang mahar Rp 50 ribu untuk pernikahÂan di atas jalanan itu. Adapun jika minta cerai, Susi cukup disuruh membayar Rp 10 ribu.
Rupanya ini cara Ihsan melampiaskan hawa nafsunya. Setelah "menikahi" Susi, ia membawa gadis 16 tahun itu masuk Hotel Pitstop di Jalan Semut Baru. Bersama Lia, mereka masuk kamar yang dipesan Ihsan. Lia memilih berdiam di kamar mandi, sementara Ihsan merayu Susi agar bersedia berhubungan badan dengan dirinya. Susi berontak dan kabur dari hotel yang tarifnya per enam jam Rp 180 ribu itu.
Esoknya, kepada Nita, Susi menceritakan pengalamannya bersama anggota Dewan itu. Pembicaraan dua pelajar itu didengar Anan, ayah Nita. Anan murka dan meminta Susi menceritakan detail kejadian itu. Bersama ayahnya, Susi lalu melaporkan pengalamannya bersama Ihsan itu ke Kepolisian Resor Kota Surabaya.
Maka disusunlah skenario membekuk Ihsan. Senin dua pekan lalu, Susi menghubungi Lia dan meminta ia dipertemukan lagi dengan "suaminya" itu. Bersama Lia, Dini, dan Nita, Susi sepakat bertemu dengan Ihsan di Giant Hypermarket, Jalan Diponegoro. Ihsan benar-benar muncul dan memboyong Susi, Lia, serta Dini ke Hotel Pitstop. Di kamar nomor 105 itu, Lia lagi-lagi bertugas menunggu di kamar mandi. Adapun Dini berjaga-jaga di luar hotel. Saat mereka sudah berada di kamar hotel itulah sejumlah polisi mendobrak pintu hotel dan menangkap Ihsan.
Kepada penyidik, Ihsan mengaku, sebelum meniduri para gadis ABG, ia selalu menikahi mereka dengan cara siri. Semua perempuan itu, ujar dia, didapat dari Lia dan Dini. Kepada Tempo, Ihsan mengaku bahwa kawin siri itu selalu berlangsung di dalam mobil. Ia menyatakan sudah sembilan perempuan yang ia perlakukan seperti itu. "Kalau saya mau kencan, ya, saya hubungi Mohdin itu." Kepada yang ditidurinya, ia memberikan uang Rp 1,5-2 juta. Adapun untuk Lia dan Dini Rp 100 ribu.
Lia mengaku sudah menyetor enam gadis kepada Ihsan. Semuanya di bawah umur alias belum 18 tahun. Satu di antaranya masih keponakannya sendiri. Tapi ibu dua anak itu menolak jika dituding menjebak para gadis itu. "Mereka sendiri yang minta. Malah ada yang berangkat sendiri," katanya.
Kepolisian Surabaya menetapkan Lia dan Dini sebagai tersangka kasus perdagangan anak. Adapun Ihsan tersangka pencabulan anak di bawah umur. Menurut Kepala Sub-Bagian Humas Kepolisian Kota Besar Surabaya Komisaris Suparti, Ihsan dijerat dengan Pasal 81 dan 82 Undang-Undang Perlindungan Anak. Ia terancam hukuman penjara hingga 15 tahun.
Perkara "kawin siri menuju pencabulan" ini juga menutup karier politik Ihsan. "Perbuatannya memalukan, melanggar aturan partai dan syariat Islam. Kami pecat dia," ujar Ketua Dewan Pimpinan Wilayah PPP Jawa Timur Musyaffa' Noer. Sementara rekan-rekannya tengah ke sana-kemari bersiap-siap maju lagi menjadi anggota DPR, pria 44 tahun itu kini mendekam di ruang tahanan Kepolisian Resor Surabaya. Kasusnya segera dilimpahkan ke kejaksaan.
Febriyan (Jakarta) Agita Sukma Listyanti (Surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo