Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Wali Kota Kendari nonaktif Adriatma Dwi Putra dan ayahnya yang juga bekas Wali Kota Kendari Asrun dihukum 8 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Jaksa menyatakan keduanya terbukti menerima suap dari Direktur PT Sarana Bangun Nusantara Hasmun Hamzah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami menuntut menyatakan terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," kata jaksa KPK Ali Fikri saat membaca surat tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu, 3 Oktober 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut jaksa, keduanya terbukti menerima uang Rp 2,8 miliar dari Hasmun. Uang itu diberikan agar Hasmun mendapatkan jatah proyek pembangunan jalan Bungkutoko-Kendari New Port tahun anggaran 2018-2020.
Sementara, menurut jaksa, Asrun juga menerima uang Rp 4 miliar dari Hasmun semasa menjabat sebagai Wali Kota Kendari. Uang itu diberikan agar Hasmun mendapatkan jatah proyek pembangunan Kantor DPRD Kota Kendari 2014-2017 dan proyek pembangunan Tambat Labuh Zona III Taman Wisata Teluk (TWT)-Ujung Kendari Beach tahun anggaran 2014-2017.
Jaksa mengatakan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Kendari, Fatmawaty Faqih menjadi perantara Asrun dan Andriatma dalam menerima suap itu.
Menanggapi tuntutan tersebut, Adriatma irit bicara. "Doakan saja ya," kata dia usai sidang. Sementara Asrun enggan berkomentar.
KPK menetapkan Asrun dan Adriatma sebagai tersangka kasus ini, setelah menggelar operasi senyap di Kendari pada 1 Maret 2018. Saat itu KPK menangkap Adriatma, Asrun, Fatimah, dan Hasmun di lokasi berbeda. KPK juga menyita uang miliaran rupiah. KPK menduga uang itu akan dipakai Asrun untuk kampanye sebagai calon gubernur pada Pilkada Sulawesi Utara 2018.