Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sekutu sayap kanan dalam pemerintahan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengancam akan keluar dari koalisi jika gencatan senjata permanen dengan Hizbullah tercapai. Itamar Ben-Gvir, Ketua Partai Kekuatan Yahudi, mengancam akan menangguhkan kerja sama dengan koalisi jika kesepakatan sementara tercapai.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Jika gencatan senjata sementara menjadi permanen, kami akan mengundurkan diri dari pemerintahan," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ini adalah tanda terbaru dari ketidaksenangan pemerintah garis keras Netanyahu terhadap upaya gencatan senjata internasional.
Jika Ben-Gvir meninggalkan koalisi, Netanyahu akan kehilangan mayoritas parlemennya dan dapat membuat pemerintahannya jatuh, meskipun para pemimpin oposisi telah mengatakan bahwa mereka akan menawarkan dukungan untuk kesepakatan gencatan senjata.
Menteri Keuangan Bezalel Smotrich, yang mengepalai salah satu dari dua faksi nasionalis-religius dalam koalisi tersebut, mengatakan bahwa Hizbullah harus dihancurkan dan bahwa hanya dengan menyerahnya Hizbullah, maka para pengungsi dapat kembali.
"Musuh tidak boleh diberi waktu untuk pulih dari pukulan berat yang diterimanya dan untuk mengorganisir kembali untuk kelanjutan perang setelah 21 hari," katanya dalam sebuah pernyataan.
Netanyahu, yang meninggalkan Israel pada Kamis untuk berpidato di Perserikatan Bangsa-Bangsa, belum memberikan tanggapan langsung terhadap proposal gencatan senjata tersebut. Sebelum pergi, ia mengulangi janjinya untuk memastikan bahwa puluhan ribu warga Israel yang dievakuasi dari daerah perbatasan utara dapat kembali ke rumah.
Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant menyetujui "kelanjutan aktivitas ofensif [militer Israel] di Lebanon terhadap Hizbullah, demikian laporan Times of Israel, yang mengutip kantor Gallant.
Menurut kantornya, Gallant bertemu dengan kepala staf angkatan darat, Letnan Jenderal Herzi Halevi, kepala Direktorat Operasi, Mayor Jenderal Oded Basiuk, dan kepala Direktorat Intelijen, Mayor Jenderal Shlomi Binder untuk menyetujui kelanjutan rencana militer melawan Hizbullah.
Dalam pertemuan tersebut, empat pejabat juga mengamati serangan udara di Beirut, yang dilaporkan oleh Radio Angkatan Darat Israel menargetkan seorang komandan senior Hizbullah.
Amerika Serikat dan Prancis, yang didukung oleh sekutu-sekutu lainnya, menyerukan gencatan senjata selama 21 hari di sepanjang "Garis Biru" Israel-Lebanon, garis demarkasi antara kedua negara, untuk memungkinkan kedua belah pihak berunding guna mencari penyelesaian diplomatik atas konflik tersebut. Israel telah melancarkan serangan udara terberat terhadap Lebanon sejak perang tahun 2006 selama sepekan terakhir, menewaskan lebih dari 600 orang, seiring berbulan-bulan baku tembak lintas batas dengan gerakan Hizbullah yang didukung Iran, yang semakin mendekati perang habis-habisan.
Israel telah melancarkan serangan udara terberat terhadap Lebanon sejak perang tahun 2006 selama sepekan terakhir, menewaskan lebih dari 600 orang, seiring dengan berbulan-bulan pertempuran lintas batas dengan gerakan Hizbullah yang didukung Iran yang semakin mendekati perang habis-habisan.
Hizbullah telah menembakkan ratusan rudal ke target-target di Israel termasuk, untuk pertama kalinya, pusat ekonomi negara itu, Tel Aviv, meskipun sistem pertahanan udara Israel telah memastikan bahwa kerusakan yang ditimbulkan terbatas.
REUTERS | AL JAZEERA
Pilihan Editor: Netanyahu Bantah Terima Proposal Gencatan Senjata Lebanon