Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Luar Negeri India Subrahmanyam Jaishankar membantah komentar Presiden Amerika Serikat Joe Biden bahwa xenophobia menjadi faktor penghambat pertumbuhan ekonomi India, The Economic Times (ET) melaporkan pada Sabtu, 4 Mei 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jaishankar menolak gagasan tersebut ketika berbicara kepada ET pada pertemuan meja bundar, Jumat. Ia menyatakan bahwa perekonomian India kuat dan bahwa negara Asia Selatan tersebut justru terbuka dan menyambut beragam budaya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Pertama, perekonomian kita tidak goyah,” katanya, seperti dikutip dari ET. “Menurut saya, dalam sejarah dunia, India merupakan masyarakat yang sangat terbuka … banyak orang dari berbagai masyarakat datang ke India.”
Seperti diketahui, awal pekan ini, Joe Biden mengatakan xenophobia di Cina, Jepang dan India menghambat pertumbuhan di masing-masing negara, sementara migrasi berdampak baik bagi perekonomian AS.
Apa itu Xenophobia?
Dikutip dari Teen Vogue, xenophobia berasal dari dua kata Yunani, yakni xenos yang berarti orang asing dan phobos yang berarti takut atau panik. Namun kata tersebut sebenarnya neo-Yunani, menurut George Makari profesor psikiatri di Weill Cornell Medical College. Kata tersebut diciptakan pada 1880-an untuk menggambarkan cara berpikir tentang gelombang pertama globalisasi .
Menurut Merriam-Webster, xenofobia didefinisikan sebagai ketakutan dan kebencian terhadap orang asing atau apa pun yang aneh, yang pada dasarnya berbeda dengan rasisme.
Dikutip dari European Center for Populism Studies, xenophobia dan rasisme sering kali tumpang tindih namun berbeda karena rasisme didasarkan pada karakteristik fisik. Rasisme didefinisikan sebagai keyakinan bahwa ras penentu utama sifat dan kapasitas manusia dan bahwa perbedaan ras menghasilkan superioritas yang melekat pada ras tertentu.
Pada dasarnya, xenophobia adalah ketakutan yang tak rasional terhadap orang asing atau yang asing, sedangkan rasisme keyakinan bahwa ras tertentu secara inheren lebih baik daripada ras lain.
Bentuk diskriminasi lainnya, seperti antisemitisme dan Islamofobia , menyasar kelompok tertentu, seperti Yahudi, dan Muslim, sedangkan xenofobia ditujukan kepada siapa saja yang dianggap asing atau asing.
Xenophobia dalam politik
Secara harfiah xenophobia berarti ketakutan atau kebencian terhadap orang asing atau yang asing, telah menjadi fenomena yang makin mendominasi dalam ranah politik di banyak negara.
Dalam konteks politik, xenophobia merujuk pada sikap atau kebijakan yang mengecam, mendiskriminasi, atau menolak individu atau kelompok berdasarkan asal-usul nasional, etnis, atau agama mereka. Penggunaan xenofobia dalam politik sering kali dimanfaatkan untuk tujuan tertentu, tetapi juga memiliki dampak yang luas pada stabilitas sosial dan politik.
Menurut Makari, penulis Of Fear and Strangers: A History of Xenophobia, xenophobia adalah senjata politik yang ampuh. Pada pergantian abad ke-21, xenophobia mencapai puncaknya setelah peristiwa 9/11 di Amerika Serikat. Setelah tragedi itu, umat Islam disudukan, diintimidasi, dan diawasi atas nama keamanan nasional.
Beberapa tahun kemudian, ketika Donald Trump, yang saat itu hanya seorang maestro real estate dan pembawa acara reality TV, menyebarkan teori konspirasi tentang Presiden Barack Obama. Hal itu merupakan gambaran mengerikan tentang apa yang akan terjadi dalam kampanye Trump, hingga ia menang menjadi presiden. Pandangan xenophobia menjadi salah satu prinsip utama Trumpisme.
KAKAK INDRA PURNAMA | NABIILA AZZAHRA
Pilihan editor: Partai Demokrat AS Kirim Surat ke Joe Biden Minta Cegah Serangan Israel di Rafah