Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

internasional

Kekalahan Kamala Harris, Warga Arab Amerika: 'Kami Sudah Peringatkan'

Kamala Harris kalah dari Donald Trump dalam pemilihan Presiden AS, seberapa besar pengaruh suara warga Arab Amerika?

7 November 2024 | 16.53 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ketika Fox News menyebut Pennsylvania memenangkan Donald Trump pada Rabu dini hari, 6 November 2024, dan memastikan bahwa ia akan menjadi presiden Amerika Serikat berikutnya, hanya ada segelintir aktivis Arab yang masih bertahan di sebuah pesta nonton bareng di Dearborn, Michigan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Genosida adalah politik yang buruk," kata salah satu peserta di acara tersebut, yang memiliki bendera Palestina dan Lebanon yang tergantung di luar pintunya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kandidat presiden dari Partai Demokrat, Kamala Harris, dianggap mengabaikan seruan Masyarakat untuk mempertimbangkan kembali dukungan tanpa syarat AS untuk Israel. Harris terus berulang-ulang menyatakan bahwa “hak Israel untuk mempertahankan diri” padahal telah terjadi kekejaman brutal di Gaza dan Lebanon.

Aktivis Adam Abusalah mengatakan bahwa salah satu alasan mengapa Harris kalah adalah keputusannya untuk berpihak pada Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dengan mengorbankan basis pendukung Partai Demokrat, yaitu warga Amerika keturunan Arab dan Muslim, serta kaum muda dan kaum progresif.

“Ini bukan salah kami. Mereka tidak bisa menjelek-jelekkan komunitas kami,” kata Abusalah.

“Kami telah memperingatkan Partai Demokrat selama lebih dari satu tahun, dan Partai Demokrat terus meremehkan apa yang sedang terjadi.”

Ia menambahkan bahwa pesan utama Harris kepada komunitas Arab adalah untuk memperingatkan bahaya kepresidenan Trump. Taktik ini gagal karena para pemilih di daerah tersebut sangat fokus pada perang yang terus berlanjut di Timur Tengah yang mempengaruhi banyak dari mereka secara pribadi.

Pergeseran di Dearborn

Di daerah pinggiran kota Dearborn yang berpenduduk mayoritas Arab, kemarahan atas serangan Israel yang didukung AS ke Gaza dan Lebanon terlihat nyata di kotak suara.

Harris kalah di kota itu dari Trump dengan selisih lebih dari 2.600 suara. Presiden Joe Biden mengalahkan Trump dengan selisih lebih dari 17.400 suara - selisih lebih dari 20.000 suara yang membantu mantan presiden dari Partai Republik itu merebut kembali Michigan.

Kandidat presiden dari Partai Hijau, Jill Stein, yang memusatkan penentangan terhadap perang dalam platformnya, juga tampil relatif baik di kota itu, meningkatkan dukungan partainya dari 207 suara pada 2020 menjadi lebih dari 7.600 suara tahun ini.

Hussein Dabajeh, seorang konsultan politik Amerika keturunan Lebanon di wilayah Detroit, mencatat bahwa anggota Kongres Rashida Tlaib, dari Partai Demokrat, secara signifikan mengungguli Harris di Dearborn, menerima lebih dari 9.600 suara daripada sang wakil presiden.

"Komunitas Arab mengatakan bahwa kami anti-genosida. Kami mendukung kandidat yang mendukung komunitas, dan kami menentang kandidat yang menentang komunitas," kata Dabajeh kepada Al Jazeera.

Masih belum jelas apa arti kepresidenan Trump bagi warga Arab dan Muslim Amerika serta negara ini pada umumnya.

"Saya harap ini adalah sesuatu yang baik. Saya berharap negara ini bersatu. Saya harap Demokrat sadar," kata Dabajeh.

Meskipun mantan presiden ini memiliki sejarah panjang dalam pernyataan dan kebijakan anti-Muslim dan anti-imigran, ia telah berjanji untuk membawa "perdamaian" ke wilayah tersebut.

Trump juga melunakkan nada antagonisnya terhadap orang Arab dan Muslim saat ia mendekati komunitas mereka di Michigan.

Dia membawa para pejabat dan imam Arab dan Muslim ke atas panggung dalam rapat umum dan menyebut mereka sebagai "orang-orang hebat".

Trump juga mengunjungi Dearborn dan mendengarkan langsung tuntutan untuk mengakhiri perang, yang gagal dilakukan Harris.

Ali Alfarjalla, seorang agen real estate Amerika keturunan Irak berusia 32 tahun di Dearborn, mengatakan bahwa dengan segala kekurangannya, Trump mewakili sebuah perubahan dari pemerintahan Biden-Harris yang selama ini tanpa ragu-ragu mendukung serangan Israel ke Gaza dan Lebanon.

Ia menekankan bahwa pemilu bukanlah akhir dari keterlibatan politik, dengan mengatakan bahwa masyarakat akan menekan Trump untuk memenuhi janjinya untuk membawa perdamaian ke wilayah tersebut.

"Ini tidak berhenti sampai di sini," kata Alfarjalla kepada Al Jazeera.

"Kami harus bekerja lebih keras untuk memastikan isu-isu kami didengar - untuk menghentikan genosida di Gaza, menghentikan invasi ke Lebanon selatan, dan membiarkan Palestina memiliki negara sendiri. Kami sangat berharap akan hal itu. Itu adalah prioritas utama kami untuk komunitas ini."

Serangkaian Kesalahan Kampanye Harris

-Kampanye "lesser of two evils" yang dilakukan oleh para pendukung Harris kepada masyarakat menjadi bumerang karena banyak pemilih yang tidak dapat melihat kejahatan yang lebih buruk daripada pemerintah yang menyediakan bom yang membunuh keluarga mereka dan menghancurkan kampung halaman mereka.

-Pada Konvensi Nasional Partai Demokrat di Chicago pada bulan Agustus, kampanye Harris menolak tuntutan untuk mengizinkan pidato dari seorang pembicara Palestina.

-Kandidat dari Partai Demokrat tersebut juga menolak permintaan pertemuan dari Uncommitted Movement, yang didirikan pada saat proses pemilihan pendahuluan Partai Demokrat untuk menekan Biden terkait dukungan tanpa syaratnya terhadap Israel.

-Tidak seperti Trump, Harris tidak mengunjungi Dearborn, pusat kekuatan politik dan keuangan Arab-Amerika secara de-facto, selama kampanyenya. Sebaliknya, Harris bertemu dengan para "pemimpin" Arab dan Muslim yang dipilihnya sendiri di Flint, sekitar satu jam di utara Detroit, bulan lalu.

-Harris menggandeng Liz Cheney di Michigan dan menyambut dukungan ayahnya, mantan Wakil Presiden Dick Cheney - arsitek dari apa yang disebut "Perang Melawan Teror" yang menghancurkan Timur Tengah. Banyak aktivis Arab-Amerika yang menyebut pelukan Harris kepada keluarga Cheney sebagai bentuk pengabaian terhadap komunitas mereka.

-Berbicara di bawah tanda kampanye Harris minggu lalu, mantan Presiden Bill Clinton mengklaim bahwa Hamas "memaksa" Israel untuk membunuh warga sipil Palestina dan menyatakan bahwa Zionisme telah ada sebelum Islam.

-Dari sisi kebijakan, Harris tidak memberikan janji konkret kepada masyarakat - bahkan dalam ranah politik arus utama yang dapat diterima - seperti membuka kembali misi diplomatik Palestina di Washington, DC, atau melanjutkan pendanaan untuk badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA).

Perilaku kampanye tersebut membuat beberapa pendukungnya mempertanyakan apakah kandidat dari Partai Demokrat tersebut tidak lagi menganggap komunitas Arab.

Wali Kota Dearborn Abdullah Hammoud juga mencatat bahwa kampanye Harris ragu-ragu untuk melibatkan warga Amerika keturunan Arab secara langsung.

"Mereka tidak ingin mengetuk pintu-pintu yang menurut mereka akan membuat percakapan menjadi berlarut-larut, dan suara mungkin tidak akan ada di sana," ujar sang walikota kepada Al Jazeera sebelum pemilihan.

Intinya, banyak warga Amerika keturunan Arab yang mengatakan bahwa mereka telah bertahan selama empat tahun di bawah kepemimpinan Trump, sementara banyak kerabat mereka di Palestina dan Lebanon yang tidak bertahan di bawah kepemimpinan Biden-Harris.

AL JAZEERA

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus