Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Swiss telah mengirimkan rancangan undang-undang ke parlemen perihal denda bagi orang-orang yang melanggar aturan larangan penutup wajah pada Rabu, 12 Oktober 2022. Para pelanggar aturan itu nantinya bisa didenda hingga US$ 1.000 atau sekitar Rp 15,3 juta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rancangan undang-undang itu mengikuti referendum tahun lalu tentang pelarangan penutup wajah. Larangan yang diusulkan juga dikenal sebagai "larangan burqa", didukung oleh 51,2 persen pemilih. Namun pada saat itu aturan itu dikritik sebagai Islamofobia dan seksis.
Setelah berkonsultasi, kabinet mempermudah seruan untuk menetapkan larangan dalam hukum pidana dan denda bagi pelanggarnya hingga US$ 10 ribu atau Rp 153 juta.
“Larangan menutupi wajah bertujuan untuk memastikan keamanan dan ketertiban umum. Hukuman bukan prioritas," demikian isi pernyataan pemerintah.
Inisiatif untuk melarang penutup wajah diluncurkan oleh Egerkinger Komitee, sebuah kelompok yang mencakup politikus Partai Rakyat Swiss sayap kanan. Mereka mengorganisasi perlawanan terhadap klaim kekuasaan Islam politik di Swiss.
Rancangan undang-undang tersebut tidak menyebutkan burqa atau nikab atau cadar, tetapi melarang orang menyembunyikan wajahnya di tempat umum seperti transportasi umum, restoran, atau saat berjalan di jalanan. Mata, hidung, dan mulut harus terlihat.
Menurut RUU itu, seorang perempuan muslim boleh mengenakan hijab yang menutupi rambutnya, tetapi tidak boleh mengenakan nikab, pakaian yang hanya memperlihatkan mata atau burqa, kerudung seluruh tubuh yang juga menutupi wajah. Namun mereka diperbolehkan memakainya di tempat-tempat ibadah.
Ada pengecualian lain yang mencakup penutup wajah untuk alasan keamanan, iklim, atau kesehatan. Misalnya, orang diizinkan memakai masker untuk melindungi diri dari Covid-19.
Sebelumnya, kelompok muslim mengutuk larangan tersebut. “Mematuhi aturan berpakaian dalam konstitusi bukanlah perjuangan pembebasan bagi perempuan tetapi langkah mundur ke masa lalu,” kata Federasi Organisasi Islam di Swiss seraya menambahkan perdebatan tersebut telah merugikan nilai-nilai Swiss tentang netralitas, toleransi, dan perdamaian.
Sejumlah 5 persen dari 8,6 juta penduduk Swiss adalah muslim. Sebagian besar berasal dari Turki, Bosnia dan Herzegovina, serta Kosovo. Menurut perkiraan Universitas Lucerne, hanya sekitar 30 perempuan yang memakai nikab di negara itu.
Swiss merupakan satu dari lima negara yang melarang penggunaan penutup wajah. Prancis melarang pemakaian cadar di depan umum pada 2011, sedangkan Denmark, Austria, Belanda, dan Bulgaria memiliki larangan penuh atau sebagian pada penutup wajah di depan umum.
Amnesty International menyebutkan larangan penggunaan penutup wajah sebagai kebijakan berbahaya yang melanggar hak-hak perempuan, termasuk kebebasan berekspresi dan beragama.
AL JAZEERA