Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Duta Besar Amerika Serikat untuk Uganda, William Popp, telah diberi ultimatum untuk meminta maaf kepada Presiden Uganda Yoweri Museveni atau meninggalkan Uganda, kata Kepala Pasukan Pertahanan, Jenderal Muhoozi Kainerugaba, Jumat, 5 Oktober 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam serangkaian tulisan yang diterbitkan di X, Kainerugaba yang juga putra sulung Museveni, mengatakan bahwa Popp tidak menghormati Presiden, dan juga merongrong konstitusi Uganda.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Jika Duta Besar AS saat ini tidak meminta maaf kepada Mzee (Presiden Museveni) secara pribadi pada Senin pagi (9.00 pagi) atas perilakunya yang tidak diplomatis di negara kami, kami akan menuntutnya untuk meninggalkan Uganda," katanya.
Dia lebih lanjut menambahkan bahwa Uganda sangat menghormati Amerika Serikat, tetapi semakin meragukan niatnya dan mencurigai bahwa Amerika Serikat bekerja melawan pemerintah Gerakan Perlawanan Nasional, yang didirikan oleh Presiden Museveni, yang telah memerintah Uganda sejak tahun 1986.
Matthew Miller, Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS, dalam sebuah pernyataan kepada The EastAfrican, mengatakan bahwa Amerika Serikat merupakan mitra internasional terbesar dan terlama dengan Uganda dan rakyat Uganda dengan hubungan yang telah terjalin selama lebih dari 60 tahun.
"Hampir $1 miliar (sekitar Rp3,7 triliun) yang kami keluarkan setiap hari mendukung lembaga-lembaga dan organisasi-organisasi lokal untuk meningkatkan kesehatan, pendidikan, dan kemakmuran jutaan rakyat Uganda. Kedutaan Besar, Duta Besar, dan pemerintah Amerika Serikat terus bekerja secara langsung dan normal setiap hari dengan pihak berwenang Uganda dalam berbagai masalah," katanya.
"Sesuai dengan hukum AS, Amerika Serikat berkomitmen untuk mendukung keadilan bagi para korban dan pertanggungjawaban mereka yang terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia di seluruh dunia. Hal ini termasuk menolak atau membatasi visa perjalanan untuk mengunjungi Amerika Serikat bagi individu yang terbukti melakukan pelanggaran. Sebagai negara sahabat, kami mempertahankan dialog yang terbuka dan jujur dengan pihak berwenang Uganda tentang perlindungan hak asasi manusia sebagaimana tercantum dalam Konstitusi Uganda dan deklarasi serta perjanjian internasional," tambah pernyataan tersebut.
Sejak Popp ditunjuk sebagai utusan Washington pada September 2023, semakin banyak pejabat Uganda yang dikenai sanksi. Dalam minggu ini saja, empat petugas polisi ditambahkan ke dalam daftar hitam Departemen Luar Negeri AS, atas tuduhan pelanggaran hak asasi manusia, termasuk penyiksaan.
Laporan-laporan lokal berspekulasi bahwa kedutaan besar AS telah berkolaborasi erat dengan organisasi-organisasi non-pemerintah, serta kekuatan oposisi di negara itu.
Sejarah anti-penjajahan Uganda
Kainerugaba mengklarifikasi bahwa sikapnya bukan karena masalah pribadi terhadap Popp, melainkan "masalah nasional," dan menekankan bahwa "tidak ada negara asing yang akan mendominasi Uganda lagi," mengacu pada pemerintahan kolonial Inggris di Uganda dari tahun 1894 hingga 1962.
Pada Agustus, kepala militer menyatakan dukungannya kepada Rusia, bersumpah untuk mengirim pasukan Uganda untuk mempertahankan kedaulatannya jika "diancam oleh kaum imperialis".
Ini bukan pertama kalinya Uganda mengekspresikan sentimen anti-kolonial dalam aksi tahun ini.
Pada Januari, pemerintah Uganda tidak mengakui Hakim ICJ Julia Sebutinde setelah ia memberikan suara yang menentang semua tindakan provisional yang diputuskan oleh Mahkamah Internasional terhadap "Israel" terkait genosida di Gaza.
Perwakilan Tetap Uganda untuk PBB, Adonia Ayebare, mengambil tindakan untuk menolak Sebutinde, dengan mengatakan, "Keputusan Hakim Sebutinde di ICJ tidak mewakili posisi Pemerintah Uganda terhadap situasi di Palestina. Dukungan Uganda terhadap penderitaan rakyat Palestina telah diekspresikan melalui pola pemungutan suara kami di Perserikatan Bangsa-Bangsa."
ICJ kemudian menuntut "Israel" dengan enam langkah sementara untuk menghentikan penghambatan pengiriman bantuan dan mengatasi krisis kemanusiaan. Sebutinde, pada gilirannya, memilih untuk menentang semua langkah tersebut dan menerima reaksi internasional dari komunitas pro-Palestina di media sosial.
AL MAYEDEEN | THE EASTAFRICAN