Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MANAJEMEN PT Kereta Api Indonesia selayaknya tidak silau oleh banyak pujian yang diberikan kepada mereka. Sebagai penyelenggara transportasi Lebaran tahun ini, operator sepur pelat merah itu boleh dikatakan sukses. Animo masyarakat menggunakan kereta api selama Lebaran membeludak. Dari segi keselamatan, korporasi ini juga mendapat predikat zero accident.
Kebijakan pemesanan tiket pun diacungi jempol. Dibukanya jaringan eksternal pemasaran, melalui minimarket dan layanan online, sangat membantu masyarakat mendapat layanan yang adil dan transparan. Antrean mengular di depan loket yang lazim terjadi makin berkurang setelah tersedia mesin cetak tiket mandiri. Semua kebijakan itu sangat membantu PT KAI, yang kapasitas angkutan Lebarannya kali ini naik 12 persen.
Gerbong-gerbong kini bebas asap rokok. Pengamanan ditingkatkan dengan menyertakan polisi dan tentara dalam jumlah lebih besar. Guna membantu mengurangi kemacetan jalan, yang biasanya ramai oleh pemudik, PT KAI menyiapkan gerbong khusus gratis untuk mengangkut sepeda motor. Tak ada lagi penumpang tanpa karcis, yang berdiri atau tiduran menekuk tubuh di dekat toilet. Dulu penumpang semacam ini bisa masuk gerbong karena kapasitas penumpang per kabin tak dibatasi. Selain itu, mereka membayar suap kepada petugas.
Bukan berarti sisi buruknya lantas sirna. Realitas di lapangan masih perlu dibenahi. Tergusur oleh sistem pemesanan tiket online, peran para calo tak sepenuhnya sirna. Dalam investigasi yang dilakukan majalah ini ditemukan bahwa penjaja jasa tiket ini masih banyak yang beroperasi.
Mereka menjadi "agen" terutama bagi penumpang yang datang mendadak atau susah mendapat tiket. Modus utamanya adalah memalsukan kartu identitas calon penumpang. Cara ini dianggap mampu menerobos sistem boarding, yakni penumpang menyertakan kartu tanda penduduk yang cocok dengan nama pada tiket. Penggunaan tiket palsu memang tak lagi dilakukan. Cara ini mudah dilacak oleh sistem pengecekan karcis penumpang yang menggunakan barcode.
Penumpang yang batal berangkat adalah rezeki nomplok bagi calo. Tiket batal itu dibeli untuk dijajakan dengan harga berlipat. Konsumen baru adalah calon penumpang dadakan yang tak kebagian tiket. Peluang lain bisa didapat dari membelikan tiket kereta tambahan. Selama Lebaran barusan, PT KAI menyiapkan 18 kereta tambahan komersial di luar disiapkannya 293 rangkaian sepur reguler.
Patut disayangkan, PT KAI tak waspada terhadap modus baru perantara liar ini. Kebijakan KAI yang membolehkan setiap orang memesan, membeli, atau membelikan tiket dengan identitas yang mereka kehendaki menunjukkan ada lubang kecil dalam sistem pengamanan KAI. Kontrol ketat dengan mengacak petugas boarding hendaknya dilakukan untuk membendung praktek lancung ini.
Petugas hendaknya menerapkan sistem kontrol berlapis. Petugas tiket bahkan harus jeli mendeteksi kartu tanda penduduk "aspal" hasil pemindaian yang dilaminating. Semua stasiun seharusnya mampu menerapkan pemeriksaan ketat ini. Penumpang mesti dididik agar tak menggunakan jasa calo.
Kereta api adalah moda transportasi yang massal, murah, dan aman. Perbaikan pelayanan oleh manajemen KAI hendaknya tuntas dilakukan, termasuk menutup lubang masuknya para tikus calo penumpang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo