Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Polemik audisi bulu tangkis memperlihatkan keteledoran pemerintah dalam menyelaraskan dua tujuan mulia: memajukan olahraga dan melindungi anak-anak dari bahaya rokok. Dalam urusan pengembangan olahraga bulu tangkis, kedua kepentingan itu bisa bertabrakan jika pemerintah pusat atau daerah kurang sigap.
Kementerian Pemuda dan Olahraga baru turun tangan setelah terjadi perseteruan sengit antara Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Perkumpulan Bulu Tangkis (PB) Djarum. Mediasi yang dilakukan kementerian itu akhirnya membuahkan kesepakatan. PB Djarum, yang berencana menyetop program audisi, bersedia melanjutkannya pada tahun-tahun mendatang.
Klub milik produsen rokok Djarum itu juga setuju memenuhi keinginan KPAI, yakni tidak menggunakan logo, merek, dan brand image produk dalam program audisi bulu tangkis. Sedangkan KPAI sepakat mencabut suratnya tertanggal 29 Juli 2019 tentang permintaan penghentian audisi Djarum.
Pemerintah jelas berkepentingan memajukan bulu tangkis, cabang olahraga yang selalu menjadi andalan Indonesia. Kebijakan melibatkan perusahaan rokok dalam pengembangan olahraga ini pun tidak keliru. Apalagi tujuan itu selaras dengan keinginan PB Djarum, yang berpengalaman mencetak pemain bulu tangkis yang hebat.
Klub itu melahirkan pemain besar seperti Liem Swie King. Bahkan mayoritas pemain yang merebut Piala Thomas dari tangan Cina pada 1984 berasal dari klub ini. Audisi PB Djarum yang digelar sejak 2006 pun telah melahirkan para juara, seperti pemain spesialis ganda Mohammad Ahsan, Tontowi Ahmad, dan Kevin Sanjaya Sukamuljo.
Hanya, pemerintah semestinya tidak serta-merta mengabaikan upaya mengendalikan peredaran produk tembakau dan melindungi anak-anak. Hasil riset Kementerian Kesehatan jelas menunjukkan prevalensi remaja perokok meningkat dari 7,2 persen pada 2013 menjadi 9,1 persen pada tahun lalu.
Pemerintah pun telah mengeluarkan regulasi yang ketat mengenai kegiatan yang disponsori produsen rokok. Tidak boleh ada logo dan brand image produk dalam program yang melibatkan masyarakat luas dan diliput media seperti audisi bulu tangkis. Larangan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang pengendalian tembakau. Aturan itu juga berlaku untuk program pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan rokok.
Masalah itulah yang dipersoalkan KPAI. Lembaga ini menilai audisi bulu tangkis sebagai bentuk eksploitasi anak-anak demi kepentingan bisnis produsen rokok. Undang-Undang Perlindungan Anak pun memuat aturan: setiap orang dilarang membiarkan anak menjadi korban penyalahgunaan atau peredaran produk yang mengandung zat adiktif.
Pihak Djarum semestinya menyadari adanya aturan itu. Kendati telah banyak berjasa memajukan bulu tangkis, produsen rokok ini seharusnya tidak gampang tersinggung dan mutung setelah diprotes KPAI. Peran perusahaan rokok di Jawa Tengah ini tetap diperlukan untuk mengembangkan bulu tangkis.
Sikap KPAI pun sebenarnya kurang pas. Lembaga ini semestinya meminta pemerintah menertibkan regulasi, bukannya berkirim surat langsung ke PB Djarum. Langkah KPAI yang berlebihan akhirnya memancing polemik yang tidak perlu. Apalagi pemerintah tidak segera bersikap lugas.
Memajukan olahraga jelas penting. Begitu pula melindungi anak-anak dari bahaya rokok. Pemerintah seharusnya tidak membiarkan publik terombang-ambing di antara kepentingan itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo