Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
IBU Kota Negara (IKN) Nusantara merupakan proyek penting tapi akan ditakdirkan gagal jika dibangun tanpa topangan kapasitas bangsa kita untuk bermimpi bersama. Membangun IKN yang ideal itu adalah sebuah tindakan eksistensial. Mirip dengan tindakan memproklamasikan kemerdekaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Proklamasi 17 Agustus adalah tindakan eksistensial melepaskan diri dari penjajahan bangsa asing dan lahir sebagai bangsa baru yang mandiri. Membangun IKN adalah tindakan eksistensial melepaskan diri dari penjajahan bangsa sendiri. Dari sana Indonesia lahir sebagai bangsa modern dengan kekuatan besar ikut membentuk hari depan bersama dunia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penjajahan bangsa asing mengambil bentuk kolonialisme dan imperialisme. Penjajahan bangsa sendiri mengambil bentuk, antara lain, korupsi, kolusi, dan nepotisme. Laku buruk itu hendak dihabisi oleh gerakan Reformasi 1998, tapi ia tetap bertahan bahkan berkembang hingga hari ini.
Pembangunan IKN perlu diteruskan, bukan karena undang-undangnya sudah ada. Mereka yang bersedia meneruskan IKN hanya karena perintah undang-undang mungkin tak cukup paham makna eksistensial proyek itu. IKN harus dibangun dan terus dikembangkan karena itulah salah satu pertaruhan kita sebagai bangsa modern, mahar dari pertautan sekaligus ujung tombak dari sumbangan sistematis kita kepada masyarakat dunia.
IKN yang dicita-citakan Bung Karno adalah tindak lanjut semangat proklamasi sekaligus pelengkap yang mengutuhkan pernyataan kemerdekaan.
Megaproyek IKN yang didorong Presiden Joko Widodo mirip Ikhtiar Apollo yang didorong Presiden John F. Kennedy. Bagi Kennedy, Proyek Apollo punya tujuan jauh lebih besar dari sekadar membangun kendaraan yang luar biasa mahal. Tujuan itu dia uraikan dengan bagus dalam pidato yang ia sampaikan di Rice University, Houston, Texas, 16 September 1962:
We choose to go to the moon. We choose to go to the moon in this decade and do the other things, not because they are easy, but because they are hard, because that goal will serve to organize and measure the best of our energies and skills, because that challenge is one that we are willing to accept, one we are unwilling to postpone, and one which we intend to win, and the others, too.
Sejarah mencatat, tak semua warga Amerika mendukung program antariksa Apollo Kennedy. Program ini mendapat dukungan bipartisan yang luas di Kongres. Namun kritik juga bertebaran mempertanyakan biaya dan prioritas program tersebut, terutama mengingat masalah domestik mendesak lain, seperti kemiskinan dan belum terpenuhinya hak-hak sipil. Ada juga yang mempertanyakan nilai ilmiah program tersebut dan kelayakan etis mempertaruhkan nyawa astronaut untuk meraih tujuan pendaratan di bulan.
Aneka kritik itu tak mampu membendung Apollo. Program itu terus mendapat dukungan pada 1960-an, terutama setelah keberhasilan pendaratan di bulan pada 1969. Banyak orang Amerika melihat program luar angkasa sebagai simbol kehebatan teknologi Amerika. Selain itu, ia merupakan sumber kebanggaan nasional yang pencapaiannya memupuk persatuan dan optimisme selama periode penuh gejolak dalam sejarah Amerika.
Meskipun konteksnya berbeda, pembangunan IKN juga seharusnya menciptakan rasa kebanggaan dan kegembiraan nasional, dengan rangkaian proses yang mampu menangkap imajinasi publik. Megaproyek IKN memang seharusnya bukan sekadar pemindahan ibu kota atau pengembangan real estate, tapi adalah bagian vital dari pembangunan nation state.
Kapasitas kita untuk bermimpi bersama sebagai sebuah bangsa adalah api unggun yang kayunya terdiri atas kegembiraan dan kebanggaan para warga, termasuk warga desa di berbagai penjuru. Ada pihak yang mengeluhkan kian redupnya api unggun kapasitas itu, tapi kita jelas dapat mengobarkannya kembali.
Pengakuan yang konkret atas eksistensi dan martabat masyarakat, termasuk yang paling bawah dan pinggir, adalah prasyarat dasar tumbuhnya kegembiraan nasional yang harus ada demi berhasilnya IKN.
Kegembiraan dan kebanggaan masyarakat Paser (dengan catatan ada masyarakat yang merasa dirugikan dalam pembebasan lahan) semoga menjadi latu pemantik partisipasi warga yang meluas ke seluruh negeri.
Kita pernah mengalami partisipasi warga yang berkobar luas ini ketika Proklamasi Pertama selesai diucapkan dan bangsa merdeka yang dinyatakannya terancam kehilangan eksistensi.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo