Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DALAM setahun terakhir, setelah pendeklarasian calon presiden, terdengar pernyataan bahwa nama calon wakil presiden untuk pasangan sang calon presiden “sedang dibicarakan oleh koalisi (partai politik pendukung)” atau ujaran senada. Pernyataan itu biasa dilontarkan tokoh partai saat menjawab pertanyaan wartawan tentang siapa dan kapan calon wakil presiden dari partainya akan diumumkan. Jawaban lain yang juga kerap beredar adalah “(pencalonan presiden/wakil) itu merupakan wewenang ketua umum (partai politik)”.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anehnya, pernyataan atau jawaban yang seragam itu diucapkan berulang kali oleh orang yang berlainan, partai politik yang berbeda, dan dalam kesempatan yang berbeda-beda pula. Tak ada satu pun yang memberikan jawaban konkret. Atau ada jawaban tapi tidak menjawab maksud pertanyaan yang sebenarnya. Padahal jawaban yang gamblang sangatlah penting, baik bagi partai politik pengusung presiden dan wakilnya maupun masyarakat menjelang pemilihan umum.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pola pernyataan serupa tersua dalam ungkapan “itu hak prerogatif presiden”, yang lazim dipakai untuk menjawab pertanyaan tentang pergantian menteri (reshuffle) dalam kabinet. Pernyataan itu sering dipakai para pejabat publik atau elite partai politik untuk menjawab berbagai pertanyaan mengenai kocok ulang kursi menteri.
Pertemuan antar-elite partai politik pun kerap memproduksi pernyataan “baku” yang berulang kali terdengar sebelumnya, meskipun mereka yang bertemu itu berasal dari partai politik yang berbeda-beda, di tempat dan waktu yang berbeda, bahkan konteks pertemuannya juga berbeda. Pernyataan resmi yang “dirilis” seusai pertemuan biasanya berbunyi “menjalin silaturahmi”, “membicarakan permasalahan yang dihadapi bangsa”, “membahas isu strategis untuk kesejahteraan rakyat”, dan semacamnya. Awak media atau masyarakat yang berharap mendapat informasi konkret, rinci, dan menarik dari “pertemuan silaturahmi” itu niscaya kecele.
Yang terasa kemudian, ada semacam templat (template) yang “mencetak” aneka pernyataan “besar” itu sehingga membentuk “bahasa templat” atau paling tidak “pernyataan templat”. Dalam Cambridge Dictionary (2015), arti nomina template ialah “something that it used as a pattern for producing other similar things” (sesuatu yang dipakai sebagai pola untuk menghasilkan sesuatu lain yang serupa). Gampangnya, templat itu sejenis cetakan atau alat penggandaan. Meski telah digunakan sejak abad ke-17, templat baru dikenal luas setelah diadopsi sebagai istilah ragam format dalam perangkat gawai masa kini.
Dalam konteks kebahasaan, templat mungkin juga bisa dibayangkan seperti jiplakan. Jadi “pernyataan templat” berarti pernyataan yang menjiplak atawa hasil penjiplakan. Sebagai jiplakan, suatu pernyataan templat memang tak sama persis dengan bentuk aslinya karena yang dijiplak pada hakikatnya adalah pikiran manusia yang bisa berubah-ubah. Tapi inti setiap pernyataan jiplakan itu sama saja. Begitulah, kata-kata “sedang dibicarakan oleh koalisi” tadi bisa saja berubah “sedang dikomunikasikan pimpinan partai pendukung” dengan maksud yang sama.
Di luar makna denotatifnya, bahasa templat menyembunyikan konotasi tak sedap. Ujaran populer, yang juga templat, seperti “kita serahkan kepada mekanisme hukum yang berlaku” cukup jelas sebagai formula normatif mengenai kepatuhan pada hukum, tapi sering pula untuk mengelak dari sangkaan pidana. Begitu pula rumus “sudah sesuai dengan aturan” yang sering muncul dalam pengusutan suatu perkara di birokrasi yang bisa jadi sebagai dalih cuci tangan dari tindakan teledor. Patut diwaspadai, idiom asasi “demi kebebasan berpendapat” bisa tergelincir jadi “templat” untuk pembenaran bahwa misuh-misuh tak karuan di depan umum pun bagian dari ekspresi demokrasi.
Sekilas, pernyataan templat mirip dengan kata kunci dalam artikel jurnal ilmiah. Ia akan bermakna jika kunci itu digunakan untuk membuka wacana lebih luas—tentang topik yang dibahas dalam pertemuan para elite itu misalnya. Repotnya, pernyataan templat lazimnya tak pernah membuka diskusi lebih jauh. Justru sebaliknya, ia terkesan buru-buru menghindari percakapan terlalu jauh.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Jawaban Template"