Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ISTILAH skena dan polisi skena saat ini sedang viral di media sosial. Kata skena dianggap sebagai bentuk ringkas alias akronim dari “sua, cengkerama, dan kelana”. Memang ada hubungan antara skena dan “sua, cengkerama, dan kelana”? Ada, tapi hubungan keduanya tidak terjalin berdasarkan konsep akronim, tapi keratabasa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Keratabasa adalah akronim yang “ngarang”. Akronim berangkat dari prinsip ekonomi kata dan ditujukan untuk mempermudah penggunaan bahasa (komunikasi). Adapun keratabasa tercipta untuk bersenang-senang. Contohnya adalah BPJS sebagai kependekan dari “bujet pas-pasan, jiwa sosialita” atau Kediri dari “ke mana-mana selalu sendiri”. Dengan kata lain, keratabasa merupakan bagian dari “cocoklogi”, mencocok-cocokkan dua hal yang pada mulanya tidak berhubungan. Bisa saja saya menyebut skena sebagai bentuk ringkas dari “asal kena”. Yang penting kan cocok.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mengapa saya katakan skena merupakan keratabasa, bukan akronim? Jauh sebelum sua, cengkerama, dan kelana menyimbolkan budaya pop kontemporer (yang familier dengan perkopian, musik folk/indie/akustik, tote bag, bucket hat, dan lain-lain), kata skena sudah eksis. Skena merupakan padanan bagi scene dalam bahasa Inggris yang bentuknya secara manasuka disepakati masyarakat penggunanya. Karena lingkup sosial penggunaannya masih terbatas pada kalangan remaja urban, kata ini belum akan ditemukan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Dalam Merriam-Webster Dictionary, scene punya banyak definisi, yakni (1) salah satu subdivisi sebuah drama; (2) tata panggung; (3) tempat terjadinya atau tindakan; (4) menunjukkan kemarahan atau perilaku tidak sopan; (5) lingkup kegiatan; dan (6) situasi. Sebagai padanan bagi definisi kelimalah skena diciptakan.
Seingat saya, pertama kali saya mengenal kata skena sekitar tahun 2005 lewat frasa skena musik bawah tanah. Saat itu anak muda Kota Padang lagi gandrung-gandrungnya akan gerakan musik keras tersebut. Skena-lah kata yang digunakan untuk menyimbolkan aktivitas komunitas mereka demi membangun batas perbedaan etos dengan belantika (dalam belantika musik nasional) yang bernuansa arus utama (mainstream).
Skena berasal dari rahim musik metal. Ini didukung oleh data Leipzig Corpora Collection untuk korpora berbahasa Indonesia. Data yang tersedia menunjukkan bahwa skena muncul dalam satu kalimat dengan kata-kata musik, pop-punk (genre musik), burgerkill (nama band), metal (genre musik), band, dan lokal. Skena diciptakan untuk menyimbolkan “anti-kemapanan” dan perlawanan atas kapitalisme dalam musik. Dalam perkembangannya, penggunaan skena meluas dan mencakup gerakan pelaku musik independen secara umum. Apa pun genrenya, yang penting independen. Pada titik inilah tersimpul hubungan antara “skena” dan “musik indie”.
Fenomena ini juga memunculkan ungkapan baru polisi skena, yang bertugas menjaga kemurnian nilai-nilai kaum skena. Di beberapa skena musik bawah tanah, misalnya, mereka wajib menjunjung etos do it yourself. Acara mereka harus bebas sponsor. Haram bagi anggota untuk tampil di acara bersponsor, apalagi berbayar. Dibayar berarti ngartis, yang dianggap mengkhianati nilai-nilai bawah tanah.
Tidak ada yang berbahaya dalam dinamika bahasa dan penggunaannya. Bahasa itu cair. Kita sebagai pengguna hanya perlu menetapkan pilihan. Nyaman menyebut skena sastra atau gelanggang sastra? Skena stand-up comedy atau dunia komedi tunggal? Terlalu rumit apabila disangkutpautkan dengan nasionalisme berbangsa.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Skena yang Asal Kena"