Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Konflik sengketa lahan antara warga dan PT Sentul City terus terjadi.
Izin penguasaan lahan Sentul City dari kantor badan pertanahan bermasalah.
PT Sentul City mempekerjakan pensiunan jenderal polisi.
SENGKETA tak berkesudahan antara PT Sentul City Tbk dan masyarakat yang tinggal di sekitar perumahan yang dibangun pengembang tersebut seharusnya menjadi pelajaran bagi pemerintah. Ketimbang menyebut mafia tanah yang tak jelas hidungnya sebagai penyebab, lebih baik pemerintah mengakui ada masalah di kantor pertanahan. Akibat kantor pertanahan yang condong berpihak ke perusahaan itulah sengketa lahan terus terjadi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kantor Pertanahan Bogor ditengarai mengeluarkan sertifikat hak guna bangunan (HGB) bagi Sentul City dengan mengabaikan kenyataan di lapangan. Contohnya dalam penerbitan sertifikat HGB nomor 2415 di Bojong Koneng, Bogor, Jawa Barat, yang kasusnya berlanjut hingga Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung. Tanpa mengecek lokasi, kantor pertanahan mengeluarkan sertifikat dengan menafikan fakta bahwa tanah negara tersebut telah dikuasai selama puluhan tahun oleh pemilik hak garap. Dengan modal sertifikat itulah Sentul City memaksa penggarap untuk meninggalkan tanah tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Padahal Undang-Undang Pokok Agraria menyatakan bahwa Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional yang membawahkan kantor pertanahan harus mengedepankan penguasaan fisik. Hak pengelolaan tanah tak dapat serta-merta terbit jika tanah telah diduduki masyarakat selama bertahun-tahun. Perlu dicatat juga bahwa hak pengelolaan lahan bisa hilang jika perusahaan menelantarkannya. Penduduk yang menempati dan mengolah lahanlah yang paling berhak atas tanah itu.
Pemerintah harus menyadari bahwa penerbitan sertifikat HGB ataupun hak guna usaha yang serampangan bagi perusahaan akan menyebabkan tersingkirnya masyarakat yang telah lama menetap di situ. Jika informasi bahwa sebagian besar wilayah Desa Bojong Koneng masuk izin HGB Sentul City benar, terusirnya penduduk tinggal menunggu waktu. Padahal mereka telah tinggal di sana sebelum perusahaan berdiri pada 1993 dan mulai menguasai lahan di Sentul setahun kemudian.
Kenyataan tersebut tak membuat posisi tawar masyarakat lebih baik. Pada September tahun lalu, sebagian dari mereka disomasi dan diterabas lahannya oleh perusahaan agar segera angkat kaki. Sungguh disesalkan bahwa polisi yang semestinya menjadi pelindung masyarakat tak sigap bertindak—keadaan sempat panas sebelum reda setelah disorot publik.
Ini bisa memunculkan anggapan bahwa polisi lamban bergerak karena institusi tersebut memiliki hubungan baik dengan perusahaan. Sebulan sebelum kejadian tersebut, Sentul City diketahui menghibahkan lahan untuk Kepolisian RI di Cijayanti, desa tetangga Bojong Koneng. Bukan kebetulan juga Komisaris Utama Sentul City adalah pensiunan jenderal polisi yang juga bekas Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi.
Hubungan manajemen Sentul City yang mesra dengan aparat bisa menghambat program reforma agraria yang dulu digembar-gemborkan pemerintah Presiden Joko Widodo. Upaya masyarakat di sekitar Sentul untuk mengurus sertifikat ke kantor pertanahan begitu ruwet. Sebaliknya, mereka yang mengalihkan hak garapnya gampang menghadapi proses hukum.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo