Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
WALAU telah disahkan sebagai nama ibu kota negara yang baru, kata nusantara, setakat kini, masih jadi sorotan orang ramai. Dalam kolomnya, “IKN, Nusantara, dan Nusantaria” (Tempo, 9-15 Januari 2023), Fariz Alnizar melihat ketaktaatasasan dalam kepanjangan singkatan IKN pada dokumen resmi: “Ibu Kota Negara” (dalam undang-undang tentang Ibu Kota Negara) dan “Ibu Kota Nusantara” (dalam aneka produk peraturan presiden). Selain itu, nusantara sebagai nama ibu kota bisa mereduksi “makna besar” kata tersebut, yakni sebutan bagi segenap wilayah Kepulauan Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Senada itu, Edi Subroto, guru besar linguistik, dalam surat pembaca kepada Redaksi Kompas (17 Juni 2022) menengarai ada ketaksaan (ambiguity) dalam penyebutan “Ibu Kota Nusantara” yang ia kutip dari koran tersebut. Apakah nusantara itu mengacu pada nama negara ataukah nama ibu kota negara? Redaksi Kompas langsung menjawabnya bahwa “penyebutan IKN Nusantara menunjuk pada ibu kota negara yang bernama Nusantara, bukan negara Nusantara”. Tanyaan serupa di atas memang bisa dianalogikan dengan, misalnya, “apa nama ibu kota Malaysia”―di sini posisi dan fungsi kata “Malaysia” setara dengan “Nusantara”.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Yang juga belum jelas, atau belum tegas, dari lalu lintas perbincangan tentang ibu kota baru selama ini ialah informasi tentang nama kota yang berfungsi sebagai ibu kota negara yang baru itu. Dalam Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 Ayat 2, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara disebutkan, “Ibu Kota Negara bernama Nusantara dan selanjutnya disebut IKN adalah satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus setingkat provinsi... dst.” Jadi sebutan “IKN Nusantara” dalam hal ini merujuk pada pusat pemerintahan lokal, mungkin seperti municipal(ity) dalam terminologi Inggris; bukan nama kota (city) kecuali jika dianggap identik.
Jika begitu, apakah bakal muncul kota baru bernama “Nusantara” yang berkedudukan di kawasan Ibu Kota Negara Nusantara―seperti halnya kota bernama “Jakarta” yang kini merupakan ibu kota negara Indonesia dan berada di Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Kelak, adakah kantor pemerintah, misal, beralamat Jalan Hutan Lindung 10, Nusantara. Bila benar begitu, apakah sebutan tunggal kota―tanpa kata lain yang mendahului ataupun mengikutinya―itu tidak akan menimbulkan kerancuan dengan “entitas” lain yang juga berlabel nusantara.
Tanyaan tersebut terasa relevan karena kata nusantara telah berkembang sebagai “teks terbuka” yang ramah kepada siapa pun yang ingin memetiknya untuk berbagai penamaan. Yang paling esensial bagi negeri ini tentunya Wawasan Nusantara, lahir dari Deklarasi Djuanda (1957) yang mengkonsepsikan keutuhan dan integritas wilayah negara Indonesia seperti terlihat hingga sekarang. Lebih masif, nusantara diadopsi sebagai penjenamaan berbagai entitas tadi―dari warung nasi tegal, gedung parlemen, hingga satelit komunikasi luar angkasa, dan banyak lagi.
Agar terhindar dari kemungkinan rancu atau ambigu, kata kota bisa dieksplisitkan sebagai bagian dari nama Nusantara sehingga utuh membentuk Kota Nusantara atau Nusantara City jika diinggriskan. Cara serupa ini lazim dipakai di beberapa negara luar untuk menghindari kejumbuhan dengan nama negara yang bersangkutan seperti Guatemala City (ibu kota negara Guatemala), Mexico City (Meksiko), dan Panama City (Panama). Pembanding lain: New York City merupakan sebutan bagi kota pusat ekonomi-bisnis raksasa di Amerika Serikat; berbeda dengan State of New York, salah satu negara bagian di sana yang beribu kota Albany.
Sejatinya, penyertaan kata kota sebagai bagian dari keutuhan nama kota tersua pada sejumlah pemerintahan kota di Indonesia pascakolonial. Sekadar contoh acak: Kota Surakarta (1946), Kota Sabang (1979), dan Kota Kupang (1999). Ada kalanya ibu kota pemerintahan kota identik dengan ibu kota provinsi/kabupaten, semisal Kota Makassar sebagai ibu kota provinsi dan pemerintahan kota. Tapi ada pula ibu kota pemerintahan kota yang baru dimekarkan “menggusur” ibu kota induk sebelumnya; contohnya Kota Madiun yang menggeser ibu kota Kabupaten Madiun minggir ke Caruban―sekitar 40 kilometer timur laut kota.
Sebutan Kota Nusantara akan memperjelas nama kota―yang berfungsi sebagai ibu kota negara―dan membedakannya dengan identitas lain berlabel serupa. Dengan nama Kota Nusantara, bandar itu juga akan sangat layak mengekspresikan berbagai wujud simbol kenusantaraan. Sapaan “Selamat Datang di Kota Nusantara” boleh dibayangkan dipacak di pintu gerbang kawasan raya Ibu Kota Nusantara.
KASIJANTO SASTRODINOMO, PEKOLOM INDEPENDEN; PENGAJAR PADA FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA UNIVERSITAS INDONESIA (1988-2018)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo