Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Demi demokrasi yang transparan dan akuntabel, calon presiden Joko Widodo dan Prabowo Subianto harus mendeklarasikan keberadaan tim kampanye siluman mereka dan mendaftarkan semua personelnya ke Komisi Pemilihan Umum. Hanya dengan cara itu, seluruh regulasi pemilihan presiden bisa diterapkan dengan kredibel dan efektif.
Tanpa deklarasi semacam itu, berbagai peraturan ideal yang digagas KPU bakal percuma. Komitmen bersama untuk menggelar kampanye damai tanpa hoaks dan disinformasi juga tak akan ada artinya. Kedua kubu pasangan calon presiden akan terus saling serang dengan kabar bohong yang disebarkan menggunakan proxy. Mereka juga bisa terus bergerilya mengumpulkan dana kampanye tanpa harus tunduk pada aturan soal jumlah maksimal sumbangan politik. Kegelapan adalah tabir yang sempurna untuk suksesnya gerilya tim siluman.
Membiarkan kampanye politik pemilihan presiden 2019 dikendalikan para operator klandestin semacam itu adalah pilihan yang berbahaya. Mereka mengotori ruang publik kita dengan berbagai informasi sampah yang sengaja didesain untuk mempengaruhi- aspek emosional warga. Ujung-ujungnya, polarisasi di masyarakat kian lebar dan bisa meletup menjadi konflik terbuka.
Pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno punya tanggung jawab moral untuk memastikan tim sukses mereka bekerja dalam terang. Mereka tak bisa berkelit dengan dalih hanya bertanggung jawab atas kegiatan tim kampanye yang resmi terdaftar di KPU. Mustahil mereka tak tahu keberadaan tim siluman di kubunya. Karena itu, kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden ini harus ikut bertanggung jawab jika ada pelanggaran hukum ataupun etik yang dilakukan tim bawah tanah mereka.
Itulah yang terjadi dalam skandal Watergate di Amerika Serikat pada Juni 1972. Lima orang yang tergabung dalam tim klandestin yang bekerja untuk Presiden Richard Nixon tertangkap basah membobol kantor partai seteru mereka, Partai Demokrat, di gedung Watergate, Washington, DC. Lewat investigasi surat kabar Washington Post dan upaya tak kenal menyerah para penegak hukum di sana, terungkap bahwa pembobolan itu adalah bagian dari operasi besar pembungkaman lawan-lawan politik Nixon yang dikendalikan tokoh-tokoh kunci di kantor kepresidenan.
Tak hanya itu, Nixon juga secara sistematis menyalahgunakan berbagai kewenangan pemerintahannya untuk kepentingan politik jangka pendek. Dia setuju menyadap komunikasi para tokoh oposisi dan memerintahkan kesalahan pajak dari lawan politiknya dipublikasikan. Kita tahu Nixon kemudian mengundurkan diri akibat skandal Watergate. Artinya, keberadaan tim siluman pun tak bisa menghilangkan alur tanggung jawab sang pucuk pimpinan.
Di Indonesia, kita masih ingat, pada hari-hari awal kampanye sudah muncul sebuah situs yang berisi kampanye hitam terhadap kehidupan pribadi calon wakil presiden Sandiaga Uno. Sampai sekarang, polisi kesulitan menemukan siapa yang sebenarnya berada di balik situs itu. Demikian juga kubu calon sekondan Jokowi, Ma’ruf Amin, yang berkali-kali diterpa isu seputar kondisi kesehatannya. Disinformasi semacam ini bakal terus merebak sampai hari pencoblosan kelak.
Badan Pengawas Pemilihan Umum sebenarnya punya daftar jenis pelanggaran pidana, administrasi, dan etik yang harus dicermati setiap peserta pemilu. Namun yurisdiksi mereka terbatas hanya pada tim resmi yang didaftarkan. Pelanggaran pemilu yang dilakukan tim bawah tanah tak bisa dikejar. Padahal tim gelap inilah yang ditengarai banyak melakukan pelanggaran.
Pada mulanya, tim kampanye tak resmi dibentuk untuk mengakomodasi berbagai kelompok dan organisasi yang ingin membantu inisiatif pemenangan kandidat jagoan mereka. Kerap dukungan ini datang dari kelompok yang secara strategis tak menguntungkan jika secara resmi diasosiasikan dengan kandidat.
Belakangan, tim siluman ini malah berfungsi untuk mengerjakan kampanye hitam yang tak bisa terang-terangan dilakukan tim resmi para kandidat. Misalnya menemukan borok tim lawan, memviralkan kesalahan yang dilakukan kandidat pesaing, dan menyebarkan misinformasi yang bisa menggerus basis pendukung lawan.
Pemilihan presiden tinggal lima bulan lagi. Waktu kampanye yang tersisa hendaknya dipakai untuk mendiskusikan kelebihan dan kelemahan para kandidat dan memprediksi masa depan Indonesia di tangan mereka. Politik tak boleh terus-menerus dikotori praktik lancung tim siluman. Badan Pengawas Pemilu harus bertindak tegas dan mengumumkan sanksi keras jika kedua kubu terbukti mempraktikkan kampanye hitam untuk memenangi pemilihan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo