Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Bandung - Rencana pemerintah yang ingin memamerkan keberhasilan proyek Citarum Harum di ajang World Water Forum ke-10 di Bali pada 18-25 Mei 2024 mengundang kontroversi. Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Barat misalnya tidak setuju dengan rencana itu karena kondisi Sungai Citarum masih rusak dan tercemar tinggi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Menilai sebuah program besar seperti pemulihan Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum hanya dalam kurun waktu 7 tahun sebagai gagal mungkin tidak sepenuhnya adil,” kata Supardiyono Sobirin, anggota Dewan Pemerhati Lingkungan dan Kehutanan Tatar Sunda, Sabtu, 18 Mei 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurutnya, proses pemulihan lingkungan merupakan upaya jangka panjang yang membutuhkan waktu, sumber daya, dan komitmen yang berkelanjutan. “Penting untuk mengakui kemajuan yang telah dicapai, sambil terus bekerja pada area yang memerlukan perbaikan,” kata anggota tim ahli program Percepatan Pengendalian dan Kerusakan (PPK) DAS Citarum itu.
Sobirin mengatakan Walhi Jabar sebagai organisasi lingkungan mungkin menyoroti aspek-aspek tertentu yang belum memenuhi harapan atau standar yang diinginkan. Pandangan itu sebaiknya tidak harus dilihat sebagai penolakan total terhadap program DAS Citarum. “Justru kepada Walhi harus mengucapkan terima kasih, kritikannya merupakan reminder dan dorongan untuk evaluasi dan peningkatan yang berkelanjutan,” ujarnya.
Dalam konteks pemulihan lingkungan, menurut Sobirin, kesabaran dan kerja keras adalah kunci. Dia berharap dengan berkolaborasi dan mengintegrasikan masukan dari berbagai pihak, termasuk Walhi, program DAS Citarum dapat terus berkembang dan mencapai tujuan-tujuan jangka panjangnya. Pemerintah sejak 2018 membuat program Citarum Harum untuk memulihkan fungsi sungai yang pernah dijuluki sebagai sungai terkotor di dunia itu.
Menurut Sobirin, ada contoh kasus pemulihan lingkungan Sungai Yarra di Australia yang melalui proses panjang dan memerlukan investasi signifikan. Strategi pemulihan yang mencakup Visi Komunitas 50 Tahun, dirancang untuk melindungi sungai dari tantangan pertumbuhan populasi, urbanisasi, dan perubahan iklim. Biaya pemulihan pun sambil menghitung manfaat tahunan dari sungai itu bagi masyarakat dan ekonomi lokal.
Sebelumnya diberitakan Direktur Walhi Jabar Wahyudin tidak sependapat jika Sungai Citarum akan menjadi showcase keberhasilan di World Water Forum ke-10 di Bali pada 18-25 Mei 2024. “Sepanjang catatan Walhi dalam kurun waktu enam tahun program Citarum Harum berjalan, sungainya masih dalam kondisi rusak,” katanya, 14 Mei 2024. Sungainya dinilai masih berstatus tercemar tinggi di bagian sub maupun DAS dari pembuangan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) dari industri juga sampah domestik.
Selain itu luasan lahan kritis di hulu Sungai Citarum terus meningkat dari angka 900 hektare berdasarkan data 2021. Walhi Jabar juga mempersoalkan tidak adanya transparansi anggaran dalam program Citarum Harum, kurangnya pelibatan masyarakat khususnya di sepanjang aliran sungai. “Penegakan hukum terhadap pelaku pencemaran sungai tidak ditindak secara tegas,” kata Wahyudin.
Sementara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi yang juga Ketua Panitia Nasional Penyelenggara World Water Forum ke-10, Luhut Binsar Pandjaitan, mengatakan Citarum Harum merupakan kolaborasi pemerintah dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk akademisi, pelaku bisnis, hingga media. Program itu dianggap berhasil menurunkan kerusakan status sungai sepanjang 297 kilometer itu dari ‘cemar berat’ menjadi ‘cemar ringan’.
“Pengoptimalan pengelolaan sampah di sepanjang DAS Citarum, penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku pencemaran lingkungan, serta edukasi dan pemberdayaan masyarakat untuk menjaga kebersihan sungai,” kata Luhut dalam keterangan tertulis, Senin, 13 Mei 2024.
Adapun Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan sampah di DAS Citarum ditangani dengan Program Improvement of Solid Waste Management Support Regional and Metropolitan Cities Project (ISWMP) melalui Direktorat Jenderal Cipta Karya PUPR. Program itu sudah berjalan sejak 2020 dan masih berlanjut hingga November 2025.
Pilihan Editor: Gempa Mengguncang Kuat Sumedang, Sumber Dekat Gempa Merusak 2023