Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Para pengamat politik menilai Presiden Joko Widodo alias Jokowi tetap membutuhkan kendaraan politik setelah jabatannya berakhir.
Golkar dipilih karena dianggap sebagai salah satu partai besar yang bisa dikendalikan.
Bisa menciptakan kawin silang kepentingan antar-keduanya.
SEJUMLAH pengamat politik menilai Presiden Joko Widodo alias Jokowi tetap membutuhkan kendaraan politik setelah masa jabatannya berakhir pada Oktober mendatang. Partai Golkar disebut-sebut menjadi salah satu partai yang dianggap bisa dikendalikan oleh mantan Wali Kota Solo itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komarudin mengatakan Presiden Jokowi tetap membutuhkan back up atau dukungan untuk eksistensi politiknya. "Jokowi akan tersudut saat tak lagi menjabat presiden kalau tidak memegang kendali Partai Golkar," ujar Ujang saat dihubungi pada Ahad, 3 Maret 2024. "Sebab, tak punya kekuatan politik lagi."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Isu Presiden Jokowi akan bergabung ke Partai Golkar mencuat ke publik. Hal ini muncul setelah politikus Golkar dan dua petinggi partai koalisi Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka menyebutkan Jokowi berencana menguasai Partai Golkar.
Dalam majalah Tempo edisi 26 Februari-3 Maret 2024 yang berjudul "Cara Jokowi Meredam Hak Angket Kecurangan Pemilu di DPR", bekas Gubernur DKI Jakarta itu disebut-sebut berencana memimpin gabungan partai pendukung Prabowo-Gibran secara langsung. Tujuannya, mengawal pemerintahan Prabowo dan Gibran, putra sulung Jokowi, sampai 2029. Prabowo-Gibran merupakan pasangan calon presiden-wakil presiden yang berlaga dalam kontestasi pemilihan presiden 2024.
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto (kiri) didampingi Sekjen Lodewijk Freidrich Paulus (kanan) menyerahkan surat keputusan Rapimnas ke-2 Partai Golkar kepada Gibran Rakabuming Raka di Kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, 21 Oktober 2023. ANTARA/Sigid Kurniawan
Ujang Komarudin mengatakan partai berlambang beringin itu disebut menjadi pilihan Presiden Jokowi karena dianggap sebagai salah satu partai besar yang bisa dikendalikan. Pada Pemilihan Umum 2024, Golkar menjadi partai yang mendapat suara kedua tertinggi setelah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), partai asal Jokowi. Hasil hitung cepat sejumlah lembaga survei menunjukkan partai beringin bisa mendulang 15 persen suara. Berdasarkan data penghitungan real count resmi Komisi Pemilihan Umum hingga Ahad kemarin, Golkar berada di posisi kedua dengan 15,05 persen suara. “Partai Golkar mau diambil alih karena sekarang memang terlihat patuh terhadap Jokowi,” ujarnya.
Menurut Ujang, Jokowi mesti mencari perahu baru sebagai kendaraan politiknya karena diperkirakan pisah jalan dengan PDIP. Jokowi bakal hengkang dari partai berlambang banteng moncong putih itu karena hubungannya semakin merenggang dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Hubungan Jokowi dan Megawati semakin berjarak sejak agenda presiden tiga periode tidak didukung PDIP. Wacana presiden tiga periode menggelinding sejak 2022. Ketua umum partai yang berada di koalisi pemerintah mendukung wacana tersebut dengan berbagai alasan.
Selain itu, hubungan Jokowi dan Megawati semakin memanas setelah pencalonan Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto. Padahal PDIP telah mencalonkan pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud Md. Hasil hitung cepat duet Prabowo-Gibran diperkirakan bisa menang satu putaran dengan angka 56-58 persen.
Adapun Gibran bisa menjadi calon wakil presiden setelah putusan Mahkamah Konstitusi menambahkan klausul seseorang bisa menjadi calon presiden atau wakil presiden jika pernah terpilih sebagai kepala daerah. MK mengoreksi Pasal 169 huruf q Undang-Undang Pemilu. Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 itu menjadi lampu hijau bagi Gibran yang belum berusia 40 tahun untuk menjadi calon wakil presiden.
Saat proses pendaftaran calon presiden dan wakil presiden pada Oktober tahun lalu, usia Gibran baru 36 tahun. Putusan tersebut dianggap cacat etik karena melibatkan Ketua MK Anwar Usman, yang tak lain adalah paman Gibran. Mahkamah Kehormatan MK memberhentikan Anwar dari jabatan Ketua MK karena melanggar etik berat saat menjatuhkan putusan batas usia calon presiden dan wakil presiden itu.
“Setelah Pemilu 2024 selesai, Jokowi ada kemungkinan bakal hengkang dari PDIP dan mencari kendaraan lain,” ujar Ujang. “Apalagi anaknya ada kemungkinan bakal dilantik menjadi wakil presiden.”
Ujang mengatakan Jokowi mengincar Golkar karena masih ingin mengendalikan atau mempunyai pengaruh di DPR. Golkar yang diperkirakan mendapat kursi terbanyak kedua di Dewan membuat partai itu bakal mempunyai posisi tawar di Senayan. “Jadi, kalau mengambil partai besar, Jokowi dan pengaruhnya akan kuat lagi,” ujarnya. “Apalagi setelah tidak menjabat presiden, Jokowi membutuhkan benteng untuk menjaganya.”
Meski begitu, kata Ujang, tidak mudah bagi Jokowi mengambil Golkar dengan langsung menduduki kursi ketua umum. Sebab, Golkar mempunyai aturan internal bagi kader yang ingin mengisi pucuk pimpinan mesti menjadi pengurus partai selama satu periode atau lima tahun. Jokowi, kata Ujang, masih bisa menempatkan anaknya atau orang kepercayaannya menduduki kursi strategis di lingkup internal Golkar. “Apalagi Gibran sudah digadang-gadang bakal masuk Golkar,” ucapnya.
Partai Golkar mengadakan acara silaturahmi dengan Musyawarah Rakyat (Musra) Indonesia 18 Kelompok Relawan Jokowi di Kantor DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta Barat, 7 November 2022. Dok. TEMPO/Muhammad Ilham Balindra/Magang
Seorang anggota pengurus Golkar dan dua petinggi partai koalisi Prabowo-Gibran menyebutkan bahwa Jokowi berencana menguasai Golkar lewat tangan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia. Dukungan Jokowi kepada Bahlil itu disampaikan pada pertengahan tahun lalu. Ketika itu juga berembus wacana menggulingkan Airlangga Hartarto sebagai Ketua Umum Golkar. Setelah menjadi Ketua Umum Golkar, Bahlil disebut akan memberikan jabatan tinggi kepada Jokowi untuk menjadi anggota Dewan Pembina partai.
Tempo belum mendapat konfirmasi perihal sepak terjang Bahlil. Hingga berita ini ditulis, panggilan telepon dan kiriman pesan melalui aplikasi perpesanan WhatsApp belum direspons.
Kawin Silang Kepentingan
Dihubungi secara terpisah, Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno mengatakan Golkar juga melihat posisi strategis jika Jokowi masuk ke partai berlambang beringin itu. Sebagai presiden, kata dia, Jokowi masih mempunyai sumber daya yang kuat dengan kekuasaan yang dimilikinya. “Jokowi mempunyai basis massa yang loyal dan solid, meski tidak lagi menjadi presiden,” ujarnya.
Golkar juga disebut akan mempunyai nilai lebih karena mempunyai tokoh mantan presiden dua periode di lingkup internal partai mereka. Kabar perpindahan Jokowi ke Golkar, kata dia, bakal menciptakan kawin silang kepentingan antar-keduanya. “Jokowi membutuhkan backing politik di kemudian hari setelah tidak menjadi presiden. Golkar pun membutuhkan nama besar Jokowi,” ujarnya. Hanya, kata Adi, Golkar pun mesti bersiap menerima segala residu dan beban politik manuver Jokowi yang bisa memantik sentimen negatif.
Setali tiga uang, peneliti politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Wasisto Raharjo Jati, melihat Jokowi bakal condong ke Golkar karena partai itu selalu berada dalam pemerintahan. Golkar juga dinilai menjadi partai yang dianggap mengawal aspirasi, program, ataupun kebijakan yang dianggap relevan untuk dilanjutkan di pemerintahan berikutnya. “Apalagi Golkar mendapatkan suara secara signifikan pada pemilu tahun ini,” ucapnya.
Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto menyambut baik kabar Jokowi ingin bergabung dengan partai yang dipimpinnya. Sebab, menurut dia, Jokowi merupakan tokoh nasional milik semua partai. “Baik, bagus-bagus saja,” kata Airlangga saat dimintai konfirmasi soal Jokowi dikabarkan mau masuk Golkar, Senin, 26 Februari lalu.
Adapun Presiden Jokowi saat dimintai konfirmasi tidak menyangkal ataupun membenarkan isu dirinya yang akan merapat ke partai berlambang beringin tersebut. Jokowi hanya mengatakan bahwa dirinya setiap hari masuk ke Istana.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Daniel A. Fajri berkontribusi dalam penulisan artikel ini