Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Baliho Ridwan Kamil mendapat sorotan yang memperlihatkan ia mengenakan kemeja kotak-kotak biru dan membawa ransel. Di baliho juga tertulis “Lagi jalan ke mana, Kang?” “OTW Jakarta nih” yang akhirnya dikonfirmasi oleh Ridwan Kamil ada kemungkinan ia memang akan terjun dalam Pilkada DKI Jakarta 2024.
Walaupun begitu, Ridwan Kamil juga mengatakan pernyataan yang ia ajukan belum tentu sejalan dengan kemauan partainya yaitu Partai Golkar, karena Golkar belum memastikan siapa yang akan dicalonkan untuk Pilgub Jabar dan Pilgub DKI Jakarta. Keputusannya akan ada setelah Pileg 2024 dan Pilpres 2024.
Namun, apakah skema Pilkada DKI Jakarta akan tetap berlangsung seperti Pilkada sebelumnya? Pertanyaan tersebut muncul ketika Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR mengesahkan Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta atau DKJ sebagai undang-undang inisiatif Dewan pada Selasa, 5 Desember 2023.
Dalam pasal 10 Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta disebutkan bahwa Gubernur dan Wakil Gubernur akan ditunjuk oleh Presiden. Menurut Dekan Fakultas Manajemen Pemerintahan Institut Pemerintahan Dalam Negeri, Halilul Khairi, keputusan gubernur ditunjuk presiden ini tidak logis. Ia mengatakan gubernur nantinya akan mengelola kepentingan rakyat dan sudah seharusnya mendapatkan mandat jabatan tersebut melalui pemilihan umum oleh rakyat.
“Daerah otonom itu berhak mengatur dan mengurus diri sendiri,” ujar Halilul yang ikut membahas RUU DKJ dengan DPR.
Pengusul pasal tersebut diduga adalah Supratman yang berasal dari partai politik Gerindra dan Lodewijk yang berasal dari partai politik Golkar. Kedua partai tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju yang turut serta mendukung dan mengusung pasangan calon presiden dan calon wakil presiden Prabowo-Gibran.
Guspardi Gaus yang merupakan anggota Baleg atau Badan Legislasi dari fraksi PAN juga memburu pengesahan RUU DKJ dengan alasan UU IKN atau Undang-undang Ibu Kota Negara telah mengatur bahwa UU Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta sebagai ibu kota harus diubah paling lambat dua tahun setelah UU IKN disahkan.
UU IKN sendiri telah disahkan oleh DPR pada 18 Januari 2022. “ Pada Februari tahun depan, RUU DKJ harus sudah disahkan menjadi undang-undang,” kata Guspardi.
Dengan adanya peristiwa ini, banyak muncul kecurigaan mengenai kecurangan apa yang terjadi di balik pengesahan RUU DKJ tersebut. Titi Anggraini selaku Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi atau Perludem mengatakan DPR tidak perlu mengubah ubah mekanisme pemilihan kepala daerah di Jakarta.
“RUU semestinya berfokus menentukan apa kekhususan yang bisa dilekatkan pada Jakarta setelah tidak lagi menjadi ibu kota negara,” ujarnya. “ Sebaiknya jangan memicu kontroversi baru yang justru melemahkan praktik politik dan demokrasi yang sudah relatif baik.”
Ia juga menyampaikan dengan adanya RUU DKJ tersebut justru memundurkan praktik demokrasi yang sudah berjalan dengan baik di Jakarta. RUU DKJ justru memperkuat dugaan adanya upaya kecurangan untuk melemahkan partisipasi rakyat dalam kehidupan politik.
Pada dasarnya, RUU DKJ juga sudah mengingkari Pasal 18 ayat 4 UUD 1945 yang mengatur pemilihan gubernur harus diselenggarakan secara demokratis. Selain itu, RUU DKJ juga mengingkari Pasal 1 ayat 2 UUD yang mengatakan kedaulatan berada di tangan rakyat serta bertentangan dengan semangat amandemen UUD yang membatasi kekuasaan presiden.
Pilihan Editor: Ridwan Kamil Bimbang akan Maju di Pilgub DKI Jakarta atau Tetap di Jawa Barat, Tunggu Putusan Golkar
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini