Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BERTEMU dengan pilot Susi Air, Phillip Mark Mehrtens, di sebuah honai di Kampung Yuguru, Distrik Mebarok, Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan, pada Selasa, 17 September 2024, Edison Gwijangge menerima ucapan dalam bahasa setempat. “Dia bilang ‘kenabua’, salam orang Nduga,” kata mantan penjabat Bupati Nduga itu kepada Tempo di Hotel Redtop, Jakarta Pusat, Kamis, 26 September 2024.
Kepada pilot asal Selandia Baru itu, Edison lalu menyampaikan gurauan. Ia menyebut Mehrtens sudah menjadi orang Nduga. Setelah itu, Edison memberikan selembar surat dari Maria Lestari, istri Mehrtens. Ia memberi kabar bahwa Maria serta anaknya sedang berada di Bali dan kondisi mereka baik-baik saja.
Pertemuan pertama Edison dengan Mehrtens yang disandera kelompok Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat itu hanya berlangsung sekitar seperempat jam. Edison sempat berswafoto dengan sandera kelompok Egianus Kogeya tersebut. Setelah itu, anak buah Egianus membawa Mehrtens ke honai lain yang berjarak sekitar 3 kilometer dari Yuguru.
Sebelum bertemu dengan Phillip Mark Mehrtens, Edison mengunjungi honai yang disebut sebagai tempat tinggal laki-laki 38 tahun itu. Ia tak bisa masuk ke dalam. Belasan anak buah Egianus yang membawa senapan laras panjang menjaga tempat itu dengan ketat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Edison datang ke Yuguru pada Selasa, 17 September 2024, karena Egianus memberi sinyal akan melepaskan Phillip Mehrtens. Ia menunggu empat hari di sana. Pada Sabtu, 21 September 2024, helikopter yang disewa oleh kepolisian pun mendarat di Yuguru. Sempat berpamitan kepada para perempuan Nduga yang selama ini ikut menjaganya, Mehrtens lalu meninggalkan Nduga lewat angkasa.
Hampir 20 bulan lamanya kelompok Egianus Kogeya menawan Phillip Mark Mehrtens. Milisi bersenjata itu mengepung pesawat Susi Air yang dikemudikan Mehrtens tak lama setelah ia mendarat di lapangan terbang Paro, Kabupaten Nduga, pada 7 Februari 2023. Mereka membakar pesawat bernomor registrasi PK-BVY itu.
Awalnya Egianus meyakini penyanderaan Phillip Mehrtens bisa menjadi alat tawar untuk kemerdekaan Papua. Ia mengancam akan menembak mati Mehrtens jika pemerintah Indonesia dan Selandia Baru tak mengakui kemerdekaan Papua. Ia juga menuntut Tentara Nasional Indonesia dan polisi angkat kaki dari Papua.
“Dia punya pemahaman pilot harus ditukar dengan Papua merdeka. Saya kasih tahu dia, tak ada negara merdeka dengan menyandera,” ujar juru bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat, Sebby Sambom, dalam wawancara daring dengan Tempo, Rabu, 25 September 2024.
Keterlibatan Edison, yang masih berkerabat dengan Egianus, bermula pada Februari 2023. Sebagai Ketua Palang Merah Indonesia Kabupaten Nduga, ia khawatir terhadap kondisi Phillip Mehrtens yang ditahan tanpa perlengkapan yang layak. Edison mendapat penugasan dari penjabat Gubernur Papua Pegunungan, Nikolaus Kondomo, untuk berkomunikasi dengan tokoh masyarakat Nduga.
Edison mencoba mencari informasi keberadaan pilot Susi Air itu. Ia membentuk tim berisi 12 orang yang bertugas melakukan penetrasi ke pelosok Nduga, kabupaten dengan luas sekitar 2.100 kilometer persegi atau tiga kali Jakarta. Tim yang sebagian beranggotakan kerabat Edison ini mencoba melobi orang-orang Egianus Kogeya. “Rata-rata keluarga saya bisa diterima di dalam,” kata Edison.
Operasi lewat bendera PMI ini berjalan hingga April 2023. Edison kemudian menjabat Asisten III Sekretaris Provinsi Papua Pegunungan. Namun Egianus masih menolak berjumpa dengannya. Narasumber yang dekat dengan Edison mengatakan Egianus hanya mau bertemu jika diberi uang dan senjata. Tapi Edison menolak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pilot Susi Air Phillip Mark Mehrtens berbicara dalam konferensi setelah pembebasan dirinya dari penyanderaan TPNPB-OPM di Pangkalan TNI AU Yohanis Kapiyau Timika, Mimika, Papua Tengah, 21 September 2024. Antara/Marcell
Tiba-tiba, pada 5 Juli 2023, Egianus melakukan panggilan video dengan Edison yang baru sekitar sebulan menjadi penjabat Bupati Nduga. Memanggil Edison dengan sebutan “Om”, Egianus meminta Edison mengurus seorang anak di Kampung Yuguru yang kakinya patah. “Kami bertemu lima hari kemudian di Yuguru,” ucap Edison. Namun Egianus menolak membicarakan nasib pilot tersebut.
Upaya Edison tercium oleh Kepolisian RI. Mereka menilai Edison bisa membantu. Kepala Kepolisian Resor Mimika Ajun Komisaris Besar I Komang Budiartha berjanji memberi bantuan penuh. “Penetrasinya lebih kuat jika didukung struktur aparat keamanan,” kata Kepala Operasi Damai Cartenz Brigadir Jenderal Faizal Ramadhani kepada Tempo, Rabu, 25 September 2024.
Edison mendekati warga Yuguru dengan memberikan berbagai bantuan. Ia mengaku sempat memberi uang Rp 100 juta dari kocek pribadinya untuk membantu penduduk yang ikut menjaga Phillip Mark Mehrtens. “Ini tanggung jawab saya sebagai penjabat Bupati Nduga,” ujarnya.
Dalam tiga pertemuan selanjutnya, 15 Desember 2023, 12 Maret 2024, dan 31 April 2024, Edison mengklaim mulai mendapat kepercayaan Egianus. Namun ia tak kunjung memperoleh kepastian waktu pembebasan Phillip Mehrtens dari anak milisi kemerdekaan Papua, Silas Kogeya, yang terlibat dalam penyanderaan tim ekspedisi Lorentz 1995, itu.
Menjelang akhir Agustus 2024, Edison mendapat kepastian dari perwakilan Egianus. Ia memperoleh cerita bahwa Egianus memutuskan Phillip Mehrtens akan dibebaskan di Yuguru. Keputusan itu disampaikan Egianus dalam pertemuan besar pasukan Komando Daerah Pertahanan III yang dipimpinnya di Kuyawage, Lanny Jaya, Papua Pegunungan, pada 27 Agustus 2024.
Menurut Edison, Egianus tak mau pembebasan dilakukan di Kuyawage dengan mempertimbangkan risikonya. “Khawatirnya, setelah pilot bebas, operasi militer digelar di sana,” katanya. Anak buah Egianus lalu membawa Mehrtens dari Kuyawage ke Yuguru pada 13 September 2024. Butuh waktu dua-tiga hari berjalan kaki untuk tiba di Yuguru.
Awalnya Egianus mengatur waktu kepulangan Mehrtens pada Senin, 23 September. Edison pun menghubungi Kepala Polres Mimika Ajun Komisaris Besar I Komang Budiartha yang berjanji menyiapkan helikopter penjemputan. Tapi helikopter baru bisa digunakan pada Sabtu, 21 September 2024. Lobi Edison agar Mehrtens dibebaskan pada Sabtu pun berhasil.
Pada hari pembebasan, helikopter datang ke Kampung Yuguru dengan diawaki dua pilot. Di helikopter, Mehrtens mengungkapkan kepada Edison akan segera pulang ke negara asalnya. Ia ingin berziarah ke makam ibunya yang berpulang sebulan lalu. Mehrtens pun mengatakan mungkin ia tak akan menerbangkan lagi pesawat di Indonesia. “Dia akan terbang ke negara lain,” ujar Edison.
•••
UPAYA pembebasan Phillip Mark Mehrtens juga dilancarkan oleh pemerintah Selandia Baru. Pada 5 April 2023, diplomat pemerintah negara itu bertemu dengan perwakilan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) di Port Moresby, Papua Nugini. Juru bicara TPNPB, Sebby Sambom, mengatakan pertemuan itu membahas fasilitator pembebasan Mehrtens.
Menurut Sebby, Selandia Baru mengusulkan James Bean dari Center for Humanitarian Dialogue sebagai fasilitator pembebasan Mehrtens. Namun TPNPB menolak. Sayap militer Organisasi Papua Merdeka itu kemudian mengajukan Damien Kingsbury dari Deakin University. Namun diplomat Selandia Baru menolak.
TPNPB dan Selandia Baru menyepakati tim fasilitator pada bulan yang sama. Tim itu terdiri atas Dewan Gereja-Gereja Sedunia, Human Rights Monitor, hingga Dewan Gereja Papua Nugini. TPNPB juga meminta Shienny Angelita menjadi fasilitator khusus. Shienny adalah bekas anggota Center for Humanitarian Dialogue. “Dia punya akses ke pemerintah Indonesia,” tutur Sebby.
Shienny punya kedekatan dengan Komisaris Jenderal Martinus Hukom, Kepala Badan Narkotika Nasional yang juga bekas Kepala Detasemen Khusus 88 Antiteror Kepolisian RI. Sebby mengatakan organisasinya masih menaruh respek terhadap Hukom karena ia tak mendukung keputusan pemerintah melabeli TPNPB sebagai kelompok separatis teroris.
Pilot Susi Air Phillip Mark Mehrtens (rambut gonrong) dikawal petugas setelah turun dari pesawat Boeing 737-200 di Lanud Halim Perdana Kusumah, Jakarta, 21 September 2024. Tempo/Ilham Balindra.
Kepada Tempo lewat sambungan telepon pada Kamis, 26 September 2024, Shienny tak membantah jika disebut menjadi fasilitator. Ia mengakui Martinus Hukom sebagai salah satu kontaknya di pemerintah. “Saya sudah berkomunikasi dengan berbagai pihak di Indonesia,” katanya. Hukom tak merespons permintaan wawancara Tempo hingga Sabtu, 28 September 2024.
Shienny menjadi fasilitator perundingan pada 6 Juni 2024 di Singapura. Salah satu yang hadir adalah Ketua Dewan Diplomatik dan Luar Negeri Papua Barat Akouboo Amatus Douw, anggota tim yang mewakili TPNPB. Tim ini berisi anggota Komite Nasional Papua Barat seperti Victor Yeimo, Agus Kossay, dan Dolia Ubruangge. “Mereka membantu saja,” ujar Sebby Sambom.
Narasumber yang mengikuti pertemuan di Singapura mengatakan sejumlah pegiat hak asasi manusia hadir di sana. Mereka meminta TPNPB segera membebaskan pilot Susi Air untuk mengantisipasi meluasnya konflik bersenjata di Papua. Shienny Angelita dan Amatus Douw enggan membeberkan isi pertemuan itu.
Nama lain yang juga ditengarai terlibat dalam upaya pembebasan Phillip Mark Mehrtens adalah Juha Christensen, pegiat HAM asal Finlandia. Ia salah satu fasilitator dalam konflik Gerakan Aceh Merdeka dengan pemerintah Indonesia. Sebby Sambom mengatakan Christensen pernah menemuinya pada 2023. Namun Sebby mengklaim TPNPB menolak Christensen menjadi mediator.
Meski begitu, Christensen tetap datang ke Papua untuk menemui Egianus Kogeya. Pada Juni 2024, ia bertemu dengan sejumlah anggota pasukan Egianus. Foto mereka beredar di media. Sebby menuding Christensen diutus oleh TNI-Polri untuk mendekati Egianus. Adapun Christensen belum mau menanggapi soal perannya. “Saya sedang kurang sehat,” katanya, Senin, 23 September 2024.
Seorang aktivis HAM asal Papua, Michelle Kurisi Doga, juga mencoba mendatangi Egianus pada Agustus 2023. Orang yang dekat dengan kelompok Egianus mengatakan Michelle malah dicurigai sebagai agen intelijen. Ia kemudian ditemukan tewas di Distrik Kolawa, Kabupaten Lanny Jaya, Papua Pegunungan.
Saat itu Sebby Sambom membenarkan kabar bahwa anak buah Egianus menembak mati Michelle. Namun polisi justru menyebutkan pelaku pembunuhan adalah Jendri Wanimbo, anggota Komite Nasional Papua Barat.
Dorongan agar Egianus segera melepaskan Phillip Mark Mehrtens juga datang dari Octavianus Mote, Wakil Presiden Eksekutif Gerakan Persatuan Pembebasan Papua Barat (ULMWP). Kepada Sebby Sambom, ia menyatakan Indonesia tak akan mengabulkan tuntutan kemerdekaan Papua agar Mehrtens bebas. “Jokowi sudah mau berakhir, presiden baru belum menjabat. Mau nego sama siapa?” ucapnya.
Narasumber yang mengetahui komunikasi di kalangan internal pendukung kemerdekaan Papua bercerita, sejumlah akademikus berupaya meyakinkan Egianus bahwa menyandera lebih lama Phillip Mehrtens berisiko tinggi. TPNPB akan disalahkan jika Mehrtens terluka atau meninggal meski bukan karena kesalahan mereka.
Tekanan juga muncul dari para perempuan dan pengurus gereja setempat. Relawan pengungsi Nduga yang juga anggota keluarga Egianus, Raga Kogeya, mengatakan para mama berperan banyak dalam menjaga Phillip Mehrtens tetap sehat. Ia mengibaratkan Mehrtens seperti telur titipan dari Egianus. “Harus kami rawat supaya jangan pecah,” ujarnya lewat sambungan telepon kepada Tempo, Kamis, 26 September 2024.
Juru bicara TPNPB, Sebby Sambom, mengatakan Egianus akhirnya meminta dia membuat proposal pembebasan Phillip Mehrtens pada 24 Agustus 2024. “Dalam sambungan video, Egianus bilang kami bisa lepaskan pilot, tapi jangan sampai ini jatuh ke tangan TNI-Polri,” kata Sebby.
Beberapa nama yang muncul dalam proposal itu adalah Shienny Angelita, bekas anggota Center for Humanitarian Dialogue; Alissa Wahid, putri mantan presiden Abdurrahman Wahid; serta Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid. Alissa tak tahu namanya masuk proposal. “Saya belum dihubungi,” tuturnya pada Jumat, 27 September 2024.
Alissa dan Usman mengaku kerap terlibat dalam berbagai perundingan yang membahas pembebasan Phillip Mehrtens, antara lain dengan Dewan Gereja-Gereja Sedunia dan TPNPB. Alissa dan Usman direncanakan berada di Sentani, Kabupaten Jayapura, pada Senin, 23 September 2024.
Proposal itu kemudian menyebar di dunia digital. Seorang narasumber yang dekat dengan kelompok Egianus Kogeya mengatakan proposal sengaja disebar sebagai pengalihan. Diam-diam kelompok itu menyiapkan strategi lain: cepat-cepat membebaskan Phillip Mehrtens. Sebab, makin lama mereka menahan pilot tersebut, polisi dan TNI makin segera bisa mengetahui keberadaan kelompok itu.
Rencana melibatkan para mediator pembebasan Phillip Mehrtens seperti tertulis dalam proposal akhirnya batal. Egianus Kogeya membebaskan pilot Susi Air tersebut lebih cepat dari Kampung Yuguru, Kabupaten Nduga.
•••
HELIKOPTER yang membawa Edison Gwijangge dan Phillip Mark Mehrtens meninggalkan tanah Nduga secepat mungkin. Di tengah jalan, Edison baru tahu bahwa mereka menuju Pangkalan Udara Yohanis Kapiyau Timika. Padahal semula capung besi itu direncanakan mendarat di Markas Komando Brigade Mobil Batalyon B/Timika. “Saya tak tahu kenapa berubah,” katanya.
Perubahan rencana juga terjadi saat Mehrtens akan dibawa ke Jakarta. Edison menyebutkan dia seharusnya terus mendampingi Mehrtens. Tapi ia justru diarahkan naik pesawat komersial dan mendarat di Bandar Udara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten. Sedangkan Mehrtens diangkut dengan Boeing 737-200 milik TNI Angkatan Udara dan mendarat di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur.
Edison Gwijangge di Jakarta, 26 September 2024. Tempo/Egi Adyatama
Di Halim, sejumlah pejabat pemerintah ramai-ramai menyambut Phillip Mehrtens. Mereka di antaranya Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Hadi Tjahjanto; Menteri Luar Negeri Retno Marsudi; Kepala Kepolisian RI Jenderal Listyo Sigit Prabowo; serta Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Maruli Simanjuntak.
Dalam sambutannya, Hadi Tjahjanto menyatakan rasa terima kasihnya kepada semua pihak yang terlibat dalam pembebasan pilot Susi Air, Phillip Mark Mehrtens. Ia juga menyoroti peran Satuan Tugas Damai Cartenz dalam operasi tersebut. “Alhamdulillah, tim satgas dibantu seluruh komponen bisa menyelesaikan tugas dengan baik,” ujar Hadi.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Hussein Abri Dongoran, Andi Adam Faturahman, dan Eka Yudha Saputra berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judl "Operasi Senyap di Tanah Nduga"