Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Khofifah Indar Parawansa membantu pemenangan Jokowi di Jawa Timur dalam dua pemilu.
Jokowi mendukung Khofifah menjadi Gubernur Jawa Timur.
Khofifah dianggap sebagai loyalis Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.
ULFAH Mashfufah masih mengingat pertemuan antara Joko Widodo dan Khofifah Indar Parawansa yang terjadi menjelang pemilihan presiden 2014 silam. Suatu hari di bulan Mei tahun itu, Jokowi yang menjabat Gubernur DKI Jakarta datang ke rumah Khofifah di Jalan Jemursari, Surabaya, dan meminta sahibulbait menjadi juru bicara tim pemenangan Jokowi-Jusuf Kalla.
Pertemuan itu dihadiri sejumlah pengurus Muslimat Nahdlatul Ulama, organisasi perempuan di bawah Nahdlatul Ulama yang dipimpin Khofifah sejak tahun 2000. Sebelumnya, Jokowi berulang kali membujuk Khofifah agar mau membantunya. “Akhirnya dia bilang siap membantu,” kata Ulfah, Sekretaris Umum Muslimat NU, menceritakan ulang informasi yang didapatnya dari Khofifah itu kepada Tempo, Kamis, 23 Februari lalu.
Ulfah menyebutkan Khofifah sedari awal memang sudah sreg dengan sosok Jokowi yang dikenalnya sejak menjabat Wali Kota Solo. Khofifah pun mendengarkan masukan dari sejumlah kiai di Jawa Timur sebelum memutuskan mendukung Jokowi alih-alih lawannya saat itu, Prabowo Subianto.
Baik Jokowi maupun Khofifah sama-sama menampik ada kesepakatan politis dalam kerja sama mereka. "Aku mintanya jubir calon presiden. Setelah menang, itu wilayah lain," ujar Khofifah pada Mei 2014. Setelah memenangi pemilihan presiden, Jokowi menunjuk Khofifah sebagai Menteri Sosial. Khofifah bukan menteri dari kalangan partai politik, tapi sebagai representasi Muslimat NU.
Salah satu anggota Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Muhammad A.S. Hikam, menilai posisi Khofifah sebagai pemimpin Muslimat NU sangat strategis. Organisasi itu diperkirakan memiliki lebih dari 30 juta anggota. “Posisi itu penting dalam relasi kekuasaan,” kata Hikam.
Orang dekat Khofifah Indar Parawansa bercerita, Jokowi menganggap Khofifah berjasa memenangkannya di Jawa Timur. Dalam pemilihan presiden 2014, Jokowi-Kalla mendapat 53,17 persen suara di provinsi tersebut. Pasangan itu mengalahkan duet Prabowo Subianto-Hatta Rajasa yang mendulang 46,83 persen suara.
Baca: Bagaimana Prabowo Subianto Melirik Khofifah Sebagai Calon Wakil Presiden?
Menurut sumber yang sama, Jokowi sempat menanyakan niat Khofifah berlaga dalam pemilihan Gubernur Jawa Timur tahun 2018. Pertanyaan itu dititipkan melalui Menteri Sekretaris Negara Pratikno. Dalam dua pemilihan sebelumnya, pada 2008 dan 2013, Khofifah kalah oleh politikus Partai Demokrat, Soekarwo. Kepada Pratikno, Khofifah menjawab siap menjadi calon gubernur jika diperintah Presiden.
Sekretaris Umum Muslimat NU Ulfah Mashfufah menyebutkan Khofifah memiliki keinginan memimpin di tanah kelahirannya. "Beliau pernah cerita masih ingin memajukan Jawa Timur," tutur Ulfah.
Presiden lantas memanggil Khofifah ke Istana. Orang dekat Khofifah mengatakan bahwa Jokowi menyatakan mendukung Khofifah menjadi Gubernur Jawa Timur. Dimintai tanggapan, Pratikno tidak merespons pertanyaan yang dilayangkan Tempo ke telepon selulernya.
Pada Januari 2018, Khofifah mundur sebagai Menteri Sosial. Ia lantas menggandeng Emil Dardak, saat itu Bupati Trenggalek, Jawa Timur. Pasangan ini unggul 7,11 persen atas pasangan Saifullah Yusuf-Puti Guntur Soekarno yang diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, partai asal Jokowi, dan Partai Kebangkitan Bangsa.
Tak lama setelah hasil pemilihan keluar, Khofifah langsung menyatakan dukungan kepada Jokowi dalam pemilihan presiden 2019. Bahkan ia menyatakan siap kembali menjadi bagian dari tim sukses bagi Jokowi. "Saya siap kalau Pak Jokowi mencalonkan," kata Khofifah pada 28 Juni 2018.
Pada pemilihan presiden 2019, Jokowi yang berpasangan dengan Ma’ruf Amin kembali menang di Jawa Timur. Perolehan suaranya mencapai 65,79 persen, melonjak 12 persen dibanding lima tahun sebelumnya.
Baca: Kekacauan Angka Kasus Covid di Jawa Timur
Jejak Khofifah membantu calon presiden terekam sejak 2004. Saat itu, ada tiga kader Nahdlatul Ulama menjadi kandidat. Mereka adalah wakil presiden Hamzah Haz, yang maju bersama Agum Gumelar; Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Hasyim Muzadi, yang mendampingi Megawati Soekarnoputri; dan Salahuddin Wahid, yang berpasangan dengan Wiranto.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Khofifah saat itu memilih mendukung duet Wiranto, Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dan Gus Solah—panggilan Salahuddin. Sebabnya, Salahuddin adik mantan presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur—gagal menjadi calon presiden pada 2004. Pasangan itu keok di putaran pertama.
Menurut Muhammad A.S. Hikam, Khofifah kerap dianggap sebagai salah satu anak ideologis Gus Dur. Mantan ajudan Gus Dur, Al Zastrouw Ngatawi, membenarkan kabar bahwa Khofifah memiliki kedekatan khusus dengan Presiden Indonesia keempat itu. "Di antara beberapa orang yang dekat dengan Gus Dur, beliau termasuk orang yang mau belajar," ujar Al Zastrouw, Kamis, 23 Februari lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kedekatan Khofifah dengan Gus Dur terjalin saat ia menjadi mahasiswi Universitas Airlangga, Surabaya. Pada 1988, Khofifah menjadi Ketua Umum Pengurus Besar Korps Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Putri, organisasi mahasiswa Islam di bawah naungan NU. Kala itu, Gus Dur menjadi Ketua Umum PBNU.
Baca: Kiprah Gus Dur dan Putrinya Melawan Intoleransi dan Diskriminasi
Ketika Gus Dur mendirikan Partai Kebangkitan Bangsa pada 1998, Khofifah ikut bergabung. Ia hengkang dari Partai Persatuan Pembangunan yang mendudukkannya sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat. “Pada masa awal PKB berdiri, Khofifah menjadi perempuan paling intens berkiprah di partai,” ucap Al Zastrouw.
Setelah Abdurrahman Wahid menjadi presiden pada 1999, Khofifah diboyong sebagai Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan sekaligus Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. Muhammad A.S. Hikam bercerita, Gus Dur tak pernah memarahi anak buahnya itu. “Setidaknya tak di depan umum,” kata Hikam, yang pernah menjabat Menteri Riset dan Teknologi.
Loyalitas Khofifah terhadap Gus Dur terlihat saat kepengurusan PKB beralih ke tangan Muhaimin Iskandar pada 2008. Konflik di partai itu membuat Gus Dur dan gerbongnya tersingkir. Khofifah pun memilih hengkang dari PKB.
Abdurrahman Wahid memang berperan besar dalam karier politik Khofifah. Ia merestui Khofifah berlaga dalam pemilihan Ketua Umum Muslimat NU yang digelar pada tahun 2000. Khofifah terpilih menggantikan Aisyah Hamid Baidlowi, adik Gus Dur. Hingga kini, jabatan itu masih dipegang oleh Khofifah.
Pada Maret 2018, Khofifah menyatakan ia tak akan menjadi pemimpin organisasi perempuan nahdliyin tanpa peran Gus Dur. “Kalau tidak ada dorongan Gus Dur, saya tidak akan mencalonkan,” ujarnya.
Ulfah Mashfufah, Sekretaris Umum Muslimat NU, mengatakan Khofifah terus memastikan laju organisasinya berjalan di tengah kesibukannya. Hampir setiap subuh, ia bersiaga menunggu instruksi dari Khofifah. “Karena sibuk jadi gubernur, beliau biasanya koordinasi saat subuh,” ucap Ulfah.
Baca: Skenario Jokowi untuk Pemilu 2024
Kini Khofifah dilirik sebagai calon wakil presiden dalam Pemilu 2024. Calon presiden dari Partai Gerindra, Prabowo Subianto, telah dua kali menggelar pertemuan khusus dengan dia. Presiden Jokowi pun dikabarkan mendukung Khofifah berduet dengan Prabowo. Calon presiden lain, Anies Baswedan, juga disebut-sebut merapat ke Khofifah.
Menurut Ulfah Mashfufah, arah politik Khofifah Indar Parawansa juga menjadi pertanyaan bagi Muslimat NU. Mereka pun menunggu keputusan Ibu Nyai—panggilan Khofifah. Bertanya langsung kepada Khofifah, Ulfah belum mendapat jawaban tegas. "Beliau bilang, 'Jawa Timur itu indah.' Saya mengartikan dia masih ingin jadi gubernur, tapi itu bisa berubah,” kata Ulfah.
RAYMUNDUS RIKANG
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo