Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Sejumlah calon presiden berebut menggandeng Khofifah sebagai calon wakil.
Khofifah dinilai bisa mendongkrak perolehan suara dari kelompok NU dan wilayah Jawa Timur.
Wakil presiden hanya ban serep dalam pemerintahan.
SELAMA para kandidat hanya sibuk memikirkan kepentingan elektoral, pemilihan presiden 2024 tak bakal lebih baik ketimbang sebelumnya. Belum menawarkan visi tentang Indonesia ke depan, Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, dan Anies Baswedan—tiga tokoh yang mendominasi bursa calon presiden dalam berbagai survei—menyuguhi publik dengan pencitraan, drama pembentukan koalisi, dan gerilya mencari calon wakil. Pertarungan ide dan tawaran program bermutu pun belum terlihat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Usaha mengejar kepentingan elektoral terlihat dari manuver kubu Prabowo dan Anies. Setelah membentuk koalisi partai pendukung, keduanya kini sama-sama mendekati Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa agar bersedia menjadi wakil mereka. Pemilihan Khofifah lebih didasari perhitungan politik elektoral, membawahkan pertimbangan teknokratik untuk memperkuat pemerintahan jika mereka memenangi pemilihan umum.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bagi Prabowo dan Anies, Khofifah dianggap memiliki daya tarik elektoral sebagai wakil. Khofifah punya basis massa yang besar karena memimpin provinsi dengan jumlah pemilih terbanyak kedua setelah Jawa Barat. Khofifah juga mengetuai Muslimat Nahdlatul Ulama sejak 2000. Organisasi itu merupakan salah satu badan otonom NU yang beranggotakan lebih dari 30 juta orang.
Kubu Prabowo ataupun Anies meyakini kunci memenangi pemilihan presiden mendatang ialah menguasai daerah yang menjadi lumbung suara. Di antaranya Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Dalam berbagai hasil survei, Prabowo dan Anies bersaing ketat di Jawa Barat. Jawa Tengah pasti dikuasai calon dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Perebutan suara lantas ada di Jawa Timur. Pada pemilihan presiden 2024, ada sekitar 30 juta warga Jawa Timur yang punya hak suara.
Menggandeng Khofifah sebagai kandidat wakil presiden barangkali menjadi strategi elektoral yang tepat. Namun Khofifah bakal berperan sebagai pendulang suara atau vote getter belaka jika dia bersedia maju pada Pemilu 2024. Walhasil, calon presiden dan partai koalisi pengusungnya harus mempertontonkan pragmatisme politik secara terbuka. Politik hanya menjadi ajang merebut dan mempertahankan kekuasaan.
Khofifah juga dilirik karena latar belakangnya sebagai nahdliyin. NU diprediksi punya pengikut lebih dari 100 juta. Lagi-lagi dukungan kepada calon ditentukan oleh besar-kecilnya basis massa di belakang figur itu. NU pun bergerak seperti organisasi politik dengan menyokong siapa pun calon presiden yang berpasangan dengan elite NU.
Artikel:
Meski begitu, Khofifah belum tentu menjadi faktor penentu kemenangan di Jawa Timur. Kekhawatiran ini beralasan karena sepak terjangnya sebagai kepala daerah tak cukup cemerlang. Kondisi kemiskinan di Jawa Timur adalah satu contohnya. Pada September 2022, Badan Pusat Statistik menyebut Jawa Timur sebagai daerah dengan penduduk miskin terbanyak di negeri ini dengan jumlah 4,23 juta jiwa. Kondisi itu tentu menjadi catatan bagi konstituen dalam memilih apabila Khofifah maju di pemilihan presiden 2024.
Tahapan pemilihan presiden masih panjang. Bakal calon presiden dan koalisinya punya waktu untuk menimbang. Kandidat wakil presiden yang bisa memperkuat pasangan dan membantu menyelesaikan program kerja tentu akan lebih bermakna bagi demokrasi kita. Dengan begitu, rakyat dapat memilih secara rasional calon presiden dan wakilnya yang siap beradu gagasan dan program.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo