Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

politik

Dalih DPR Belum Menentukan RUU Prioritas dalam Prolegnas

Baleg DPR belum menentukan RUU yang masuk daftar prolegnas. Mengapa?

12 November 2024 | 12.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pembahasan RUU tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) tertunda selama hampir 20 tahun.

  • Sejumlah Komisi di DPR menyampaikan RUU untuk dimasukkan ke Prolegnas 2025-2029.

  • Baleg DPR kembali mengundang Kementerian Hukum untuk rapat kerja menentukan daftar RUU Prolegnas 2024-2029 pada Senin, 18 November 2024.

SUDAH 20 tahun Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) tertunda pembahasannya di Dewan Perwakilan Rakyat. Koordinator Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT), Lita Anggraini, mengatakan penundaan itu membuat pekerja rumah tangga tidak memiliki jaminan perlindungan hukum atas kasus kekerasan dan persoalan yang menimpa mereka.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lita mengatakan RUU ini memiliki banyak manfaat. “Salah satunya mencegah diskriminasi, eksploitasi, dan pelecehan terhadap PRT,” ujar Lita dalam rapat dengar pendapat bersama Badan Legislasi DPR di Kompleks DPR/MPR pada Senin, 11 November 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hingga masa tugas DPR periode 2019-2024 berakhir pada September lalu, RUU PPRT tak kunjung disahkan DPR dan pemerintah. Padahal rancangan itu sudah menjadi RUU inisiatif DPR pada 2023. Pemerintah juga telah mengirim daftar inventarisasi masalah. Presiden saat itu, Joko Widodo, bahkan sudah mengeluarkan surat presiden untuk melanjutkan pembahasan.

Jala PRT kini meminta DPR periode 2024-2029 memasukkan RUU PPRT ke daftar Program Legislasi Nasional atau Prolegnas Prioritas 2025. Hal ini juga sesuai dengan rapat paripurna DPR periode sebelumnya yang memutuskan RUU PPRT di-carry over. “Sehingga pembahasan tidak mulai dari nol lagi. Tapi sudah masuk tingkat 1,” kata Lita. RUU carry over atau RUU operan adalah rancangan yang dilanjutkan pembahasannya dari DPR periode sebelumnya ke periode berikutnya. 

Aktivis Aliansi Mogok Makan Pekerja Rumah Tangga (PRT) menggelar aksi mendesak disahkannya RUU PPRT, di depan gedung DPR, Jakarta, 23 Agustus 2023. TEMPO/M. Taufan Rengganis

Bukan hanya RUU PPRT yang pembahasannya dilanjutkan DPR periode berikutnya. Rapat paripurna DPR periode 2019-2024 pada Senin, 30 September 2024, memutuskan RUU Mahkamah Konstitusi juga termasuk yang diteruskan pembahasannya oleh DPR periode selanjutnya. 

DPR periode 2024-2029 kini mulai menerima masukan untuk menyusun RUU yang masuk daftar Prolegnas 2025-2029 dan Prolegnas Prioritas 2025. Masukan itu sudah dilakukan sejak 29 Oktober 2024.

Wakil Ketua Baleg DPR Ahmad Doli Kurnia mengatakan Baleg DPR belum menentukan RUU apa saja yang masuk daftar prolegnas. Dia mengatakan Baleg DPR masih berkonsolidasi dengan pemerintah dan alat kelengkapan DPR, yakni komisi-komisi di DPR. 

Doli menjelaskan, Baleg DPR masih meninjau ulang semua RUU yang masuk Prolegnas 2019-2024. Baleg mendalami alasan DPR periode 2019-2024 hanya menghasilkan 48 undang-undang dari 248 RUU yang masuk daftar Prolegnas 2019-2024. Dari situ, Baleg DPR melihat ada beberapa RUU yang tidak selesai serta ada pula yang sampai pembahasan tingkat 1 saja.

Dia menduga alasan tidak tuntasnya pembahasan tersebut. "Jangan-jangan RUU itu dibuat berdasarkan keinginan, bukan kebutuhan. Jadi kami ubah pola pikirnya bahwa penyusunan RUU di prolegnas harus berdasarkan kebutuhan,” ucap Doli ketika ditemui di Jakarta pada Senin, 11 November 2024.

Kebutuhan yang dimaksudkan itu, kata Doli, adalah memenuhi target pembangunan Indonesia pada 2029. Atas dasar itu, Doli bersama pimpinan Baleg DPR lain bertemu dengan Menteri Hukum Supratman Andi Agtas di ruang pimpinan Baleg DPR pada Senin pekan lalu, 4 November 2024. Pertemuan tersebut membahas Prolegnas 2025. 

Baleg DPR juga ingin mengetahui langsung dari pemerintah ihwal kebutuhan undang-undang dan isu yang berkembang. “Kami ingin tahu Indonesia mau dijadikan seperti apa. Target pembangunan seperti apa,” ujar Doli. Dia mencontohkan isu swasembada pangan yang ditargetkan pemerintah empat tahun mendatang. Baleg DPR ingin mengetahui capaian ketahanan pangan pada 2029. Dari situ, kata Doli, Baleg DPR akan melihat regulasi seperti apa yang dibutuhkan pemerintah. 

Dalam persamuhan dengan pemerintah itu, Doli menuturkan, tidak ada keputusan untuk memuluskan RUU tertentu. Pertemuan itu hanya untuk menyamakan pandangan mengenai isu dan target pemerintah. Baleg DPR berencana kembali mengundang Kementerian Hukum untuk rapat kerja menentukan daftar RUU prolegnas. Pertemuan rencananya berlangsung pada Senin, 18 November 2024. "Tapi jadwal itu bisa berubah,” tutur Doli.

Wakil Ketua Baleg DPR Ahmad Doli Kurnia. TEMPO/M. Taufan Rengganis

Selain bertemu dengan pemerintah, Doli melanjutkan, Baleg DPR menampung usulan RUU dari Komisi di DPR, yang merupakan alat kelengkapan dewan (AKD), dan organisasi masyarakat sipil. Baleg DPR belum meninjau usulan dari AKD dan masyarakat sipil. “Dua pekan ini kami mengundang asosiasi untuk menyerap aspirasi,” kata Doli. 

Baleg DPR sejatinya telah menggelar rapat untuk membahas dan mengevaluasi usulan Prolegnas 2025-2029 pada Senin, 28 Oktober 2024. Dalam rapat itu, RUU Perampasan Aset tidak dibacakan. RUU tersebut sebenarnya masuk Prolegnas 2019-2024.

Berdasarkan surat Komisi III DPR per 24 Oktober 2024, hanya ada RUU tentang Hukum Acara Perdata dan RUU tentang Hukum Perdata Internasional yang dicanangkan dalam Prolegnas 2024-2029. Kala itu, anggota Baleg DPR, Saleh Daulay, mengatakan secara politik pembahasan RUU Perampasan Aset tidak mudah. "Kami sudah berkomunikasi dengan partai-partai lain. Tapi kelihatannya di partai-partai lain juga tidak mudah," ujar Saleh seusai rapat Baleg pada Senin, 28 Oktober 2024. Namun Saleh tidak menjelaskan kesulitan yang dimaksudkan dalam pembahasan RUU Perampasan Aset itu. 

Saat dimintai konfirmasi, Doli menegaskan Baleg DPR belum memiliki daftar RUU yang final masuk ke prolegnas. Baleg DPR masih terus membahasnya. “Jadi jangan ada kesimpulan bahwa RUU PPRT atau RUU Perampasan Aset tidak dimasukkan. Kami masih menyusun,” ucap Doli. 

Wakil Ketua Baleg DPR lainnya, Sturman Panjaitan, mengatakan lanjut atau tidaknya RUU masuk prolegnas ditentukan oleh pimpinan Baleg DPR periode 2024-2029. Meski DPR periode sebelumnya menyerahkan sejumlah usulan sebagai RUU operan, Baleg DPR belum tentu melanjutkannya. Sebab, Sturman mengatakan, penentuan RUU masuk prolegnas atau tidak berdasarkan urgensi. “Tak semua yang tertunda itu harus dibahas lagi,” tutur Sturman saat ditemui pada Senin, 11 November 2024.

Tempo telah menghubungi Supratman Andi Agtas. Namun, hingga berita ditulis, pesan berupa pertanyaan dan permintaan konfirmasi yang dikirim melalui aplikasi perpesanan belum direspons. 

Pembahasan penyusunan daftar Prolegnas 2025-2029 dan Prolegnas Prioritas 2025 masih berlangsung. Sejumlah komisi telah menyampaikan RUU yang akan dimasukkan ke Prolegnas 2025-2029. Ketua Komisi III DPR Habiburokhman mengatakan telah mengusulkan RUU Narkotika dan rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) masuk daftar Prolegnas Prioritas 2025.

Ia juga sudah meminta Badan Keahlian Sekretariat Jenderal DPR merumuskan rancangan dan naskah akademik KUHAP. Habiburokhman berharap, pada akhir 2024, Komisi III DPR yang membidangi hukum sudah dapat menyusun rancangan KUHAP tersebut.

Dalam kesempatan terpisah, Komisi X DPR mengusulkan revisi Undang-Undang Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Undang-Undang Sisdiknas) masuk Prolegnas Prioritas 2025. Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian mengatakan norma-norma dalam UU Sisdiknas yang ada saat ini sudah tidak relevan. “Undang-Undang Sisdiknas telah diimplementasikan lebih dari 20 tahun. Terdapat substansi norma, baik pasal maupun ayat, dalam undang-undang tersebut yang tidak relevan lagi sehingga perlu ditinjau ulang,” ujar Hetifah kepada Tempo melalui aplikasi pesan pendek pada Senin, 11 November 2024.

Sejumlah pelajar dan mahasiswa berunjuk rasa menolak RUU Sistem Pendidikan Nasional di depan Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, 29 Agustus 2022. ANTARA/Henry Purba

Menurut Hetifah, perlu ada sinkronisasi antara Undang-Undang Sisdiknas dan beberapa undang-undang lain. Undang-undang tersebut antara lain Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, serta Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren. 

Hetifah menjelaskan, Undang-Undang Sisdiknas perlu direvisi agar sesuai dengan Peta Jalan Pendidikan 2025-2045 yang dikeluarkan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Dengan begitu, substansi baru dalam RUU Sisdiknas akan menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. “Diperlukan pengkajian yang menyeluruh dan melibatkan masyarakat secara aktif,” ujarnya.

Menanggapi hal tersebut, peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, mengatakan pertimbangan masuk atau tidaknya RUU ke prolegnas didasarkan pada tiga hal, yaitu Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), politik legislasi DPR, dan kebutuhan masyarakat. Untuk memastikan kebutuhan masyarakat, DPR harus menyiapkan ruang bagi masyarakat memberikan usulan yang bukan sekadar forum rapat dengar pendapat. “Prolegnas bukan kepentingan pemerintah dan elite, melainkan kebutuhan masyarakat,” kata Lucius kemarin.

Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia Rizky Argama mengusulkan Baleg DPR memasukkan revisi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan ke daftar prolegnas prioritas. Revisi regulasi itu perlu dilakukan untuk mereformasi sistem dan tata kelola pembahasan undang-undang menjadi lebih komprehensif. 

Rizky mengatakan perubahan itu juga perlu untuk mengatur pembatasan penggunaan metode omnibus. Omnibus law adalah metode penyusunan peraturan perundang-undangan yang menggabungkan beberapa peraturan menjadi satu undang-undang baru.

Rizky juga menyarankan Baleg DPR memasukkan RUU Masyarakat Hukum Adat ke daftar prolegnas. RUU itu diusulkan sejak 2010, bahkan tiga kali masuk prolegnas sejak 2014, tapi tak kunjung disahkan DPR dan pemerintah. 

Menurut dia, RUU itu penting untuk memberikan kebutuhan hukum kepada masyarakat adat. Mereka memerlukan perlindungan hukum di tengah marak terkikisnya ruang hidup akibat pembangunan dan investasi. “Kasus dugaan kriminalisasi dan pengusiran terhadap masyarakat adat makin marak. Ini perlu segera disahkan,” kata Rizky dalam keterangannya kemarin.

Rizky menilai ada sejumlah masalah tata kelola dalam penyusunan regulasi. Salah satunya perencanaan legislasi yang tidak sesuai dengan perencanaan pembangunan. “Masalah lain, materi dalam peraturan sering tidak sesuai dengan bentuk peraturan,” ucapnya.

Apalagi target prolegnas dalam empat DPR periode terakhir tidak pernah tercapai. Rizky mencontohkan, pada 2015, Baleg DPR menentukan 40 RUU prolegnas prioritas, tapi hanya 17 RUU yang selesai. Pada 2016, Baleg DPR memiliki 50 RUU prolegnas prioritas, tapi hanya 19 yang tercapai. 

Menurut Rizky, Baleg DPR seharusnya meningkatkan kualitas legislasi serta berfokus pada kualitas proses dan substansi produk legislasi, bukan hanya pada capaian kuantitas legislasi. DPR juga harus dapat memaksimalkan tahun pertama periode ini untuk menentukan arah politik legislasi dalam lima tahun ke depan. 

Selain itu, DPR perlu mematangkan kebutuhan RUU empat tahun berikutnya. “Fokus saja pada RUU yang paling dibutuhkan. Tidak perlu menetapkan target kuantitas yang ambisius dan tak terburu-buru menetapkan prolegnas prioritas tahunan,” tutur Rizky. 

Dihubungi secara terpisah, Direktur Indonesian Parliamentary Center Ahmad Hanafi mengatakan DPR selama ini lebih banyak mengesahkan RUU kumulatif terbuka. Masalahnya, RUU itu hanya untuk menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi yang dinilai sebagai hal yang tidak substansif. “Itu hanya administrasi hukum,” kata Hanafi saat dihubungi kemarin. RUU kumulatif terbuka adalah RUU di luar prolegnas yang dapat diajukan DPR atau presiden dalam keadaan tertentu.

Hanafi mendesak DPR periode 2024-2029 membuat perencanaan prolegnas secara baik yang sesuai dengan kebutuhan. Kebutuhan itu disesuaikan dengan agenda RPJMN, visi dan misi, serta agenda politik partai. “Itu saja. Tak perlu membuat RUU yang mengada-ada,” kata Hanafi.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

 Annisa Febiola dan Anastasya Lavenia Y. berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus