Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - PKS menyatakan menolak pengesahan Rancangan Undang-undang atau RUU Cipta Kerja. Salah satu alasannya adalah pembahasan yang berlangsung di tengah pandemi Covid-19.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Pembahasan DIM yang tidak runtut dalam waktu yang pendek menyebabkan pembahasan tidak optimal,” kata anggota Baleg dari Fraksi PKS, Ledia Hanifa Amaliah, Sabtu, 3 Oktober 2020. Leida melihat pembahasan di tengah pandemi ini menyebabkan partisipasi publik berkurang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain itu, PKS merasa RUU Cipta Kerja tak tepat membaca situasi dan menyusun resep permasalahan ekonomi di Indonesia. Pada kenyataannya, kata dia, yang diatur dalam rancangan tersebut bukanlah masalah utama yang menjadi penghambat investasi.
Ia memberi contoh perihal formulasi pemberian pesangon yang menurut dia tak didasari atas analisa yang komprehensif. “Hanya melihat pada aspek ketidakberdayaan pengusaha tanpa melihat rata-rata lama masa kerja pekerja yang di PHK. Sehingga nilai maksimal pesangon itu semestinya tidak menjadi momok bagi pengusaha,” tutur Ledia.
Ledia mengatakan PKS menilai sejumlah ketentuan dalam RUU Cipta Kerja bertentangan dengan politik hukum kebangsaan yang disepakati. RUU ini, kata dia, memuat substansi pengaturan yang berpotensi merugikan tenaga kerja melalui perubahan beberapa aturan yang menguntungkan pengusaha. “Terutama pada pengaturan tentang kontrak kerja, upah, dan pesangon,” ucap dia.
Terakhir, PKS menilai RUU Cipta Kerja berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan hidup. Dalam Pasal 37 RUU Cipta Kerja terkait perubahan UU Kehutanan, Ledia menyebut ketentuan penyediaan luas minimum 30 persen untuk fungsi kawasan hutan dari Daerah Aliran Sungai (DAS) dihapus.
"RUU Cipta Kerja memberikan kewenangan yang sangat besar bagi Pemerintah namun kewenangan tersebut tidak diimbangi dengan menciptakan sistem pengawasan dan pengendalian terhadap penegakan hukum administratif,” ujar Ledia.