Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Solo - Dosen Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Endang Yuniastuti, dikukuhkan sebagai guru besar di kampus tersebut, Selasa, 9 Maret 2021. Selama dua belas tahun, dia meneliti kandungan minyak pada tanaman genderuwo sebagai bahan bakar alternatif.
Baca:
Kasus Positif Covid-19 Balikpapan Jadi 33 dari Ratusan, PPKM Dianggap Efektif
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Pohon genderuwo ini memang sudah jarang ditemukan," kata Endang, Selasa, 9 Maret 2021. Pohon dengan nama Latin sterculia foetida linn itu memiliki nama lain pohon Kepuh. Dalam penelitiannya, dia menyebut kandungan minyak dalam buah pohon itu berpeluang untuk dijadikan alternatif bahan bakar nabati.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam penelitiannya, 66 pohon genderuwo dewasa dapat menghasilkan 55 ton biji kering pada setiap musimnya. Dalam satu tahun pohon genderuwo bisa berbuah hingga tiga kali. Dengan tingkat rendemen rata-rata 68 persen, biji pohon genderuwo itu bisa diproses menjadi 22 ribu liter minyak tiap musim.
Limbah dari perasan minyak itu juga bisa dimanfaatkan menjadi briket untuk bahan bakar industri. Briket limbah tanaman genderuwo memiliki temperatur panas yang sangat tinggi mencapai 1.200 derajat celsius.
"Sebagai perbandingan, briket tempurung kelapa yang selama ini dianggap sangat panas hanya memiliki temperatur 600 derajat Celsius," katanya.
Tanaman genderuwo atau kepuh, menurutnya, mulai belajar berbuah pada usia lima tahun. "Selanjutnya pohon itu akan terus produktif selama lebih dari seratus tahun," kata Endang. Hal itu membuat briket pohon genderuwo sangat cocok digunakan dalam industri pengecoran logam.
Hanya saja, ukuran pohon yang sangat besar membuatnya sulit untuk dikembangkan secara massal di satu lahan. "Jarak tanam ideal adalah 20 meter antar-pohon," katanya. Dia menyarankan pohon itu ditanam di sekitar aliran sungai lantaran akarnya yang memiliki sifat menyimpan air.
Selain itu, tantangan lain yang dihadapi adalah kepercayaan masyarakat bahwa pohon itu merupakan tempat bersarang makhluk halus. "Banyak yang keberatan saat saya hendak menanamnya," kata Endang. Selama beberapa tahun, dia melakukan penelitiannya di beberapa permakaman. "Sebab pohon ini hanya bisa ditemukan di kuburan," katanya.
Penelitian itu membawa Endang menjadi guru besar ke-234 di UNS dan ke-33 di fakultasnya.
AHMAD RAFIQ