Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyarankan untuk menggunakan teknologi keramba jaring apung (KJA) untuk mengembangkan budidaya ikan air tawar. Teknologi itu diungkap dalam Seminar Teknologi Budidaya KJA Berkelanjutan di Perairan Umum yang digelar Trobos Aqua di JIEXPO Kemayoran dalam rangkaian Pameran Aquatica Asia and Indoaqua 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Budidaya perikanan menjadi sektor yang diandalkan untuk memenuhi sumber protein. Serta menjadi lahan pekerjaan bagi penduduk produktif yang menjadi bonus demografi Indonesia pada 2030, dengan penduduk dunia mencapai 9 miliar," ujar Dekan Fakultas Perikanan Universitas Padjadjaran Yudi Nurul Ihsan, dalam keterangan tertulis, Kamis, 29 November 2018. Seminar tersebut diselenggarakan Direktorat Jenderal Budidaya Perikanan KKP.
Budidaya tersebut banyak dilakukan di perairan umum seperti sungai, danau, waduk dan situ. Keberhasilan pengembangan teknologi KJA telah terbukti berperan dalam peningkatan produksi ikan secara nasional. Budidaya ikan air tawar dengan KJA sifatnya ramah lingkungan dan berkelanjutan. Sehingga sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi ikan nasional yang diprediksi mencapai 40 kg ikan per kapita per tahun.
"Dengan jumlah penduduk dunia yang besar itu, diperlukan asupan protein yang besar. Ditambah luas daratan yang semakin sempit, maka sumber protein dari daratan akan semakin terbatas. Dengan demikian, protein dari ikan menjadi sumber protein yang sangat diandalkan pada masa mendatang," kata Yudi.
Menurut laporan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi XI 2018, terdapat 9 juta balita di Indonesia atau dari tiga balita menderita stunting (tubuh pendek), dan Indonesia masuk dalam klasemen 5 besar negara dengan megastunting Indonesia akibat kurangnya asupan gizi.
Data Direktorat Jendral Perikanan Budidaya KKP menyebutkan jumlah produksi ikan tahun 2015 masih didominasi oleh perikanan air tawar, mencapai angka 69 persen. Sementara budidaya air payau 30 persen, terdiri dari udang, ikan dan rumput laut, sedangkan untuk budidaya laut hanya 1 persen. Pada 2016, produksi perikanan budidaya mencapai 13,2 juta ton atau naik 6,9 persen dibanding 2015 yang mencapai 11,5 juta ton.
"Perkembangan KJA harus diimbangi dengan perhitungan kemampuan daya dukung perairan. KJA memerlukan lingkungan perairan yang bersih agar ikan dapat tumbuh secara optimal dan mulai sekarang KJA harus menyesuaikan dengan daya dukung perairan, serta menggunakan teknologi yang ramah lingkungan," kata Krismono dari Pusriskan.
Besarnya produksi ikan air tawar yang didominasi oleh jenis ikan lele, mas, nila, dan patin membuktikan bahwa budidaya ikan air tawar, terutama melalui teknologi KJA, menjadi ujung tombak bagi pemenuhan kebutuhan protein hewani yang terjangkau bagi masyarakat. Selain memenuhi kebutuhan sumber protein hewani terjangkau, KJA memiliki dampak ekonomi yang besar bagi masyarakat, karena menjadi mata pencaharian utama bagi penduduk di sekitar perairan.
Adanya teknologi KJA memberikan efek multiplier terhadap penyerapan tenaga kerja baik langsung maupun tidak langsung, dari hulu ke hilir. Masyarakat dapat bekerja untuk pembenihan, pakan ikan, buruh bongkar muat, buruh transportasi, tenaga panen, hingga pemilik warung makan. "Misalnya, dengan penebaran ikan di perairan umum dengan jenis ikan yang dapat memanfaatkan fitoplankton dan tumbuhan air dapat mengurangi kesuburan perairan," tambah Krismono.
Simak kabar terbaru dari KKP hanya di kanal Tekno Tempo.co.