Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat dan praktisi keamanan siber dari Vaksincom, Alfons Tanujaya, mendukung Starlink menghadirkan layanan internetnya yang berbasis satelit ke Indonesia. Menurut dia, Starlink saat ini menjadi solusi untuk daerah terpelosok yang tidak memiliki infrastruktur internet, walaupun harganya sedikit lebih mahal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Keuntungan yang didapat masyarakat Indonesia dan pemerintah atas terkoneksinya daerah yang selama ini sulit mendapatkan koneksi Internet, jauh lebih besar dan berlipat dibanding keuntungan yang didapat Starlink," kata Alfons, dikutip dari keterangan tertulisnya, Jumat, 24 Mei 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Layanan internet Starlink resmi masuk ke Indonesia setelah Elon Musk meresmikannya di salah satu puskesmas di Denpasar, Bali pada Minggu, 19 Mei 2024 yang dihadiri juga oleh Presiden Joko Widodo. Namun untuk izin badan hukumnya sudah diurus terlebih dahulu lewat PT Starlink Services Indonesia dan telah dipakai oleh pengguna di Bandung maupun Jakarta.
Starlink termasuk dalam kategori low earth orbit satellite atau satelit LEO. Ini sejenis satelit yang mengelilingi bumi pada ketinggian kurang lebih 482 kilometer di atas permukaan. Kehadiran teknologi ini disebut Alfons akan semakin memperluas cakupan layanan internet hingga ke pelosok terpencil sekalipun.
"Cakupan internet akan jauh lebih luas lagi dan optimal dengan beroperasinya LEO, dibandingkan harus membangun jaringan fiber dan tower di seluruh wilayah Indonesia," ucap Alfons membandingkan.
Alfons menegaskan protes terhadap layanan Starlink hendaknya dibarengi dengan solusi yang lebih konkret dan murah. "Silakan gelar LEO sendiri dan kalau ada yang lebih murah silakan berpindah. Sama seperti kabel fiber optik di mana jika penyedianya lebih dari satu maka yang akan dipilih adalah layanan terbaik dengan harga terbaik."
Satelit internet Starlink SpaceX di orbit. Kredit : SpaceX
Biaya untuk berlangganan bulanan internet Starlink mulai dari harga Rp 750 ribu dan Rp 1,1 juta hingga Rp 12,3 juta per bulannya. Jenis langganannya pun bisa dipilih untuk pemakaian tetap di satu lokasi atau yang mampu dibawa bepergian. Untuk harganya sendiri memang tergolong mahal dibanding biaya paket data bulanan dan langganan Wi-Fi di Indonesia, tapi keuntungan Starlink ini mampu untuk menghadirkan layanan internet di daerah terpencil sekalipun.
Keunggulan internet berbasis satelit seperti Starlink, kata Alfons, lebih luas cakupan transfer datanya dibanding berbasis kabel fiber optik. Kecepatan internetnya pun merata dan tidak pilih kasih, mau di kota besar atau di desa yang banyak hutan tetap sama kencangnya. "Hal ini memberikan pemerataan akses informasi dan layanan digital bagi seluruh pengaksesnya."
Starlink dan Persaingan Tak Sempurna
Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie Setiadi menjamin kehadiran Starlink tidak akan merusak ekosistem layanan internet yang ada di Indonesia. Penyelenggara Jasa Internet (PJI) lokal diimbaunya untuk tidak khawatir karena harga layanan Starlink lebih cocok untuk memenuhi pemerataan jasa internet di daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar).
Roket SpaceX Falcon9 meluncurkan 49 satelit internet Starlink ke orbit. Foto : SpaceX
Sedang Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Kominfo Usman Kansong menjelaskan bahwa masuknya Starlink telah melalui kajian yang matang, termasuk dari sisi aspek ekonominya. Salah satu pertimbangan utama adalah apakah kedatangan perusahaan asing tersebut akan mengganggu atau menggerus operator-operator lokal yang sudah ada di Indonesia.
"Ini kami tata supaya kompetisinya itu, dalam istilah ekonomi, bukan persaingan sempurna. Kalau persaingan sempurna biasanya itu ada yang tewas tapi kalau persaingan ditata dengan baik maka yang terjadi adalah kepentingan publik akan diutamakan," tutur Usman.
Pilihan Editor: Di World Water Forum Bali, Begini Cina Klaim Perbaiki Kualitas Ekologis Sungai Kuning