Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

sains

Profesor Riset Termuda BRIN Dikukuhkan, Angkat Isu Sampah Indonesia yang Cemari Laut Afrika

Reza dikukuhkan sebagai profesor riset berkat penelitian yang dilakukannya pada aspek urgensi pengelolaan plastik.

25 April 2024 | 14.39 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Ahli Utama di Pusat Riset Oceanografi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Muhammad Reza Cordova dikukuhkan menjadi profesor riset dengan bidang kepakaran pencemaran laut. Pengukuhan berlangsung di Gedung B.J. Habibie pada Kamis, 25 April 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Gelar profesor riset yang diberikan kepada kami adalah sebuah tanggung jawab secara moral dan keilmuan, sekaligus tuntutan untuk menjadi lebih baik lagi dan bisa meningkatkan andil dalam penelitian yang lebih unggul," kata Reza yang juga profesor riset termuda saat ini di BRIN.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Reza lahir di Bogor, Jawa Barat, pada 1986 silam. Dia memulai karir Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) pada 2015 di LIPI. Dua tahun setelahnya, Reza diangkat sebagai Peneliti Ahli Muda dan berlanjut ke Peneliti Ahli Utama di 2023 lalu.

Akhir perjalanan keilmuan Reza tidak terhenti di 2023, tahun ini dia dikukuhkan sebagai profesor riset berkat penelitian yang dilakukannya pada aspek urgensi pengelolaan plastik dalam mendukung mitigasi pencemaran lingkungan laut.

"Sampah yang dibuang sembarangan, pada akhirnya akan bermuara ke perairan dan laut. Jika dibiarkan berlarut hingga bertahun-tahun lamanya, berpotensi merusak ekosistem yang ada," ucap Reza kepada Tempo, seusai pengukuhan Profesor Riset.

Penelitian yang dilakukan Reza dengan memanfaatkan drifter yang disebar ke beberapa titik lokasi penumpukan sampah di Pulau Jawa. Enam dari 11 drifter itu bergerak dibawa oleh arus laut hingga ke Kepulauan Seribu. Tiga mencapai pesisir Pulau Sumatra dan dua lainnya terdeteksi memasuki kawasan laut Afrika.

"Seluruh proses perpindahan drifter itu terjadi kurang dari satu tahun. Bisa kita bayangkan betapa bahayanya fenomena ini. Coba bayangkan kalau alat itu adalah sampah, lalu sampah kita merusak ekosistem di laut dan sampah ke negara lain," ujar Reza.

Pada kasus sampah Indonesia sampai ke negara lain, menurut Reza, bukan hal yang jarang terjadi. Beberapa kali dia kerap menerima laporan dari koleganya di Afrika bahwa botol plastik buatan Indonesia sudah sampai kesana. 

Reza menduga sampah-sampah yang bermerek buatan Indonesia yang sampai ke negara tetangga, berasal dari jalur transportasi laut. Sebab beberapa awak kapal lintas samudera cenderung memasok makanan dan tidak menutup kemungkinan beberapa sampah dibuang di sembarang tempat.

"Tapi ternyata salah, berkat penelitian ini saya menemukan jawaban baru. Bahwa sampah yang kita buang sembarangan ke sungai bisa hanyut dan terbawa ke laut. Lalu berlanjut melintasi samudra dan benua. Bahkan bisa sampai ke Samudera Atlantik Selatan dalam waktu kurang dari lima tahun," ucap Reza.

Lebih lanjut, Reza menilai permasalahan sampah ini tidak bisa dibiarkan dan harus ditanggulangi bersama-sama. Sampah yang menumpuk di laut dapat merusak ekosistem dan memicu terjadinya perubahan iklim akibat zat kimia plastik yang tersebar di lautan lepas.

"Menurut kita sampah sebesar kuku jari memang kecil dan tidak berdampak. Tapi coba dibayangkan jika ada ribuan sampah berukuran sebesar kuku jari, lalu dikumpulkan. Berapa besarnya?" kata Reza menggambarkan.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus