Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti asal Indonesia yang tergabung dalam Intergovernmental Panel Climate Change (IPCC), bagian dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), menyatakan erupsi panjang Gunung Lewotobi Laki-laki bisa saja berpengaruh terhadap suhu bumi. Sesuai catatan sejarah, Vice Chair Working Group I IPCC, Edvin Aldrian, menyebut sebaran debu vulkanik di atmosfer memang pernah membuat bumi sedikit lebih dingin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Sudah pasti (berpengaruh), tapi seberapa besar (efek Gunung Lewotobi) harus diteliti lagi,” katanya ketika dihubungi Tempo, Senin, 18 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Edvin, asap dari kendaraan dan kebakaran hutan masuk dalam kategori short-lived climate forcers (SLCF) atau zat-zat di atmosfer yang bisa mempengaruhi iklim dalam jangka pendek. Gas beracun seperti sulfur dioksida, termasuk yang muncul dari letusan gunung api, juga bisa menghalangi cahaya matahari ketika terlontar ke udara.
Debu di udara membuat sinar matahari menyebar, bahkan tak menjangkau permukaan bumi. “Jadi tidak pada satu arah, sehingga panasnya berkurang,” kata dia.
Beberapa letusan gunung api yang pernah tercatat dalam sejarah terbukti bisa menurunkan suhu bumi. Letusan Gunung Krakatau di Selat Sunda pada 1883 adalah insiden besar yang membuat suhu global turun hingga 1,2 derajat Celsius. Karena sebaran debu di udara, letusan itu membuat dunia gelap selama dua setengah hari.
Kejadian Kratau mirip dengan catatan erupsi Gunung Tambora di Sumbawa pada 1815 yang membuat suhu rata-rata bumi turun hingga 3 derajat Celsius. Letusan ini juga menyebabkan belahan Bumi Utara tidak memiliki musim panas selama satu tahun.
Selanjutnya ada letusan Gunung Agung di Bali, pada 1963, yang menurunkan suhu hingga 0,1–0,4 derajat Celsius. Erupsi Gunung Pinatubo di Filipina, pada 1991, juga tercatat membuat suhu global merosot 0,5 derajat Celsius.
Berdasarkan seluruh catatan ini, bukan tidak mungkin letusan Gunung Lewotobi Laki-laki turut mempengaruhi suhu wilayah di sekitarnya. Namun, belum ada kajian menyangkut hal ini. Yang jelas, gunung setinggi 1.584 meter dari permukaan laut itu sedang bergejolak, tampak dari jumlah erupsinya sepanjang tahun ini.
Gunung Lewotobi Laki-Laki maupun Gunung Lewotobi Perempuan merupakan gunung berapi kembar yang masih aktif. Namun, berdasarkan riwayat aktivitas vulkaniknya, Gunung Lewotobi Laki-Laki lebih meletus. Gejolak gunung ini selalu dipantau, baik secara visual maupun instrumental, melalui pos pengamatan yang berlokasi di Desa Pululera, Flores Timur.
Gunung Lewotobi sempat meletus pada 12 November lalu. Letusan yang terjadi sejak malam hingga dinihari itu menghasilkan dua aliran lava pijar. Ada juga suara gemuruh yang dapat terdengar hingga Kota Maumere.
Selain berdampak langsung terhadap kehidupan masyarakat di NTT, erupsi Gunung Lewotobi juga mengganggu penerbangan, pendidikan, serta kegiatan ekonomi lokal. Erupsi ini menambah daftar panjang aktivitas vulkanik yang perlu diwaspadai oleh warga lokal dan pemerintah daerah.
Sharisya Kusuma dan Sukma Kanthi berkontribusi dalam tulisan ini.
Pilihan Editor: Tim Cagar ITS Ciptakan Jam Tangan dari Sampah Plastik Daur Ulang