Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Peneliti Universitas Padjadjaran merampungkan uji praklinis imunoglobulin atau antibodi untuk melawan SARS-CoV-2.
Peneliti menyebutnya vaksin pasif karena memberikan antibodi ke dalam tubuh untuk melawan penyakit tertentu.
Ditargetkan bisa menjalani uji klinis tahun depan.
TOTO Subroto hakulyakin antibodi dalam kuning telur ayam yang telah diimunisasi mampu menetralisasi virus SARS-CoV-2, penyebab Coronavirus Disease 2019 alias Covid-19. Uji praklinis pada mencit yang dilakukan tim peneliti yang dipimpin Toto membuktikannya. Menurut Ketua Pusat Riset Bioteknologi Molekuler dan Bioinformatika Universitas Padjadjaran itu, antibodi yang disebut immunoglobulin Y (IgY) ini terdistribusi ke seluruh organ mencit dan yang terbanyak ada di batang tenggorokan. “Organ ini adalah titik kritis masuknya virus SARS CoV-2,” katanya, Sabtu, 6 November lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Keberhasilan uji praklinis fase pertama ini membuka harapan ditemukannya obat penawar Covid-19 yang bisa menjadi alternatif vaksin. Toto menyebut IgY sebagai vaksin pasif Covid-19. Dalam Daftar Riset dan Inovasi Percepatan Penanganan Covid-19 Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), penelitian ini ada di urutan keenam dengan judul “Uji Praklinis IgY Anti-RBD Spike SARS-CoV-2 Sebagai Kandidat Vaksin Pasif Covid-19”. Penelitian ini kolaborasi Universitas Padjadjaran, PT Tekad Mandiri Citra (TMC), serta Pusat Riset dan Teknologi Nuklir Terapan BRIN.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Toto, prinsip pembuatan IgY sama dengan antibisa ular yang dibikin PT Bio Farma. “Biasanya antigen disuntikkan ke kuda. Kuda menghasilkan antibodi di dalam darahnya. Antibodi itu dimurnikan untuk digunakan sebagai vaksin pasif,” ujar Toto, yang juga guru besar Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Padjadjaran. Toto menyebut IgY mirip dengan produk Korea Selatan yang beredar luas, termasuk di Indonesia, Regkirona (Regdanvimab). “Bukan dari telur ayam, tapi antibodi monoklonal. Disuntikkan ke tubuh sama seperti plasma konvalesen,” ucapnya.
Eddy Fadlyana, dokter anak dan peneliti vaksin dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, mengatakan ada istilah imunisasi pasif yang merujuk pada pemberian antibodi ke dalam tubuh untuk melawan penyakit tertentu. “Jadi badan enggak usah membentuk antibodi lagi,” kata Eddy, Selasa, 9 November lalu. Ia memberi contoh imunisasi pasif adalah plasma konvalesen. Menurut Eddy, pada kasus campak, penderita yang baru terkena diberi imunoglobulin. “Bukan untuk pencegahan, tapi semacam obat,” ujar Eddy, yang mengepalai tim uji klinis vaksin penguat di Indonesia.
Tim peneliti Universitas Padjadjaran bekerja sama dengan PT TMC dalam membuat IgY dari telur ayam ini. PT TMC, perusahaan obat hewan, telah berpengalaman membuat IgY untuk mengatasi aneka penyakit pada ayam, seperti tetelo dan gumboro. Tim menggunakan antigen dari strain virus Wuhan, Cina. Antigen itu diimpor dari GenScript Biotech Corporation, Amerika Serikat, seharga Rp 30 juta per milligram. “Supaya cepat produksi IgY, kita beli (antigen) yang impor,” tutur Toto.
Selain membeli antigen impor, kata Toto, tim riset Universitas Padjadjaran bersama PT TMC dan PT Bio Farma mengembangkan antigen buatan sendiri. Pengembangannya kini sudah berjalan sekitar tujuh bulan. Acuan pembuatan antigennya dari informasi genetik yang bisa diakses di basis data Global Initiative on Sharing All Influenza Data (GISAID). “Desain genetiknya sudah ada, tinggal dikaji saja kalau mau bikin antigen,” ujarnya. Walau bisa dibuat sendiri, kata Toto, bahan pembuatan antigen tetap harus diimpor karena belum ada yang bikin di Indonesia.
Antigennya, menurut Toto, diproduksi secara rekombinan, yaitu dari domain pengikat reseptor (RBD) atau antigen protein yang ada di permukaan virus Covid-19. Antigen itu yang kemudian diimunisasikan ke ayam yang steril dari patogen. “IgY di kuning telur kami purifikasi dan diidentifikasi apakah benar telah dihasilkan IgY yang diharapkan,” ucapnya. Menurut Toto, hasil pengamatan dengan instrumen surface plasmon resonance—sensor optik untuk mengamati interaksi biomaterial—terjadi interaksi antara IgY dan RBD. “Dengan hasil ini kami berharap IgY dapat menetralkan virus SARS-CoV-2.”
Untuk mengetahui distribusi dan akumulasi IgY jika dimasukkan ke tubuh, peneliti menggunakan penanda radioaktif. Pengujian ini dilakukan di laboratorium teknologi nuklir terapan di Bandung. Menurut peneliti nuklir Hendris Wongso, dosis iodium-131 yang digunakan sebagai penanda sangat kecil. “Untuk 2 miligram IgY diperlukan 200 microcurie zat radioaktif,” katanya. Diuji pula toksisitasnya dengan memberi mencit tiga dosis IgY: 0,5, 50, dan 500 miligram per kilogram berat badan mencit. “Tak ada gejala klinis apalagi sampai mati. Jadi benar-benar aman,” ujarnya, Kamis, 11 November lalu.
Menurut Toto, distribusi IgY tampak di paru-paru, hati, ginjal, lambung, kulit, otot, tulang, usus halus, usus besar, hati, limpa, ginjal, jantung, otak, pankreas, dan kandung kemih dengan kadar yang beragam. Sebagian IgY juga ada dalam aliran darah. Konsentrasi IgY tertinggi di batang tenggorokan. Petunjuk itu memberi harapan, bila seseorang terinfeksi SARS-CoV-2, dia bisa langsung disemprot IgY secara intransal atau lewat hidung untuk menetralkan virus sehingga tak menyebar ke seluruh tubuh.
Tahap selanjutnya, kata Toto, tim riset akan melakukan uji tantang pada mencit transgenik yang memiliki reseptor angiotensin converting enzyme-2 (ACE-2) manusia. Penelitian ini bertujuan melihat apakah IgY akan memberikan proteksi bila diinfeksi virus SARS-CoV-2. Penelitian ini akan bekerja sama dengan PT Biotis Pharmaceutical Indonesia, yang telah berpengalaman dalam uji tantang dan memiliki laboratorium biosafety level 3.
Untuk uji tantang yang dijadwalkan dilakukan tahun depan itu, BRIN akan mengajukan anggaran ke Lembaga Pengelola Dana Pendidikan. Ditargetkan uji praklinis fase II dan uji tantang selesai pada pertengahan tahun sehingga setengah tahun berikutnya untuk uji klinis tahap I, II, dan III kepada manusia. Dari uji tantang, peneliti akan mengetahui dosis IgY yang pas. “Dosis IgY serta frekuensi pemberian IgY yang efektif untuk proteksi terhadap infeksi virus,” ucap Toto.
Menurut Toto, meski pandemi Covid-19 di Indonesia telah menyurut, penelitian IgY akan terus dijalankan. Merujuk pada Eropa yang belakangan terjadi peningkatan angka kasus, kata Toto, hasil risetnya sebagai upaya mengantisipasi pandemi yang belum jelas kapan selesai. “Riset ini yang penting adalah membangun kapasitas riset khususnya menghadapi virus SARS-CoV-2 yang terus bermutasi tanpa akhir. Juga kesiapsiagaan kita jika ada pandemi baru bahkan oleh virus lain atau virus baru,” ujarnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo