Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

arsip

Ada Larangan Siswa Jakarta Ikut Demo Tolak Kenaikan Harga BBM, Pelajar: Kami Terpukul Telak

Elemen pelajar dan Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Jakarta mengecam pelarangan ikut unjuk rasa menolak kenaikan harga BBM di sekolah-sekolah.

14 September 2022 | 05.14 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Elemen pelajar dan Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Jakarta mengecam pelarangan ikut unjuk rasa menolak kenaikan harga BBM yang beredar di sekolah-sekolah di Jakarta. Sejumlah sekolah di DKI Jakarta didatangi dan dijaga kepolisian menjelang aksi unjuk rasa penolakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) pada Selasa, 13 September 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kepolisian bekerja sama dengan pihak sekolah untuk melarang dan mengantisipasi keterlibatan pelajar dalam mengikuti aksi unjuk rasa kenaikan harga BBM. "Pelarangan tersebut merupakan bentuk pelanggaran atas hak kemerdekaan berpendapat," kata Iqbal Ramadhan dari Blok Politik Pelajar yang Tempo terima, Selasa, 13 September 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pada Jumat, 9 September 2022 lalu, Kapolda Metro Jaya Fadil Imran bersama dengan Suku Dinas Pendidikan (Sudin) Jakarta Barat melakukan rapat koordinasi untuk membahas larangan pelajar mengikuti aksi unjuk rasa. Kapolda Metro Jaya dan Sudin Jakarta Barat mengimbau kepada Pengawas dan Kepala Sekolah untuk melakukan pencegahan agar siswanya tidak mengikuti aksi unjuk rasa.

Elemen pelajar dan LBH Jakarta menilai imbauan itu jadi rujukan bagi sejumlah sekolah untuk mengeluarkan pengumuman larangan mengikuti unjuk rasa, salah satunya yang dilakukan SMK 5 PGRI Jakarta. "Sekolah mengharuskan kepada peserta didik untuk di antaranya melakukan kegiatan belajar mengajar dengan tertib, dan ancaman dicabut Kartu Jakarta Pintar (KJP) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP) bagi yang ikut unjuk rasa," kata Iqbal.

Berbagai cara lain pun dilakukan kepolisian dan pihak sekolah untuk melarang pelajar mengikuti aksi unjuk rasa. Elemen pelajar dan LBH Jakarta menemukan, di SMA 101 Jakarta Barat, misalnya, peserta diharuskan foto timestamp setelah pulang sekolah, dan apabila tidak masuk sekolah wajib memberikan foto berada di rumah. Pihak sekolah pun melarang siswanya untuk mengikuti aksi unjuk rasa dengan dasar usia yang dianggap belum mencukupi.

Di SMKN 53 Jakarta Barat, peserta didik diminta untuk melakukan absen menggunakan timestamp dan orang tua peserta didik diimbau untuk menjemput ke sekolah ketika jam pulang sekolah, apabila orang tua tidak menjemput ke sekolah, peserta didik tidak diperkenankan untuk pulang. Di SMK 3 Kedoya, kepolisian berjaga di sekolah hingga waktu kegiatan belajar mengajar selesai. Kepolisian melakukan pemantauan dan pendataan untuk siswa yang tidak masuk pada 12 dan 13 September 2022.

Blok Politik Pelajar (BPP) melempari Gedung Kominfo dengan air kencing pada Senin 1 Agustus 2022. Dokumen BPP

Beragam sanksi akan dijatuhkan bagi pelajar yang kedapatan melakukan unjuk rasa. Mulai dari ancaman akan ditindak secara tegas, pemanggilan orang tua, pencabutan kartu KIP dan KJP, hingga dikeluarkan dari sekolah. "Tidak jelas juga bagaimana pembuktian dan mekanisme penjatuhan sanksi bagi pelajar yang mengikuti aksi unjuk rasa," kata Iqbal.

Pelarangan unjuk rasa adalah pelanggaran HAM

Elemen pelajar dan LBH Jakarta menyatakan, segala bentuk pelarangan aksi yang dialami oleh pelajar tersebut merupakan pelanggaran hak asasi manusia. Unjuk rasa, kata dia, adalah bagian dari hak kebebasan berekspresi dan penyampaian pendapat di muka umum, yang juga merupakan hak asasi manusia bagi seluruh warga, tidak terkecuali pelajar. Hal ini jelas dijamin dalam UUD 1945 Pasal 28E ayat (3) yang menyatakan bahwa “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat”. 

Selain jaminan hak asasi manusia dalam rangka hak konstitusional warga negara, hak ini juga dijamin dalam Undang-undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, Konvensi Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights), Konvensi Hak-Hak Anak (Convention on the rights of the child), Undang-undang No. 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Jadi, kata dia, siapa pun dilarang mencegah pelajar ikut serta melakukan aksi unjuk rasa. Segala bentuk pelarangan terhadap aksi unjuk rasa yang akan dilakukan pelajar merupakan pelanggaran HAM. Selain itu, negara dilarang menyalahgunakan kekuasaan untuk melakukan tindakan represif bahkan kekerasan kepada pelajar yang hendak melakukan aksi unjuk rasa. Segala bentuk tindakan represif yang dilakukan kepada pelajar berpotensi menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia berlapis. "Bukan hanya pelanggaran hak kebebasan berekspresi dan mengeluarkan pendapat, namun juga hak untuk bebas dari segala bentuk penyiksaan bahkan pelanggaran terhadap hak anak," kata Iqbal.

Ia mengatakan, apa yang dilakukan pelajar adalah bentuk ekspresinya sebagai warga negara tatkala memberikan koreksi atas kebijakan yang tidak berpihak pada kepentingan warga. Bagi pelajar, melakukan unjuk rasa menolak kenaikan harga BBM merupakan bagian dari membantu orang tua keluar dari situasi krisis biaya hidup, yang sebagian besar orang tua mereka merupakan buruh dan pelaku usaha kecil. Di tengah kondisi keuangan yang belum membaik, kenaikan harga bahan pokok di pasaran akibat kenaikan harga BBM jelas menjadi persoalan bagi kondisi keuangan mereka.

Kenaikan BBM menjadi pukulan telak untuk orang tua dan pelajar. Sebagai pelajar yang setiap harinya menggunakan kendaraan bermotor ataupun kendaraan umum untuk berangkat ke sekolah, kenaikan BBM berdampak sangat besar bagi para pelajar karena harus merogoh kocek lebih untuk membeli BBM ataupun membayar tarif kendaraan umum yang harganya ikut naik. 

Oleh karena itu, eleman pelajar yang terdiri dari Blok Politik Pelajar, Pelajar Seluruh Indonesia, dan LBH Jakarta mendesak Kementerian Pendidikan, Budaya, Riset dan Teknologi Republik Indonesia untuk mencabut segala bentuk imbauan pelanggaran yang dilakukan Kepolisian, Suku Dinas Pendidikan, dan pihak sekolah perihal larangan pelajar mengikuti aksi unjuk rasa. Kementerian diminta turut serta mendukung dan memfasilitasi pemenuhan hak-hak dalam penyampaian berpendapat di muka umum dalam hal ini pelajar di DKI Jakarta, dan tidak terbatas kepada seluruh pelajar di DKI Jakarta.

Mereka juga meminta Kementerian untuk melakukan pembinaan dan pengawasan kepada Suku Dinas Pendidikan, Kepala Sekolah, Tenaga Pendidik perihal pelanggaran hak anak untuk menikmati kemerdekaan berkumpul dan menyampaikan pendapat di muka umum. "Kami juga meminta Kepala Kepolisian Republik Indonesia memerintahkan seluruh jajaran Kepolisian untuk tidak melakukan tindakan represif terhadap pelajar," kata dia.

ALIYYU MEDYATI

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus