Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

arsip

Hitung Mundur Penghapusan Pembatasan

Satu per satu negara Eropa mulai mencabut aturan Covid-19. Bukan berarti bebas seperti sebelum masa pandemi. Sebagian masyarakat tetap menjaga diri.

12 Maret 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Negara-negara Eropa mulai melonggarkan atau mencabut aturan Covid-19.

  • Beberapa negara sudah mencabut kewajiban memakai masker.

  • Aturan pencegahan, seperti bukti hasil negatif tes Covid-19, masih dipakai.

PASAR kaget di alun-alun Kota Bonn, Jerman, tampak ramai seperti biasa pada Kamis, 10 Maret lalu. Suhu udara sekitar 12 derajat Celsius, cukup hangat untuk sebuah musim dingin. Kebanyakan pedagang dan orang yang berlalu-lalang tak lagi mengenakan masker FFP, jenis masker setara dengan N95 yang dinilai lebih efektif menahan virus Covid-19.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sepekan lalu, pemerintah Jerman mencabut aturan wajib memakai masker, baik di luar maupun dalam ruangan, meskipun jumlah kasus Covid-19 masih tinggi. Jumlah kasus harian mulai menanjak dari sekitar 18.000 pada akhir Desember 2021 hingga mencapai sekitar 174.500 pada pertengahan Februari lalu. Setelah sempat turun di awal Maret, jumlah kasus naik lagi hingga sekitar 225.500 pada Kamis, 10 Maret lalu. Dalam enam bulan terakhir, orang yang meninggal setiap hari sempat mencapai 500-an pada pertengahan Desember 2021 dan kini jumlahnya masih sekitar 200.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kenaikan angka kasus belakangan ini diduga karena keramaian karnaval pra-Paskah pada akhir Februari lalu. Saat itu pemerintah belum mencabut kewajiban memakai masker, tapi masyarakat cenderung mengabaikan protokol kesehatan. “Di dalam kereta, penumpang patuh mengenakan masker. Tapi, begitu keluar, hampir semuanya melepas masker, padahal stasiun penuh sekali waktu itu,” kata Mikail Maulana, remaja Bonn yang menumpang kereta untuk menonton karnaval di Cologne.

Sejak 17 Februari lalu, pemerintah melonggarkan berbagai aturan Covid-19 secara bertahap. Mula-mula jumlah orang dalam pertemuan pribadi dan keluarga serta pengunjung toko non-bahan pokok diperlonggar. Diskotek dan klub malam kemudian dibuka bagi pengunjung yang sudah divaksin atau penyintas Covid-19 yang menunjukkan hasil negatif tes antigen atau tes reaksi berantai polimerase (PCR). Acara besar, seperti pameran, konser, dan pertandingan olahraga, digelar dengan syarat yang sama dan jumlah penonton maksimal 60 persen kapasitas gedung. Tahap terakhir, pada 20 Maret 2022, masker hanya wajib dipakai di dalam ruangan, syarat bukti vaksin dicabut, dan kebijakan bekerja dari rumah berakhir.

Menteri Kesehatan Jerman Karl Lauterbach menyatakan jumlah pasien parah yang dirawat di rumah sakit saat ini jauh di bawah pada saat gelombang varian Delta. Tapi ia meminta masyarakat tetap berhati-hati dan menyerukan kepada pemerintah negara bagian agar tidak melangkah terlalu drastis dalam melonggarkan aturan. “Pelonggaran harus dilakukan secara bertahap, seperti menyetel maju jam,” ucapnya dalam konferensi pers di Berlin.

Pusat-pusat kota kini kembali dipadati pengunjung, yang berbelanja, mencuci mata, atau duduk-duduk minum kopi. “Lega sekarang sudah bisa keluar-masuk toko,” kata Andrea Bühring, pegawai Kedutaan Besar Qatar di Bonn, di depan butik pakaian Zauberland di Bonn. Sebelum pelonggaran, dia harus menunjukkan bukti vaksin bila memasuki ruang publik, seperti kafe dan toko, atau naik bus.

Bühring menganggap Covid-19 tidak lagi membahayakan. “Tapi, karena kelompok antivaksin dan anak-anak kecil belum boleh divaksin, kita masih belum bisa kembali ke kehidupan normal,” ujarnya. “Jika sudah cukup banyak orang yang divaksin dan virus tidak lagi cepat bermutasi, saya pikir kita sudah bisa melepas masker.”

Pelonggaran tak berlaku di sektor kesehatan, seperti rumah sakit dan panti jompo. Tita Braulik, karyawan Hotel Dorint Venusberg, Bonn, mengatakan hotel dan restoran juga masih memberlakukan aturan ketat, termasuk memakai masker. “Kewajiban memakai masker bagi saya memberikan rasa aman,” kata Braulik, yang sekarang terbiasa tidak berlama-lama berbicara dengan tamu atau rekan kerja.

Negara-negara lain di Eropa juga mulai melonggarkan aturan. Denmark menjadi negara Uni Eropa pertama yang mencabut semua pembatasan. Swedia menyusul dengan pelonggaran secara bertahap dan akan menghapus semua aturan pada April nanti. Pemerintah Swedia mencabut sebagian besar aturan dan hanya mengimbau masyarakat untuk tetap memakai masker, menjaga jarak, dan menjalani vaksinasi.

Meski demikian, kegiatan pendidikan di Swedia tak banyak berubah. Perguruan tinggi sudah lama menjalankan kelas daring dan sekolah juga tetap menggelar pertemuan tatap muka selama masa pandemi. “Sekolah anak-anak saya masih mengadakan pelajaran tatap muka,” tutur Nina Zuhadmono, ibu rumah tangga yang bermukim di Jönköping, Swedia. Bila ada siswa menunjukkan gejala Covid-19, dia harus tinggal di rumah. “Bahkan, jika ada anak terlihat bersin, dia langsung dipulangkan,” ujarnya. Siswa lain yang kebetulan duduk di dekat siswa sakit itu hanya diminta waspada.

Masyarakat Swedia, kata Nina, umumnya mengikuti anjuran pemerintah. Menurut dia, orang-orang hingga kini tetap tertib berdiri atau duduk tidak berdekatan atau langsung mengenakan masker di dalam kendaraan umum yang penuh.

Austria juga melonggarkan aturan secara bertahap. Pada tahap pertama, ruang publik sudah boleh dikunjungi orang yang tidak divaksin asalkan menunjukkan bukti negatif hasil tes Covid-19. Masker tetap wajib dipakai di ruangan tertutup.

“Di hotel dan restoran kami, masker tetap wajib dipakai,” ucap Kartika Simamora, karyawan sebuah hotel bintang empat di kawasan wisata ski Neustift im Stubaital, Austria. “Kami juga sudah menyelenggarakan kongres atau rapat di aula hotel. Pesertanya dibatasi maksimal 54 orang.”

Mulai 5 Maret lalu, “Sebagian besar pembatasan yang memberatkan warga dicabut,” kata Kanselir Austria Karl Nehammer. Tak ada lagi syarat untuk memasuki ruang publik, termasuk diskotek dan hotel. Tidak seperti Jerman, yang menutup semua diskotek dan klub malam selama pembatasan ketat, Austria tetap membukanya dengan membatasi waktu hingga tengah malam.

Tahap terakhir, mulai 15 Maret, Australia mewajibkan masyarakat mendapatkan vaksinasi Covid-19. Polisi akan berpatroli memeriksa status vaksin orang. Yang tidak bisa menunjukkan bukti vaksin akan dikenai denda 600 euro atau sekitar Rp 9,4 juta. Denda ini bisa diberikan berkali-kali hingga maksimal 3.600 euro atau sekitar Rp 56,3 juta.

Kartika menyambut gembira keputusan itu. “Sampai saat ini saya tetap menganggap Covid-19 berbahaya. Dengan peraturan ini, saya merasa aman,” ujarnya.

Prancis dan Belanda juga telah melonggarkan aturan. Sejak 16 Februari lalu, diskotek di Prancis bisa beroperasi normal. Penumpang kereta api jarak jauh dan penonton bioskop diperbolehkan makan di kursi. Konser musik juga bisa dilaksanakan seperti biasa. Pemerintah berencana mencabut pula aturan memakai masker bila memungkinkan pada pertengahan Maret ini.

Di Belanda, jam malam untuk diskotek dan bar dicabut. Syarat bukti vaksin di ruang publik dihapus. Aturan jaga jarak dan memakai masker juga dicabut di sejumlah pusat kerumunan, seperti pertunjukan musik dan acara besar dalam ruang yang dihadiri lebih dari 500 orang, tapi penonton wajib menunjukkan hasil negatif tes Covid-19.

Aturan Covid-19 di Belanda sebelumnya sangat ketat. Pemerintah memberlakukan jam malam, yang memicu demonstrasi di berbagai kota. Bar, restoran, dan toko tutup pukul 8 malam. Orang juga hanya bisa berada di luar rumah hingga pukul 8 malam. Pelanggar jam malam, tidak memakai masker, atau berkerumun tanpa jaga jarak akan kena denda. “Dendanya besar, 95 euro atau sekitar Rp 1,5 juta,” kata Heri Latief, warga Indonesia yang sudah puluhan tahun bermukim di Amsterdam. “Kalau pulang malam dari rumah anak saya, yang dua jam dari rumah, saya selalu degdegan, khawatir tiba lewat dari pukul 8.”

Menurut Heri, pembatasan selama masa pandemi Covid-19 membuat orang tertekan dan frustrasi, terutama anak muda yang cepat bosan. Dia menyaksikan bagaimana anak-anak muda akhirnya melanggar pembatasan agar bisa kongko dengan teman-teman dan minum-minum di taman, yang biasa mereka lakukan sebelum masa pandemi. Heri senang atas dicabutnya berbagai pembatasan ini. “Saya pinginnya normal. Saya pingin orang bahagia,” ujarnya.

LUKY SETYARINI (BONN)
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus