Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

arsip

Dari Alpha ke Meikarta

Tim bayangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno merumuskan isu hingga mengetuk pintu rumah calon pemilih.

26 Oktober 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MEMBAWA segepok dokumen, bekas Menteri Koordinator Kemaritiman, Rizal Ramli, mendatangi Komisi Pemberantasan Korupsi pada Selasa pekan lalu untuk melaporkan dugaan permainan dalam impor pangan. Data yang ditenteng Rizal berasal dari dua sumber: pengalaman Rizal berkali-kali menolak permintaan pengusaha untuk membantu pengurusan impor pangan saat ia menjabat Kepala Badan Urusan Logistik dan penelusuran sebuah tim yang dinamai Alpha.

“Salah satu tugas tim Alpha adalah menginvestigasi masalah impor pangan seperti yang telah dilaporkan Pak Rizal ke KPK,” ujar juru bicara Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Ferry Juliantono, Kamis pekan lalu.

Rizal Ramli tergabung dalam tim Alpha. Menurut Ferry, tim ini dibentuk sekitar sebulan lalu dan jumlah anggotanya tak lebih dari hitungan jari. Isinya aktivis, politikus, dan pegiat lembaga swadaya masyarakat. Tanpa pertimbangan tertentu, kelompok ini begitu saja disebut tim Alpha. Selain Rizal, salah seorang anggotanya adalah Ketua Dewan Penasihat Partai Gerindra Jawa Barat Radar Tri Baskoro. “Radar bergerak di luar tim resmi,” ucap Ferry.

Tak tercatat di tim pemenangan resmi, tim Alpha punya tugas khusus. Menurut Ferry, Alpha bekerja memasok data ke tim resmi mengenai isu-isu terbaru. Tim pemenangan resmi yang terhimpun dalam Badan Pemenangan Nasional, kata Ferry, hanya bisa menganalisis isu di permukaan, sehingga dibutuhkan tim lain untuk menelisik topik secara mendalam. “Tim Alpha posisinya supporting data berbagai isu,” ujar Ferry, yang juga Wakil Ketua Umum Gerindra.

Dalam kisruh impor pangan, misalnya, kubu Prabowo-Sandiaga menilai kebijakan pemerintah mengimpor 2 juta ton beras pada tahun ini menguntungkan pihak tertentu. Anehnya, kata Ferry, pemerintah tak satu suara. Kementerian Pertanian justru mengklaim produksi beras dalam negeri cukup untuk memenuhi kebutuhan hingga akhir tahun. Direktur Utama Badan Urusan Logistik atau Bulog, Budi Waseso, juga menolak impor beras.

Dari situ, kata Ferry, tim Alpha menelusuri akar masalahnya. Setelah data terkumpul, Rizal Ramli, yang mewakili tim, menyodorkannya ke KPK pada Selasa pekan lalu lantaran menemukan indikasi dugaan korupsi.

Menurut salah seorang anggota Badan Pemenangan Nasional, tim Alpha kerap menggelar pertemuan di rumah Rizal di kawasan Bangka, Jakarta Selatan. Di sana, tim mengidentifikasi sejumlah persoalan. Selain mendalami kisruh impor pangan, menurut Ferry, tim ini menyelami kasus proyek pembangunan apartemen Meikarta di Cikarang, Bekasi, yang sedang diusut KPK.

Tim sampai turun ke lapangan untuk menggali data. Menurut Ferry, tim Alpha telah menghimpun data dari seratusan orang yang mengaku sebagai pembeli apartemen Meikarta. Selanjutnya, tim akan menganalisis kerugian konsumen tersebut. Jika ada hak konsumen yang dilanggar, tim ini akan membawanya ke jalur hukum.

Ketika dimintai konfirmasi, Radar Tri Baskoro mengaku memang memiliki tim yang terdiri atas sekumpulan aktivis. “Saya sendiri yang menginisiasi pembentukan tim,” ujarnya. Tapi dia mengelak ketika disebutkan bahwa tim yang dimaksud adalah tim Alpha seperti yang dikatakan Ferry Juliantono. “Saya enggak tahu tim Alpha,” ucapnya. Radar menyanggah info bahwa Rizal bergabung dalam timnya.

Menurut Radar, ia dan sejumlah tokoh memang sering bertamu ke rumah Rizal dan berdiskusi mengenai isu-isu ekonomi. Radar dan Rizal akrab sejak kuliah di Institut Teknologi Bandung pada akhir 1970-an. “Terakhir sekitar seminggu yang lalu kami datang ke rumah Mas Rizal,” ujar Radar.

Dalam pertemuan terakhir itu, mereka bertekad membela Rizal dalam kasus dugaan pencemaran nama yang dilaporkan Partai NasDem. Tetamu dan sahibulbait juga memutuskan mengadukan dugaan permainan dalam impor pangan ke KPK.

Rizal membantah terlibat dalam tim tersebut. Tapi ia mengatakan tak menolak jika diminta memberikan masukan. “Selama untuk kemajuan Indonesia, jika diundang, pasti datang. Termasuk diundang oleh partai pendukung Jokowi, Golkar, di DPR pada Oktober lalu,” kata Rizal.

BELUM cukup dengan 800-an orang yang bergabung dalam tim kampanye resmi, kubu calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Sandiaga Uno membentuk sejumlah tim bayangan. Tim Alpha satu dari sekian tim yang bergerak di luar struktur Badan Pemenangan Nasional.

Seorang petinggi partai pendukung Prabowo-Sandiaga mengatakan ada regu khusus yang bertugas memberikan masukan dalam isu ekonomi kepada pasangan nomor 02 itu. Tim ini dikepalai politikus Partai Amanat Nasional, Didik J. Rachbini, yang juga Wakil Ketua Dewan Pakar Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandiaga. Kelompok ini rutin menggelar rapat di sebuah gedung di kawasan Kuningan, Jakarta.

Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan dan Sekretaris Jenderal PAN Eddy Soeparno juga bergabung di sini. Menurut Eddy, tim tersebut sebetulnya telah lama terbentuk, bahkan sebelum penetapan calon presiden dan wakil presiden pada Agustus lalu. “Tapi sekarang diskusinya dipertajam untuk memberikan masukan kepada capres-cawapres,” katanya.

Dua orang lain yang kerap diajak berdiskusi adalah ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Fadhil Hasan dan Faisal Basri. Tapi Fadhil membantah masuk tim. Ia hanya mengatakan pernah memberikan masukan. “Kalau yang minta masukan, banyak,” ujar Fadhil. Demikian juga Faisal, yang mengatakan bukan partisan. “Cuma pernah bertemu dengan tim PAN dua kali,” tuturnya.

Untuk isu antikorupsi, tim bawah tanah yang lain meminta saran dari dua mantan pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi, Bambang Widjojanto dan Busyro Muqoddas. Menurut anggota tim ini, setidaknya sepekan sekali Busyro, yang menjabat Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah, berdiskusi dengan juru bicara Badan Pemenangan Nasional, Dahnil Anzar Simanjuntak.

Rizal Ramli menunjukan surat pengaduan laporan adanya dugaan tindak pidana korupsi terkait impor pangan di gedung KPK, Jakarta, 23 Oktober 2018.-ANTARA /Muhammad Adimaja

Dahnil mengakui sering berdiskusi dengan keduanya. “Pak Busyro itu bapak saya, Mas BW teman saya,” ujar Ketua Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah ini. Busyro pun mengaku beberapa kali berdiskusi dengan Dahnil. Sedangkan Bambang mengatakan terbuka berdiskusi dengan siapa pun. Tapi keduanya menyebutkan tak masuk tim mana pun.

Dahnil mengatakan tim yang dibentuk di luar struktur resmi tersebut terpencar-pencar. Mereka bergerak mandiri, bisa tak saling kenal, dan kadang tanpa jalur koordinasi langsung dengan tim resmi. Ada yang hanya merumuskan isu, ada yang langsung bersentuhan dengan calon pemilih.

Indonesia Muda, misalnya, dibentuk sekumpulan bekas pendukung Presiden Joko Widodo pada September lalu. Motor tim ini antara lain bekas anggota kelompok kerja tim transisi Joko Widodo-Jusuf Kalla, Sukma Widyanti; mantan Sekretaris Jenderal Pro-Jokowi, Guntur Siregar; dan bekas Ketua Barisan Muda Penegak Amanat Nasional, Luthfi Nasution. Luthfi ditunjuk sebagai ketua tim.

Sukma, yang menjadi penasihat Indonesia Muda, mengatakan kelompoknya bertugas membantu merebut suara dari kalangan milenial. Ia bersama timnya bergerak dari satu kampus ke kampus lain. Dia mengontak teman-temannya yang menjadi dosen untuk memberikan panggung bagi Prabowo dan Sandiaga. “Saya kan aktivis 1998, jadi manfaatin jaringan teman-teman yang di kampus. ‘Bisa atur Bang Sandi ke sana enggak?’,” ujar lulusan Universitas Indonesia angkatan 1993 ini.

Tim lain yang khusus bergerak dari pintu ke pintu adalah Roemah Djoeang. Tim ini belakangan bersalin rupa menjadi wadah relawan Prabowo-Sandiaga. Inisiatornya politikus Gerindra, Pius Lustrilanang.

Menurut Dahnil Anzar, keberadaan tim bayangan meringankan tim resmi, termasuk dari sisi keuangan. Tim bayangan bergerak sendiri tanpa kucuran dana dari tim resmi. Dana kampanye tim resmi sendiri tersendat-sendat. Selama sebulan pertama masa kampanye, tim resmi Prabowo-Sandiaga cuma menghabiskan sekitar Rp 17 miliar. “Itu semua dana kampanye dicatat rapi oleh Bang Sandi,” katanya.

DEVY ERNIS, RAYMUNDUS RIKANG

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus