Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

arsip

Dugaan Suap Eddy Hiariej dalam Konflik Saham Nikel

Helmut Hermawan, yang mengaku menyuap Wakil Menteri Hukum dan HAM Eddy Hiariej, terjerat 11 perkara pidana. Imbas perebutan saham.

5 November 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

UNTUK mengusut bukti-bukti dugaan penerimaan suap oleh Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej, polisi dan jaksa menyelisik hulu kasus penyuapan dengan memeriksa mantan Direktur PT Citra Lampia Mandiri, Helmut Hermawan. Helmut diduga menyuap Eddy Hiariej sebesar Rp 7 miliar dan memberi gratifikasi Rp 1 miliar. Helmut mengakui pemberian besel, tapi Eddy membantahnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Helmut menjadi terdakwa pemalsuan dokumen transaksi jual-beli hasil eksploitasi tambang nikel PT Citra Lampia Mandiri. Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan menyatakan berkas penyidikan yang dibuat polisi sudah lengkap pada 24 April 2023. Istilah para penegak hukum menyebut berkas penyidikan lengkap adalah P21.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pernyataan kelengkapan berkas penyidikan bersamaan dengan berakhirnya masa tahanan Helmut sejak 23 Februari 2023. Kini perkara itu masih berproses di Pengadilan Negeri Makassar. Helmut mengajukan permohonan penangguhan penahanan dengan alasan sakit.

Empat hari sebelum menyatakan berkas lengkap, jaksa mengembalikan berkas penyidikan ke Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan atau P19. Mereka meminta penyidik melengkapi materi pembuktian tambahan. Di antaranya penilaian Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral ihwal pelanggaran atas laporan eksplorasi nikel. “Ada kesan terburu-buru,” tutur pengacara Helmut, Tadjuddin Rachmat, pada Jumat, 3 November lalu.

Soalnya, Tadjuddin menerangkan, tak lama setelah pengembalian berkas penyidikan ke polisi, Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan ketika itu, Leonard Eben Ezer Simanjuntak, menyurati Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum. Surat bernomor R-800/P.4/Eku.1/04/2023 bertanggal 11 April 2023 itu melaporkan hasil prapenuntutan.

Jaksa Sulawesi Selatan menyatakan kepolisian masih harus melengkapi berkas pemeriksaan dengan meminta keterangan pejabat Kementerian Energi guna memvalidasi hitungan kerugian akibat produksi dan penjualan nikel PT Citra Lampia. Namun Kejaksaan Agung mengabaikan permintaan jaksa Sulawesi Selatan itu. Leonard enggan memberikan tanggapan ketika dimintai konfirmasi lewat pesan dan panggilan telepon WhatsApp.

Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Sulawesi Selatan Zuhandi membenarkan kabar tentang adanya surat permintaan keterangan tambahan tersebut. Tapi ia membantah dugaan ada tekanan polisi dan permintaan Kejaksaan Agung mempercepat penanganan kasus tersebut. “Pekan depan, kami akan menghadirkan saksi ahli untuk menguatkan indikasi kerugian negara dalam kasus itu,” ucapnya.

Kasus yang menyandera Helmut mulai ditangani penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan pada 24 Maret lalu. Jaksa menuduh PT Citra Lampia Mandiri yang beroperasi di Kecamatan Malili, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, memanipulasi data hasil eksplorasi penjualan bijih nikel sepanjang 2022.

Menurut Tadjuddin, kasus ini bukan perkara pidana, melainkan urusan administrasi negara. Peraturan Kementerian Energi menyatakan eksplorasi berlebihan diperbolehkan jika perusahaan mengajukan permohonan revisi kuota kepada Kementerian Energi. “Pidana kasus itu muncul jika kewajiban pembayaran pemasukan negara bukan pajak tak disetor sesuai dengan penjualan hasil tambang,” katanya.

Masalahnya, tuduhan manipulasi eksplorasi bijih nikel bukan satu-satunya kasus yang menjerat Helmut Hermawan. Ada 11 kasus lain yang menjerat pengusaha 46 tahun ini. Satu kasus ditangani Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya dan empat lainnya diusut Badan Reserse Kriminal Polri. Sisanya bergulir di Kepolisian Resor Luwu Timur dan Polda Sulawesi Selatan. Kasus-kasus yang menjerat Helmut adalah tuduhan penipuan, penggelapan, penyerobotan lahan, dan pencurian.

Kasus terbaru adalah tuduhan Helmut memberikan keterangan palsu dalam akta autentik. Penyidik Polri menetapkannya sebagai tersangka pada 3 Agustus lalu bersama Komisaris Utama PT Citra Lampia Mandiri, Thomas Azali. Polisi menuduh keduanya bersekongkol mengambil alih penguasaan saham PT Asia Pacific Mining Resources, induk perusahaan PT Citra Lampia.

Sengketa kepemilikan saham PT Asia Pacific ini yang menjadi pangkal belasan jeratan pidana bagi Helmut Hermawan. Kekisruhan penjualan saham perusahaan ini bermula saat Helmut menawarkan saham PT Citra Lampia sebanyak 85 persen kepada PT Aserra Capital senilai US$ 23,5 juta. Kedua pihak menyepakati transaksi jual-beli saham dalam waktu enam bulan sejak 17 Januari 2019. Jeda itu dialokasikan agar PT Aserra memiliki cukup waktu melakukan uji tuntas atau due diligence.

Helmut Hermawan/Dok Kuasa Hukum

Guna mengikat komitmen PT Aserra, Helmut meminta uang jaminan US$ 2 juta. Di tengah proses itu, PT Citra Lampia mengalami kesulitan dana dan meminta PT Aserra menyuntikkan dana sebesar Rp 20 miliar untuk keperluan modal kerja. Sebagai kompensasi, Helmut menyerahkan 50 persen penguasaan saham PT Asia Pacific. Manajemen PT Aserra setuju. Belakangan, Aserra mempersoalkan pembelian saham itu.

Kedua perusahaan membawa sengketa ke Badan Arbitrase Nasional Indonesia hingga pengadilan. Putusan kedua lembaga itu berbeda dan menjadi rujukan bagi pihak masing-masing untuk mengajukan permohonan perubahan komposisi penguasaan saham. Kementerian Hukum dan HAM mengakui PT Aserra sebagai pemilik PT Asia Pacific Mining Resources.

Dalam pencatatan kepemilikan saham itu, terendus dugaan suap untuk Eddy Hiariej. Helmut diduga memakai “jalan belakang” agar Kementerian Hukum dan HAM masih mencatatkan namanya sebagai pemegang saham PT Asia Pacific.

Selain itu, Helmut menggugat PT Aserra, Kementerian Hukum dan HAM, serta lima orang lain lewat jalur perdata dan pengadilan tata usaha negara ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 28 November 2022. Menurut Rusdianto Matulatuwa, kuasa hukum Helmut, klaim PT Aserra tak sah karena perjanjian jual-beli saham tak sesuai dengan tenggat yang disepakati kedua belah pihak.

Helmut, Rusdianto mengungkapkan, bersedia mengembalikan uang jaminan beserta suntikan modal kerja yang sudah disetorkan PT Aserra kepada perusahaannya di awal kontrak pembelian saham. Namun, anehnya, nomor rekening bank yang menampung uang pengembalian bukan atas nama PT Aserra.

Menurut Rusdianto, klaim PT Aserra atas saham PT Asia Pacific gugur karena kesepakatan itu bersifat perjanjian tambahan atau accessoire. Dia menjelaskan, kubu Aserra tak bisa menjadikan putusan pengadilan sebagai dalih penguasaan saham PT Asia Pacific. Sutan Wijoyo dan Maria Wilhemina, pengacara PT Aserra, tak merespons permintaan konfirmasi Tempo atas klaim Rusdianto tersebut.

Namun pengacara lain, Dion Pongkor, menilai rapat umum pemegang saham kubu Helmut sebagai basis kepemilikan saham adalah akal-akalan belaka. Dion adalah pengacara Jumiatun, istri William van Dongen, pemegang saham mayoritas PT Asia Pacific Mining sebelum jatuh ke tangan Helmut. Menurut Dion, pemaksaan kepemilikan saham dalam akta autentik adalah perbuatan pidana. “Kami yakin memenangi perkara ini,” ucapnya.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Avit Hidayat, Fajar Pebrianto, dan Didit Haryadi dari Makassar berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Besel dalam Kisruh Perebutan Saham"

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus