Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hexana Tri Sasongko tengah sibuk memilah-milah aset properti milik perusahaan. Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya itu harus putar otak agar perusahaannya tidak karam. Selain pusat belanja Cilandak Town Square alias Citos di kawasan Jakarta Selatan, ada sejumlah kekayaan berupa bangunan yang dinilai kinclong dan bisa segera menghasilkan duit tunai.
Hexana menyebutkan perseroannya berkolaborasi dengan empat badan usaha milik negara (BUMN) sektor konstruksi untuk mengoptimalkan aset yang selama ini tidak produktif. Sebanyak 22 properti pun dikerjasamakan. “Pokoknya, banyak usaha dan tidak ada lagi aset menganggur,” ujar Hexana, Jumat pekan lalu.
Manajemen juga tengah mengurus status hukum harta yang selama ini tidak jelas. Dari situ, perusahaan mendapat uang muka kerja sama, yang dibayar tunai di depan. “Itu harta karun salah satu sumber cash flow.”
Perusahaan asuransi jiwa tertua di Indonesia itu sedang dilanda kesulitan keuangan. Pada Oktober 2018, perseroan menunda pembayaran klaim kepada nasabah produk asuransi yang dijual lewat bank mitra atau bancassurance. Total klaim yang tak terbayar dari produk bernama JS Saving Plan itu, per 10 Oktober, bernilai sekitar Rp 802 miliar. Dalam surat pemberitahuan kepada pemegang polis, seorang nasabah bercerita, manajemen beralasan bahwa perusahaan mengalami tekanan likuiditas. Kondisi pasar yang melemah menyebabkan pencairan aset investasi terhambat.
Pertemuan antara direksi Jiwasraya dan pemegang polis bancassurance Jiwasraya khusus nasabah KEB Hana di Hotel Pullman, Jakarta, Januari lalu.
Karena itu, Hexana gencar menggalang dana segar. Dana yang diperoleh dari optimalisasi aset properti itu digunakan untuk membayar bunga nasabah. “Tidak hanya satu sumber, akan banyak inisiatif pembiayaan,” ujarnya. Berbagai aksi korporasi juga digeber untuk mengangkat perusahaan dari keterpurukan.
Manajemen Jiwasraya juga berusaha memberikan penjelasan langsung kepada para nasabah. Akhir bulan lalu, -Hexana bertemu dengan sejumlah nasabah warga negara Korea Selatan. Difasilitasi kedutaan besar mereka di Indonesia, Hexana menjelaskan kondisi Jiwasraya dan menawarkan solusi perpanjangan investasi. “Prinsipnya, kami berkomitmen membayar. Bunga tetap dibayar, hanya pokoknya yang tertunda,” kata Hexana. Pertemuan yang berlangsung di Hotel Pullman, Jakarta, itu dihadiri 20 nasabah KEB Hana, bank asal Korea Selatan.
Hexana adalah bagian dari manajemen baru perusahaan. Ia dilantik menjadi direktur utama pada 5 November 2018, menggantikan Asmawi Syam, yang mengundurkan diri dari perseroan. Di era Asmawi, Hexana adalah direktur investasi dan teknologi informasi. Keduanya mantan bankir Bank Rakyat Indonesia, yang baru Mei tahun lalu masuk ke Jiwasraya.
RAPAT penting digelar di sebuah ruangan di Bandar Udara Ngurah Rai, Bali, Oktober tahun lalu.
Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hadir di sana. Agenda pertemuan itu satu: membahas kondisi Jiwasraya. “Kami ingin rapat bertemu dengan Bu Menteri,” Kepala Departemen Sekretariat Dewan Komisioner, Hubungan Masyarakat, dan Internasional OJK Anto Prabowo menceritakan peristiwa itu, Rabu pekan lalu. Menteri BUMN Rini Soemarno dan beberapa deputinya, juga direksi Jiwasraya, ikut dalam pertemuan tersebut.
Menteri BUMN Rini Soemarno/Tony Hartawan
Semula rapat di sela pertemuan tahunan Bank Dunia-Dana Moneter Internasional (IMF) itu diagendakan di kawasan Kuta. Tapi rencana itu batal karena ada acara sosial yang dihadiri Rini di daerah ujung Bali.
Saat itu, isu perihal Jiwasraya sedang panas-panasnya. Ribuan nasabah ribut setelah perusahaan melayangkan surat pemberitahuan tentang kesulitan likuiditas. Perusahaan tidak mampu mengembalikan dana nasabah produk saving plan yang jatuh tempo. Suasana makin gaduh karena surat itu bocor ke publik lewat layanan pesan instan WhatsApp.
Salah satu bank yang menjadi agen penjual produk tersebut adalah Standard Chartered. Managing Director Head of Wealth Management Standard Chartered Bank Indonesia Bambang Simarno bercerita, sejak pembayaran terlambat Oktober tahun lalu, ia harus ekstrasabar menjelaskan kepada para nasabah. “Kami terus berkoordinasi dengan Jiwasraya dan OJK untuk mendapat informasi terkini, yang kemudian disampaikan kepada para nasabah,” ujarnya tanpa bersedia menyebut jumlah nasabah dan nilai tanggungan.
OJK khawatir, jika persoalan itu tidak segera direspons, akan muncul kesan di masyarakat bahwa seolah-olah perusahaan asuransi ini sudah ambruk. Yang paling ditakutkan adalah bila nasabah ramai-ramai menarik dananya. “Sudah tidak ada waktu lagi. Bu Menteri setuju perseroan langsung ambil tindakan cepat.”
Dalam pertemuan itu, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso juga berkomitmen menangani Jiwasraya. Salah satu solusi untuk mengurangi tekanan likuiditas adalah memperpanjang (roll over) produk saving plan yang jatuh tempo. Perusahaan menawarkan pembayaran kupon lebih dulu.
Selanjutnya, OJK menunggu usul opsi-opsi penyelesaian untuk didiskusikan. Lembaga ini berfungsi memastikan likuiditas Jiwasraya aman. “Tapi aksi korporasi harus dimulai dari pemegang saham,” ujar Anto Prabowo.
Sejak pertemuan Oktober itu, pemerin-tah berupaya membang-kitkan kembali perusahaan asuransi hasil nasionalisasi dari Belanda ini. Kementerian BUMN menggagas pembentukan anak usaha bernama Jiwasraya Putra dengan “menggerakkan” beberapa BUMN besar, seperti PT Telekomunikasi Selular alias Telkomsel, anak perusahaan PT Telekomunikasi Indonesia. PT Kereta Api Indonesia (Persero), PT Pegadaian (Persero), dan PT Bank Tabungan Negara (Persero) juga ikut diminta bergotong-royong.
Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan, Jasa Survei, dan Jasa Konsultan Kementerian BUMN Gatot Trihargo menjelaskan, penekanan aksi korporasi itu adalah perluasan potensi pasar ke BUMN padat pengguna. Pegadaian, misalnya, dengan basis konsumen sekitar 10 juta, bisa menjadi pasar baru bagi produk Jiwasraya Putra ke depan. Begitu pula penumpang kereta, yang diperkirakan lebih dari satu juta orang setiap hari. Apalagi basis pelanggan Telkomsel diprediksi melampaui 170 juta orang. “Potensi itu yang akan dilindungi,” kata Gatot. Itu sebabnya keempat BUMN padat pengguna tersebut didedikasikan untuk Jiwasraya.
Pemerintah juga berniat menarik pemodal asing untuk berinvestasi di Jiwasraya. Proses ini telah diawali dengan penunjukan Mandiri Sekuritas sebagai konsultan perseroan, sekaligus penasihat calon mitra. Selain itu, pemerintah sudah menunjuk PT Milliman Indonesia sebagai penyedia jasa aktuaria. Gatot mengatakan Mandiri Sekuritas akan segera mengeluarkan letter of intent, semacam surat minat untuk bermitra.
Menurut Gatot, manajemen Jiwasraya telah bertemu dengan perwakilan Reasuransi Indonesia Utama untuk menjajaki kemitraan. Mereka akan bekerja sama pada aset yang “bersih” saja, tidak dengan induknya. Adapun beberapa BUMN yang memiliki peluang pasar besar akan didedikasikan buat Jiwasraya untuk beberapa proyek. Misalnya menggunakan asuransi Jiwasraya di sektor infrastruktur.
Gatot memperkirakan pemulihan likuiditas perusahaan membutuhkan waktu agak lama, dua-tiga tahun. Artinya, hingga 2020-2021, kondisinya diprediksi masih tertekan. Tapi, untuk pembayaran, sedang dipikirkan cara yang bisa memberikan tingkat kepercayaan publik. “Jadi ada dua pekerjaan, menjaring premi baru sekaligus mencari investasi yang bisa memberikan imbal hasil lebih tinggi.”
MASALAH keuangan yang menimpa Jiwasraya sebenarnya tidak muncul tiba-tiba. Tiga tahun lalu, Badan Pemeriksa Keuangan telah mengungkap potensi itu. Dalam laporan hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu atas pengelolaan bisnis asuransi, investasi, pendapatan, dan biaya operasional 2014-2015, terdapat banyak temuan.
Temuan itu antara lain pengelolaan dan pengawasan properti investasi Jiwasraya tidak sesuai dengan ketentuan dan tidak memberikan kontribusi pendapatan yang optimal. Pengelolaan dan pengawasan atas aset lain pun dinilai tak memenuhi kaidah. Ada pula kerja sama sewa lahan tahun 2001 yang belum memperhitungkan penyerahan lahan fasilitas sosial dan umum serta kurang memadai. Selain itu, ada denda yang belum dipungut sebesar Rp 211 juta lebih.
Saat itu, BPK telah menyalakan sinyal lampu kuning. Lembaga auditor keuangan negara itu menyebutkan Jiwasraya berpotensi menghadapi risiko gagal bayar atas transaksi investasi pembelian surat utang jangka menengah atau medium term note PT Hanson International. BPK mempertanyakan kebijakan manajemen yang menjadi investor terbesar (97,14 persen) di instrumen investasi tersebut, dengan menempatkan Rp 680 miliar. Padahal, BPK menilai, Hanson International merupakan perusahaan yang tidak berkinerja baik. Berdasarkan laporan laba-rugi perusahaan, terlihat pendapatan usaha dan laba bersih sejak 2013 hingga September 2015 relatif tidak besar, bahkan pada 2013 merugi cukup besar.
BPK juga mempersoalkan berbagai investasi Jiwasraya yang tidak didukung kajian atau analisis yang memadai. Di antaranya, perusahaan dinilai kurang optimal mengawasi reksa dana yang dimiliki, bahkan ada penempatan saham secara tidak langsung di perusahaan yang berkinerja kurang baik. Jiwasraya diindikasikan melakukan window dressing, yakni upaya mempercantik tampilan portofolio atau kinerja laporan keuangan. Tapi, dalam rekomendasinya, BPK antara lain hanya meminta Jiwasraya membuat prosedur operasi standar (SOP) penempatan dana.
Achsanul Qosasi, anggota BPK yang saat itu membawahkan audit tersebut, mengatakan temuan BPK tersebut sudah sangat tegas. “Kami minta Jiwasraya mengganti investasinya ke saham-saham bermutu, yakni ke LQ 45. Sudah dipindahkan Rp 1,5 triliun,” ujar Achsanul, Jumat pekan lalu. Masalahnya, ia menambahkan, investasi saham yang dibungkus reksa dana sangat tidak likuid dan tidak bisa dijual.
Achsanul memastikan lembaganya telah menyerahkan laporan temuan itu kepada aparat penegak hukum. Ia mengatakan BPK secara periodik menyampaikan berbagai hasil audit. “Penyerahannya tidak satu per satu,” ujarnya.
OJK mengirimkan sinyal serupa. Menurut Anto Prabowo, lembaganya memperketat pengawasan dengan memperpendek periode pelaporan. Laporan yang sebelumnya disampaikan lima tahunan menjadi dua tahunan, plus laporan operasional bulanan. Dari situ, ditemukan indikasi produk investasi Jiwasraya berpotensi bermasalah karena menawarkan imbal hasil yang tinggi.
Saat itu, belum muncul kasus karena pembayaran masih bisa ditutup dari setoran premi nasabah baru. Tapi, menurut Anto, OJK sudah memberikan peringatan. Jiwasraya harus segera menyelesaikan masalah produknya. “Karena tinggal menunggu waktu bila tidak ditangani dengan baik.”
Dalam laporan pengawasan, OJK juga menemukan penempatan dana ke perusahaan yang merugi, seperti PT Inti Agri Resources Tbk dan PT Trada Maritime Tbk. Nilai investasinya lumayan besar: Rp 546 miliar dan Rp 363 miliar.
Hexana Tri Sasongko tak menampik adanya temuan tersebut. Tapi ia enggan berkomentar dengan alasan masalah itu sedang dalam proses audit investigatif BPK. “Lebih baik menunggu hasil audit,” ujarnya.
Hexana, yang tengah sibuk menata kembali Jiwasraya, memilih berkonsentrasi ke depan. Ia memutar balik strategi, merestrukturisasi pertumbuhan organik dengan mengubah model bisnis, dan memperbaiki transformasi bisnis korporasi hingga keagenan. “Perusahaan ini perlu penyelesaian yang fundamental supaya solusinya berkelanjutan,” katanya.
Ke depan, ia juga berencana memangkas jumlah properti yang terserak sporadis di mana-mana. Sebab, perusahaan kini harus membayar pajak lebih mahal. Sejak penilaian ulang beberapa tahun lalu, nilai aset Jiwasraya menjadi lebih tinggi. Hal itu mempercantik laporan keuangan, tapi di sisi lain perusahaan harus menanggung beban pajak yang bertambah mahal. Karena itu, nantinya perseroan akan lebih mempertahankan aset yang komersial. “Mungkin akan kami kurangi propertinya, karena setelah revaluasi, pembayaran PBB naik semua.”
RETNO SULISTYOWATI, PUTRI ADTYOWATI, KHAIRUL ANAM
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo