Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

politik

Bersama Bobby Mengejar Anak Muda

Dua calon presiden-wakil presiden mendekati pemilih muda, yang jumlahnya lebih dari 40 persen total pemilih. Mereka memermak penampilan hingga unjuk keberhasilan.

8 Februari 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LAPANGAN Karebosi, Makassar, mempertemukan Sandiaga Salahuddin Uno dan grup Sabyan Gambus dalam satu panggung untuk pertama kalinya, Sabtu tiga pekan lalu. Di depan ribuan orang yang menghadiri acara bertajuk “Kumpul Akbar Rebut Sejuta Bintang” itu, calon wakil presiden pendamping Prabowo Subianto tersebut melontarkan pujian kepada sang vokalis, Khoirunnisa.

Sandiaga mengaku tergetar mendengar lagu-lagu yang dinyanyikan Khoirunnisa. Dia mencontohkan lagu Deen Assalam, yang sudah ditonton lebih dari 200 juta kali di YouTube. “Lintas etnis, lintas bangsa, lintas agama. Terharu saya mendengar suara merdu dalam syair Sabyan,” ujar Sandiaga.

Itu bukan pertemuan pertama Sandiaga dengan Nissa Sabyan, nama panggung Khoirunnisa. Pertengahan Januari lalu, mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta itu mengunggah video dan foto saat mereka makan siang bersama. Hadir juga di situ istri Sandiaga, Nur Asia Uno. “Kami akan tampil bareng di beberapa kota, tunggu tanggal mainnya,” kata Sandiaga di akun Instagramnya. Foto Nissa dan Sandiaga berpose dengan jempol dan telunjuk membentuk huruf “L”, simbol dukungan untuk Prabowo-Sandiaga, pun beredar.

Dua petinggi Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandiaga bercerita, sejak November tahun lalu, tim pasangan nomor urut dua itu rajin mendekati Nissa. Sebab, dara 19 tahun itu menjadi salah satu tokoh yang bisa menarik pemilih muda atau milenial. Menurut keduanya, adik Prabowo yang juga Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerakan Indonesia Raya, Hashim Djojohadikusumo, juga ikut mendekati Nissa. Dimintai tanggapan, Hashim tak merespons permintaan wawancara Tempo.

Menyadari Nissa bisa menjadi magnet bagi anak muda, kubu Joko Widodo-Ma’ruf Amin juga mendekatinya agar dia mau mendukung mereka. Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’ruf, Arsul Sani, menyebutkan Nissa merupakan salah satu simbol milenial yang dekat dengan pemilih muslim dan bisa diterima di perkotaan ataupun perdesaan.

Calon presiden petahana Joko Widodo berswafoto dengan pendukungnya di kawasan Kota Lama Semarang, 3 Februari 2019. ANTARA/Puspa Perwitasari

Toh, akhirnya Nissa berlabuh ke Prabowo-Sandiaga. Anggota tim media sosial Badan Pemenangan Prabowo-Sandiaga, Raditya Putra Pratama, mengatakan, setelah makan siang bersama itu, tim pemenangan berupaya mengatur agar Sandiaga bisa satu panggung dengan Nissa. Caranya adalah mencocokkan jadwal Nissa dan Sandiaga jika berkunjung ke suatu daerah. “Tapi tidak diatur untuk acara berdua, saling mencocokkan jadwal,” ujar Raditya, Kamis tiga pekan lalu.

Juru bicara Partai Gerindra itu berharap, dengan bergabungnya Nissa, para pengikutnya ikut memilih Prabowo-Sandiaga. Di Instagram, pengikut Nissa mencapai 9,6 juta akun. Nissa belum bisa dimintai tanggapan. Pemain biola Sab-yan Gambus, Tubagus Syaifullah, menuturkan, grupnya memang menjalin kerja sama dengan tim Prabowo-Sandiaga. “Di hiburan kampanyenya,” katanya melalui pesan langsung di Instagramnya. Dia tak menjawab pertanyaan soal dukungan terhadap pasangan nomor urut 02 itu.

Gagal menggaet Nissa, petahana menerapkan strategi lain untuk mendekati kalangan milenial beragama Islam. Direktur Relawan Tim Kampanye Jokowi-Ma’ruf, Maman Imanulhaq, menyebutkan salah satu andalan mereka adalah menggerakkan Habaib Muda Nusantara atau Hadana, yang dideklarasikan akhir November tahun lalu. Koordinator Hadana, Syahdu Alaydrus, mengatakan para pendakwah muda yang tergabung di kelompoknya menyambangi berbagai daerah untuk mendekati kaum milenial muslim. “Kami menjelaskan, Jokowi sudah banyak bekerja, membangun masjid dan pesantren,” ujar Syahdu, Jumat dua pekan lalu.

Syahdu mengaku kelompoknya mengincar tokoh-tokoh muda yang tertarik mendalami agama. Ia biasanya mengisi ceramah di bilangan Jakarta Selatan yang didatangi kaum milenial yang bekerja di dunia seni. Namun Syahdu enggan menyebut nama-nama artis yang dia nilai bisa mengimbangi Nissa Sabyan.


 

Mendekati pemilih milenial, dua pasang calon memiliki masalah utama: keempatnya tak ada yang berasal dari generasi ini. Paling muda adalah Sandiaga yang tahun ini berusia 50 tahun, disusul Jokowi, saat ini 57 tahun—keduanya berasal dari Generasi X dan Baby Boomers. Dua lainnya jauh lebih tua lagi, Prabowo 67 tahun, dan Ma’ruf tiga perempat abad. Faktor usia ini membuat dua kubu sama-sama mengedepankan calon termuda untuk mendekati kaum milenial.

 


 

Kaum milenial muslim menjadi bagian dari Generasi Y—mereka yang lahir antara 1980 dan 2000 awal atau berusia 17-39 tahun—yang pada Pemilihan Umum 2019 jumlahnya diperkirakan mencapai 85 juta orang. Pemilih muda muslim sendiri sekitar 63,7 juta orang. Pemilih milenial mencapai 44 persen dari 192,8 juta orang yang masuk daftar pemilih tetap.

Mendekati pemilih milenial, dua pasang calon memiliki masalah utama: keempatnya tak berasal dari generasi ini. Yang termuda adalah Sandiaga, yang tahun ini berusia 50 tahun, disusul Jokowi, 57 tahun—keduanya berasal dari Generasi X dan Baby Boomers. Dua lainnya jauh lebih tua: Prabowo 67 tahun dan Ma’ruf tiga perempat abad. Faktor usia ini membuat dua kubu sama-sama mengedepankan calon termuda untuk mendekati kaum milenial. “Sosok Sandiaga lebih identik dengan milenial ketimbang Prabowo,” ujar Wakil Ketua Badan Pemenangan Prabowo-Sandiaga, Mardani Ali Sera.

Kubu lawannya pun memilih menonjolkan Jokowi. Sedangkan Ma’ruf, mantan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia dan mantan Rais Am Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, difungsikan mendekati kaum milenial di kalangan pesantren. “Abah Ma’ruf untuk memikat santri-santri muda,” kata Wakil Direktur Penggalangan Pemilih Pemuda Tim Kampanye Jokowi-Ma’ruf, Tsamara Amany.

Baik Jokowi maupun Sandiaga agaknya mencoba mengidentikkan diri dengan kaum milenial. Sandiaga, menurut politikus Gerindra, Miftah Sabri, berdandan ala milenial dengan baju biru, warna yang dianggap disukai kalangan milenial. Sedangkan Jokowi memilih beraktivitas yang berbau milenial. Awal November tahun lalu, dia membetot gas sepeda motor modifikasi dan melintas di Bandung. Mengenakan jaket bertulisan “Bubur Ayam Racer” dan bercelana jins, Jokowi bersama Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil tiba di Jalan Braga dan menghadiri pameran motor custom serta “deklarasi Jawa Barat Kondusif”.

Bersamaan dengan kunjungan itu, tim Jokowi menggaungkan tanda pagar #BandungSarengJokowi di dunia maya, yang berarti “Bandung bersama Jokowi”. Direktur Komunikasi Politik Tim Kampanye Jokowi-Ma’ruf, Usman Kansong, mengatakan strategi itu diterapkan agar kunjungan Jokowi menjadi perbincangan di kalangan pemilih muda. “Semua kegiatan harus ada hitungan elektoralnya,” ujar Usman.

Ini dihitung pula oleh kubu Prabowo. Meski menonjolkan Sandiaga, tim pemenangannya juga berupaya membuat Prabowo diterima di kalangan milenial. Raditya Putra Pratama mencontohkan, timnya merancang konten-konten yang bisa diterima kalangan milenial. Misalnya menampilkan kucing Prabowo bernama Bobby Kertanegara—nama jalan tempat rumah Prabowo di Jakarta Selatan. Cara ini diharapkan membuat anak muda penyuka kucing ikut menyukai Prabowo.

Direktur Penggalangan Pemilih Muda Tim Jokowi-Ma’ruf, Bahlil Lahadalia, mengatakan upaya meningkatkan elektabilitas Jokowi-Ma’ruf di kalangan milenial juga dilakukan dengan cara mensosialisasi keberhasilan inkumben. Cara ini dianggap sesuai dengan karakter milenial dalam menentukan calon presiden-wakil presiden. Hasil survei Lingkaran Survei Indonesia Denny J.A. pada Desember tahun lalu menunjukkan bahwa kinerja bagus dan nyata menjadi alasan utama generasi milenial memilih pemimpin.

Tim Jokowi pun menggabungkan keberhasilan itu dengan kesukaan kaum milenial berselancar di Internet. Survei Alvara Research Center menunjukkan Generasi Y bisa menghabiskan lebih dari tujuh jam sehari di dunia maya. “Kami mensosialisasi program Internet cepat yang digagas Jokowi di semua daerah serta penurunan harganya,” ujar Bahlil, akhir Desember tahun lalu.

Menurut Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia itu, inkumben juga mempromosikan keberhasilan usaha rintisan atau startup di era Jokowi. Saat ini, ada empat startup yang berstatus unicorn atau memiliki valuasi lebih dari US$ 1 miliar, yaitu Tokopedia, Go-Jek, Traveloka, dan Bukalapak. Bahlil menyebutkan timnya juga mempromosikan kemudahan memperoleh kredit usaha mikro, kecil, dan menengah. “Milenial cenderung ingin membuat perusahaan sendiri.”

Calon presiden Prabowo Subianto berjoget setelah mengikuti jalan sehat di Lapangan Banteng, Jakarta, 2 Februari 2019. ANTARA/Dhemas Reviyanto

Semua program itu, kata Bahlil, dikampanyekan dalam sejumlah pertemuan dengan kaum milenial. Pada Oktober tahun lalu, tim Jokowi-Ma’ruf mengadakan Milenial Fest di Jakarta. Acara serupa akan diadakan di berbagai kota besar, seperti Medan dan Surabaya, hingga menjelang penco-blosan 17 April mendatang. Sedangkan untuk kalangan milenial yang tekun belajar agama, kubu Jokowi mensosialisasi pemikiran Ma’ruf di bidang ekonomi syariah.

Strategi serupa diterapkan Sandiaga Uno. Anggota tim media sosial Badan Pemenangan Prabowo-Sandiaga, Raditya Putra Pratama, mengatakan Sandiaga selalu mengajak kaum milenial berdiskusi soal bisnis dan peluang kerja. “Minimal dua acara milenial dalam sehari,” ujar Raditya. Dia mencontohkan, akhir September lalu, mereka menggelar acara “Ngopi Bareng Bang Sandi” di Surabaya dan Kediri.

Dalam pertemuan dengan kalangan milenial, kata Raditya, Sandiaga membagikan kisah hidupnya. “Dari bukan siapa-siapa menjadi pengusaha. Milenial ingin menjadi pemilik perusahaan.” Strategi dua kubu ini selaras dengan penelitian IDN Research Institute. Dalam laporan bertajuk “Indonesia Millennial Report 2019”, disebutkan bahwa tujuh dari sepuluh anak milenial ingin membuka usaha sendiri.

Upaya dua calon presiden-wakil presiden mendekati pemilih milenial tak sepenuhnya berhasil. Sekitar sepekan setelah Jokowi naik sepeda motor di Bandung, Cakra 19—organisasi sayap yang dibentuk Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan—menggelar rapat evaluasi. Mereka mengundang sejumlah orang yang mengetahui karakter milenial. Salah satunya Muhammad Faisal, pendiri Youth Laboratory Indonesia, yang meneliti milenial sejak 2009. Membenarkan hadir dalam pertemuan tersebut, Faisal menyebutkan strategi naik sepeda motor itu tak berhasil memikat kaum milenial.

Indikasinya, kata Faisal, pada hari yang sama acara Hijrah Festival di Jakarta Convention Center lebih bergaung ketimbang acara di Bandung. Dalam acara pengajian yang mewajibkan peserta membayar tiket masuk itu, hadir sejumlah ulama, seperti Abdullah Gymnastiar atau Aa Gym dan Abdul Somad. “Milenial cenderung tak peduli terhadap acara yang mengedepankan gimmick,” ujar Faisal. Menurut dia, Jokowi sebagai inkumben seharusnya cukup berfokus pada keberhasilan pemerintah.

Pendiri Generasi Melek Politik—lembaga yang mengkampanyekan politik bagi generasi milenial—Neildeva Despendya Putri, juga mengkritik gaya kampanye dua kubu yang cenderung mengedepankan gimmick. Dia mencontohkan, program untuk kaum milenial seperti pengembangan ekonomi digital yang digaungkan dua calon sama-sama bersifat normatif. “Milenial masih jadi dagangan saja,” katanya.

HUSSEIN ABRI DONGORAN

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus