Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

arsip

Achmad Yurianto: Ini Seperti Efek Domino

Pemerintah Presiden Joko Widodo menetapkan wabah virus corona sebagai bencana nasional, menyusul keputusan Badan Kesehatan Dunia menjadikan Covid-19 sebagai pandemi. Juru bicara penanganan wabah virus corona, Achmad Yurianto, menjelaskan mengapa komando penanganan wabah kini berada di tangan Badan Nasional Penanggulangan Bencana.

14 Maret 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Presiden Joko Widodo menetapkan wabah virus corona sebagai bencana nasional non-alam.

  • Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Doni Monardo ditunjuk sebagai ketua tim reaksi cepat penanganan wabah corona.

  • Pengujian spesimen virus corona tak lagi terpusat di laboratorium Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

PRESIDEN Joko Widodo mengevaluasi sejumlah kebijakan penanganan wabah virus corona. Setelah Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan status pandemi Covid-19 pada Rabu, 11 Maret lalu, pemerintah menetapkan wabah corona sebagai bencana nasional. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo ditunjuk memimpin tim reaksi cepat untuk mengatasi dampak penyebaran virus tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jokowi juga membuka akses pengujian spesimen di luar Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan untuk mempercepat deteksi dini virus yang hingga Sabtu, 14 Maret lalu, itu telah positif menginfeksi 96 orang, yang lima di antaranya meninggal. “Kita butuh cepat karena, setelah ditelusuri, ternyata pasiennya nyebar ke mana-mana,” kata juru bicara penanganan wabah virus corona, Achmad Yurianto, kepada Tempo lewat sambungan telepon, Jumat, 13 Maret lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sejauh mana penetapan status pandemi mempengaruhi protokol penanganan wabah corona?

Status pandemi itu dalam konteks pembatasan antarnegara, bukan antara pemerintah pusat dan daerah. Misalnya, beberapa negara memutuskan menutup diri atau membatasi penyebaran virus dengan mencabut fasilitas bebas visa. Strategi pusat-daerah sejak awal tidak berubah. Hanya, kami minta diperkuat lagi karena penyebaran penyakit ini menjadi makin sulit dideteksi dengan cara biasa.

Bagaimana peran Kementerian Kesehatan setelah penanganan wabah corona berada di tangan BNPB?

Wabah corona sudah dinyatakan sebagai bencana. Dalam konteks ini, tanggung jawab BNPB berkaitan dengan manajemen besarnya. Tapi incident commander tetap pada Menteri Kesehatan karena ini menyangkut kesehatan. Tapi kami kan tidak mungkin mengatasinya sendiri, karena kita tahu bahwa sekarang dampaknya pun bukan hanya kesehatan.

Apa pengaruh penetapan wabah corona sebagai bencana nasional?

Implikasinya ke mana-mana, termasuk soal pembiayaan. Undang-Undang tentang Penanggulangan Bencana tegas, kok, bahwa pembiayaan harus menggunakan dana siap pakai yang disiapkan negara dan itu nonbujeter. Dana itu jelas ketentuannya digunakan untuk layanan perawatan, logistik, hingga operasionalisasi penanggulangan.

Bagaimana dengan pembiayaan untuk penanganan wabah corona di daerah?

Beberapa daerah punya biaya tidak terduga dalam anggarannya. Kita tentu mengetahui kemampuan fiskal setiap daerah itu disparitasnya berbeda. Karena itulah gap ini kemudian diisi alokasi anggaran pusat.

Apakah tes awal untuk deteksi virus corona ditanggung pemerintah?

Lha, biaya tes itu kan ditanggung negara.

Mengapa pemerintah akhirnya tidak memusatkan pengujian sampel di Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan?

Setelah dilakukan tracing, ternyata pasiennya nyebar ke mana-mana, enggak keruan. Kita harus berpacu untuk mencari, menemukan, dan mengisolasi sumber kontak karena itu signifikan untuk mencegah penyebaran virus. Ini kayak efek domino, satu menular menjadi berapa. Kalau tidak dikejar betul, nanti kita kelewatan. Penambahan kasusnya cepet banget. Cara menghentikannya cuma satu, temukan yang positif, isolasi, supaya enggak nular lagi.

Bagaimana kesiapan lembaga lain untuk pengujian spesimen virus corona?

Memeriksa virus itu enggak sama kayak memeriksa golongan darah atau tes kehamilan. Ada variabel dasar yang harus dipenuhi dan ini standar dunia, yaitu ruangan dengan standar keamanan minimal biosafety level 2 (BSL-2). Dan itu enggak semuanya punya.

Laboratorium BSL-2 terdapat di mana saja?

Universitas Airlangga dan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman itu BSL-2. Balitbangkes itu BSL-3 karena bisa juga memanipulasi virus. Pada skala yang lebih kecil, fasilitas uji seukuran lemari atau kabinet dimiliki Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan di Jakarta, Banjar Baru, Surabaya, Yogyakarta, dan balai yang lebih kecil di Batam. Sekarang kami menyiapkan lagi di Medan, Palembang, Ambon, Manado, dan Makassar.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus