Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengkritisi usulan pemberlakuan tarif degresif untuk pembiayaan Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan. Menurutnya, usulan tarif degresif justru kontradiktif dengan semangat awal Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kalau ada rencana memberlakukan tarif degresif maka hal tersebut akan menjadi kontraproduktif bagi semangat hadirnya JKN,” kata Timboel ketika dihubungi pada Kamis, 14 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Timboel, tarif degresif berpotensi mempersulit masyarakat untuk mendapatkan akses Kesehatan yang layak. Ia menilai, kesembuhan pasien tidak bisa diprediksi sama sekali. Maka, pemberlakuan tarif degresif untuk mengurangi utilitas pasien bukan hal yang bijak.
“Karena namanya sakit bisa secara berulang terjadi. Rencana ini akan mempersulit masyarakat,” ucapnya.
Timboel mengatakan, alangkah lebih baik para pimpinan ataupun Direksi BPJS Kesehatan mengejar pendapatan dari pos-pos yang lain. Ia menyebutkan, pos pendapatan dari iuran peserta seharusnya bisa dikejar lagi karena merupakan sumber pendapatan utama perusahaan. Selain itu juga pos pendapatan investasi, pos pendapatan denda dan pos pendapatan pajak rokok.
“Pajak rokok menjadi potensi pendukung pendapatan JKN,” ujar Timboel.
Sebelumnya, Direktur Perencanaan dan Pengembangan BPJS Kesehatan Mahlil Ruby juga sempat menyebutkan bahwa BPJS Kesehatan akan menerapkan tarif degresif pada pasien rawat jalan. Ia menyebut, hal ini juga untuk menekan angka utilitas yang terus melonjak.
Menurut Mahlil, ada banyak kejadian seorang pasien yang juga peserta BPJS Kesehatan dirujuk berkali-kali ke beberapa dokter yang berbeda dalam tahapan rawat jalan. Menurutnya, kunjungan ini dibiayai secara penuh oleh BPJS Kesehatan yang tentunya menjadikan bertambahnya pengeluaran BPJS Kesehatan.
“Nanti kita degresif saja. Misalnya oke sekali datang (gratis). Nanti pemeriksaan kedua bayar 75 persen, pemeriksaan ketiga (bayar) 50 persen, dan seterusnya. Jadi pasien pun tidak bolak-balik,” ujar Mahlil di Kementerian PPN/Bappenas, Senin, 11 November 2024.
Tingginya utilitas pasien ini dinilai menjadi penyebab besarnya pembiayaan yang harus diklaim oleh BPJS Kesehatan. Sebelumnya diketahui tingkat utilisasi per hari hanya sekitar 252 ribu. Namun, saat ini angka tersebut melonjak drastis hingga 1,7 juta per hari.