Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono menanggapi rencana pemerintah untuk membangun pabrik pembuatan minyak makan merah. Menurut dia, minyak makan merah atau red palm oil (RPO) harus lebih ekonomis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Pabrik RPO harus ekonomis, jangan seperti pabrik kelapa sawit," ujar Eddy saat dihubungi, Selasa, 19 Juli 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia mengingatkan agar pabrik RPO tidak seperti pabrik crude palm oil (CPO) mini yang berkapasitas lima sampai 10 ton. Hal itu dinilai tidak ekonomis, akibatnya pabrik tidak bisa berkembang.
Menurut Eddy, pemerintah harus memperhatikan perpindahan dari konsumen minyak goreng sawit ke RPO. Konsumsi CPO saat ini sangat besar, volumenya mencapai 7 juta ton. Sehingga pemerintah perlu mengetahui dengan pasti apakah konsumen sudah familiar dengan RPO.
Ia pun meragukan dengan adanya RPO, masyarakat akan beralih dari CPO. "Ini yang harus menjadi perhatian utk keberhasilan RPO tersebut," ujarnya.
Presiden Jokowi sebelumnya dengan para menteri membahas rencana pengembangan minyak merah dalam rapat terbatas kemarin. Pemerintah akan membuat percontohan pabrik produksi minyak makan merah di Sumatra dan Kalimantan.
Selanjutnya: Harga minyak makan merah lebih murah dari minyak goreng sawit?
Dalam rapat itu, kepala negara menyetujui pengembangan minyak makan merah berbasis koperasi yang akan menjadi solusi karena 35 persen produksi sawit atau CPO berasal dari petani mandiri. Pengembangan minyak makan merah diyakini bisa menjadi jalan keluar bagi para petani yang selama ini sangat tergantung terhadap penjualan tandan buah segar (TBS) kepada industri minyak goreng yang masih terpusat di Jawa.
Minyak makan merah ini juga sebagai alternatif di tengah tingginya harga minyak goreng kelapa sawit. "Saya optimistis dengan minyak makan merah ini karena sehat dan juga bisa lebih murah dan ini bisa diterima oleh masyarakat," ujar Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Teten Masduki. "Harga jual ke pasarnya lebih murah, karena prosesnya lebih sederhana."
Ia berujar, minyak merah tidak melalui proses bleaching seperti minyak goreng biasa. Dengan proses penyulingannya yang lebih pendek, harga minyak makan merah menjadi lebih rendah. Minyak makan merah juga memiliki kandungan protein dan vitamin A yang sangat tinggi.
Adapun negara yang sebelumnya sudah memproduksi minyak makan merah adalah Malaysia. Teten mengatakan minyak makan merah tersebut diekspor ke Cina untuk mengatasi kekurangan vitamin A.
Teten juga yakin produksi RPO bisa menjadi solusi bagi para petani. Sebab, selama ini para petani sangat tergantung terhadap penjualan tandan buah segar (TBS) kepada industri minyak goreng yang masih terpusat di Jawa. "Saya kira ini juga solusi bagi distribusi minyak makan untuk suplai minyak makan ke masyarakat."
RIANI SANUSI PUTRI | ANTARA
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.