Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ekonomi

Bagaimana BPR dan BPD Memenuhi Syarat Modal dari OJK

BPD dan BPR berpacu mengejar tenggat pemenuhan modal inti. Merger dan akuisisi menjadi opsi memperkuat modal.

5 Mei 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • BPD menghadapi tenggat pemenuhan modal inti Rp 3 triliun akhir tahun ini.

  • Sejumlah BPD akan membentuk KUB sebagai cara mengkonsolidasikan modal.

  • OJK mendorong BPR melakukan merger dan akuisisi.

SEBELAS bank pembangunan daerah (BPD) berpacu dengan waktu untuk memenuhi ketentuan modal inti minimum Rp 3 triliun yang ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan. Bank milik daerah itu harus mencapai batas modal tersebut selambat-lambatnya pada 31 Desember 2024. “Di tahun terakhir ini, prosesnya harus cepat dan komunikasi antar-pemangku kepentingan harus dilakukan dengan baik,” kata Ketua Umum Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda) Yuddy Renaldi kepada Tempo, Kamis, 2 Mei 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Yuddy, yang juga menjabat Direktur Utama PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk atau BJB, mengatakan tujuh dari sebelas bank yang belum memenuhi syarat modal inti minimum kini tengah menjalani berbagai proses, dari penambahan modal oleh pemegang saham hingga kongsi dengan calon induk kelompok usaha bank atau KUB. Bank Bengkulu, misalnya, kini ada dalam struktur KUB BJB. Tiga perusahaan lain—Bank Jambi, Bank Sulawesi Tenggara, dan Bank Maluku Malut—juga akan bergabung dengan KUB BJB. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selain BJB, bank yang akan menjadi induk KUB adalah Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur atau Bank Jatim. Bank Jatim kini tengah membentuk KUB dengan Bank Banten, Bank Nusa Tenggara Barat Syariah, dan Bank Lampung. Dengan demikian, tersisa Bank Kalimantan Selatan, Bank Kalimantan Tengah, Bank Nusa Tenggara Timur, dan Bank Sulawesi Tengah yang belum memenuhi ketentuan modal inti dan belum membentuk KUB dengan BPD lain.  

KUB menjadi opsi yang digaungkan OJK sejak dua tahun lalu untuk menyehatkan BPD. Selain untuk mencapai ketentuan modal inti minimum, KUB diharapkan OJK dapat mendorong sinergi bisnis, memperkuat tata kelola, hingga memperbaiki manajemen risiko.

Nasabah melakukan transaksi keuangan di Bank Jatim. Antara/HO-Bank Jatim

Meski begitu, tak mudah mengawinkan bank daerah. Salah satu tantangannya, Yuddy mengungkapkan, adalah kehendak pemangku kepentingan BPD yang beragam. Menurut Yuddy, secara umum para pemangku kepentingan menyadari penguatan modal diperlukan untuk bertahan dari berbagai guncangan. Apalagi saat ini ada gejolak ekonomi dan suku bunga tinggi. Dia mengklaim BPD pada umumnya masih memiliki rasio kecukupan modal memadai, yakni rata-rata 25,9 persen pada akhir 2023. “Tapi pemenuhan regulasi tak hanya dilihat dari rasio permodalan, tapi juga modal inti secara nominal.”

Data Asbanda berbeda dengan milik OJK. Pada 4 April 2024, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menyatakan ada 12 BPD yang belum memenuhi ketentuan modal inti minimum. Tanpa merinci daftar nama bank tersebut, ia menyebutkan dua perusahaan akan memenuhi ketentuan permodalan dengan setoran mandiri. Sementara itu, sepuluh bank akan memenuhinya melalui konsolidasi dalam bentuk KUB dengan sesama BPD ataupun dengan bank non-BPD. 

Berdasarkan data OJK, sampai saat ini ada 27 BPD di Tanah Air. Sebanyak 24 di antaranya adalah bank konvensional dan sisanya bank syariah. Hingga akhir 2023, aset BPD mencapai 8,17 persen dari total aset perbankan nasional. Angka ini bertambah dibanding pada 2016, saat aset BPD mencapai 7,66 persen dari total aset bank nasional.

Ihwal pembentukan KUB, Dian mengklaim telah ada satu BPD yang menyelesaikan perizinan. Selain itu, tujuh BPD sudah meneken nota kesepahaman KUB, satu meneken perjanjian kerja sama, dan satu masih membahas rencana tersebut. Menurut Dian, OJK mempersyaratkan dua hal bagi bank yang hendak menjadi induk KUB: memenuhi ketentuan permodalan dan memiliki likuiditas yang kuat.

Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah mengatakan modal adalah kebutuhan mutlak untuk memenangi persaingan di industri perbankan. Karena itu, dia melanjutkan, ada dorongan alami ataupun regulasi bagi bank untuk bisa bersinergi. “Akan berakhir pada konsep survival of the fittest, yang tak kuat akan punah.”

Bukan hanya buat BPD, tenggat penambahan modal juga berlaku bagi bank perekonomian rakyat (BPR)—sebelumnya bernama bank perkreditan rakyat. BPR harus memenuhi ketentuan modal inti minimum Rp 6 miliar pada akhir 2024. Tapi pada kenyataannya, hingga akhir Februari lalu, OJK mencatat baru 1.190 BPR yang memiliki modal inti di atas ketentuan. Padahal, berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jumlah BPR di Indonesia mencapai 1.575 unit pada 2023. 

Ketua Umum Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat (Perbarindo) Tedy Alamsyah tak menampik pandangan bahwa mungkin masih ada BPR yang belum memenuhi ketentuan permodalan hingga tenggat yang ditetapkan OJK terlewati. Sebab, dia menerangkan, kinerja BPR sebelumnya tertekan oleh pandemi Covid-19 dan masih dalam tahap pemulihan. “Tidak mudah memenuhi ketentuan modal inti minimum saat ini,” ucapnya kepada Tempo, Kamis, 2 Mei 2024. 

Beberapa BPR pun harus mengubah rencana bisnis sehingga menghambat upaya pemenuhan ketentuan modal inti. Menurut Tedy, informasi tersebut diperoleh setelah Perbarindo melakukan road show ke beberapa daerah, antara lain Sumatera Barat, Bali, Jawa Timur, Jakarta, dan Jawa Barat. 

Walau demikian, Tedy mengklaim likuiditas BPR sangat baik. Indikatornya, tingkat penghimpunan dana tumbuh 9,82 persen (secara tahunan) untuk deposito dan 7,45 persen untuk tabungan. Sedangkan angka penyaluran kredit naik 9,27 persen. Seiring dengan kinerja yang cukup baik tersebut, ada beberapa BPR yang tengah menjalankan proses merger ataupun akuisisi untuk memperkuat kelembagaan. “Perlu strategi yang lebih baik dari sebelumnya,” ujar Tedy.

OJK mencatat sepanjang tahun lalu jumlah BPR berkurang 33 perusahaan. Penyebabnya adalah penggabungan atau peleburan dengan BPR lain. Ada pula BPR yang membentuk satu grup kepemilikan untuk memperkuat permodalan. 

Di sisi lain, Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan memberikan kekuatan baru kepada BPR, selain memperbarui regulasi dan sistem pengawasannya. Sebagai contoh, sekarang BPR boleh melayani penukaran valuta asing, melakukan transfer dana, dan mengalihkan piutang. BPR juga bisa menjual saham di bursa efek hingga bekerja sama dengan bank umum untuk menyalurkan kredit usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Meski begitu, tak sedikit BPR yang bermasalah. Sebagai contoh, pada April 2024, OJK mencabut izin operasional empat BPR yang mengalami masalah keuangan. OJK juga akan menutup BPR yang memiliki masalah integritas, seperti melakukan penyelewengan atau pelanggaran tata kelola lain. Pengurus BPR yang bermasalah dalam hal integritas pun bisa dipidanakan OJK. 

Peneliti di Pusat Studi Ekonomi Makro dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance, Abdul Manap Pulungan, mengatakan BPR sebenarnya memiliki keunggulan karena bisa langsung menjangkau masyarakat dengan segmentasi tertentu. Masalahnya, bunga BPR relatif tinggi sehingga masyarakat melirik opsi lain, seperti pinjaman dari platform online. BPR yang kalah bersaing pun akhirnya bangkrut. Manap menyarankan pembentukan lembaga semacam bank induk untuk BPR di setiap daerah dan meminta otoritas mempersulit terbitnya izin bank baru. “Kalau mudah didirikan, biasanya mudah hilang,” tuturnya. 

Kepala Ekonom Bank Central Asia David Sumual mengatakan pemerintah harus mendorong sinergi bank umum dengan BPR, misalnya melalui kanalisasi kredit untuk UMKM. Apalagi, dia menambahkan, bank besar biasanya tidak memiliki jaringan untuk menjangkau UMKM. BPR juga disarankan merambah sektor produktif yang potensinya masih besar. “Lebih baik bersinergi agar bisa tumbuh sesuai dengan kompetensi masing-masing.”

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Pada edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Modal Cekak, Bank Dilebur". Ghoida Rahmah, dan Hanaa Septiana dari Surabaya berkontribusi pada artikel ini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus