Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ekonomi

Konsumen Tolak Cukai Minuman Berpemanis, Klaim Tak Sebabkan Penyakit Selama Konsumsi Wajar

Beberapa konsumen menolak cukai minuman berpemanis. Disebut tak melulu menyebab penyakit diabetes.

18 Maret 2024 | 11.51 WIB

Image of Tempo
material-symbols:fullscreenPerbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Cukai minuman berpemanis dalam kemasan alias MBDK akan diterapkan oleh Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementan Keuangan atau DJBC Kemenkeu tahun ini. Rencana tersebut tak hanya ditolak asosiasi industri namun juga konsumen.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kharisma Balkis, 25 tahun, mengaku sebagai konsumen kerap menstok MBDK dalam kemasan botol maupun karton. Menurut dia, penerapan cukai minuman berpemanis justru memberatkan para konsumen.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Aku sih merasa keberatan, ya. Karena dengan ada cukai nanti jadi naik dong harga produknya," kata Kharisma kepada Tempo, Ahad, 17 Maret 2024.

Perempuan yang bekerja sebagai karyawan swasta sekaligus content creator itu mengatakan harga produk minuman berpemanis yang kerap dia beli Rp 3-8 ribu. Dengan adanya cukai MBDK, jelas Kharis, akan membuat dirinya enggan membeli produk minuman berpemanis lagi. 

"Aku enggak akan beli sih. Lebih baik bikin teh manis di rumah. Atau, bikin susu dan jus sendiri. Kayaknya konsumen lain akan berpikir dua kali kalau mau beli minuman itu lagi," ujarnya.

Dia juga menyebut bahwa MBDK memiliki keunggulan karena praktis dikonsumsi. Kharis menilai bahwa minuman berpemanis pun tak serta merta menyebabkan diabetes dan obesitas selama dikonsumsi sewajarnya.

"Semua makanan dan minuman yang dikonsumsi berlebihan akan menyebabkan diabetes juga. Sebagai konsumen, kita harus bisa membatasi diri," tuturnya. 

Menurut Mariana Silaban, 19 tahun, meski cukai MBDK ditujukan untuk mengontrol konsumsi gula, konsumen yang kecanduan minuman berpemanis tidak akan terpengaruh. 

"Ketika seorang konsumen sudah memiliki loyalitas tinggi pada suatu barang, seperti minuman kemasan berpemanis, harga bukan lagi faktor penentu yang mempengaruhi pembelian," kata Mariana saat dihubungi Tempo, Minggu, 17 Maret 2024.

Mahasiswi hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) itu menilai bahwa masyarakat masih tetap bisa mengkonsumsi produk minuman manis alternatif meski penerapan cukai MBDK dilakukan. Dengan demikian, jelas Mariana, pengendalian konsumsi gula tidak bisa dilakukan secara efektif. Alih-alih menetapkan cukai MBDK, Mariana menyampaikan, pemerintah sebenarnya bisa membuat kebijakan pembatasan kadar gula dalam minuman berpemanis jika memang bertujuan untuk menurunkan angka penderita diabetes dan obesitas. 

DJBC Kemenkeu sebelumnya menjelaskan bahwa Kementerian Kesehatan sangat mendukung implementasi cuka MBDK pada 2024. Dirjen Bea Cukai Askolani mengatakan DJBC juga berkoordinasi dengan Badan Kebijakan Fiskal atau BKF Kemenkeu untuk penerapan cukai MBDK pada tahun ini.

"Tentunya setelah itu, baru pemerintah akan bisa mengumumkan mengenai kebijakan tersebut pada waktunya, sejalan dengan diskusi juga yang akan kita lakukan dengan DPR di Komisi XI," ucap Askolani.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus