Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua UKK tumbuh kembang pediatri sosial Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Prof. Dr. dr. Ahmad Suryawan Sp.A(K) mengatakan faktor terbesar anak yang terlambat bicara dipengaruhi kurangnya stimulasi pola pengasuhan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kalau kita persentasekan, 95 persen lebih karena gangguan input stimulasi sehari-hari untuk anak yang terlambat bicara. Sisanya 5 persen antara gangguan pendengaran dan gangguan di otaknya,” ucap dokter yang akrab disapa Wawan itu dalam diskusi "Urgensi Regulasi Screen Time untuk Tumbuh Kembang Anak", Rabu, 30 Agustus 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan pengalamannya, secara umum ada tiga poin yang mempengaruhi anak terlambat bicara. Pertama ada kerusakan otak yang menyangkut proses aktivitas kelistrikan bicara otak anak. Kedua gangguan pendengaran, ketiga disfungsi input stimulasi sehari-hari. Namun, gangguan pendengaran dan gangguan otak hanya berperan kecil, 5 persen.
Orang tua yang mengeluhkan keterbatasan kemampuan bicara anak pada usia 2 tahun menurut Wawan ada faktor stimulasi yang kurang selama lebih dari satu tahun ke belakang. Ia mengatakan faktor kurangnya stimulasi juga karena anak terlanjur kecanduan gawai, yang menyebabkan waktu layar meningkat. Sebaiknya orang tua menerapkan metode time out untuk menurunkan waktu layar dan imbangi dengan aktivitas di rumah yang melibatkan interaksi.
“Imbangi kegiatan di rumah, itu harus responsif. Ajak interaksi dengan permainan fisik seperti berlari, melompat, atau nonfisik seperti menggunting, menempel, atau bermain air,” saran Wawan.
Hindari bilingual
Selain itu, ketua divisi tumbuh kembang Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya ini mengatakan keterbatasan kemampuan bicara anak juga bisa disebabkan banyaknya paparan bahasa lain selain bahasa baku atau bahasa ibu yang digunakan sehari-hari. Ia mengatakan, sebaiknya jika anak belum fasih berbicara bahasa baku yang dipakai sehari-hari jangan dulu dikenalkan bahasa kedua yang jarang diucapkan di lingkungan agar anak tidak kesulitan menyerap bahasa.
“Sebaliknya, kalau di rumah itu bahasa keduanya dimasukkan setelah bahasa baku dimengerti, anak itu akan kaya bahasa,” paparnya.
Ia menganjurkan orang tua jangan menggunakan dua bahasa atau bilingual pada anak yang terindikasi terlambat bicara. Tetap gunakan bahasa baku terlebih dulu untuk memperkaya kosa kata. Jika sudah fasih, bahasa kedua bisa mulai diterapkan secara perlahan agar anak tidak terbebani dengan banyak bahasa.